Mohon tunggu...
Agus Maryono
Agus Maryono Mohon Tunggu... profesional -

Jurnalis, Alumni IAIN WALISONGO SEMARANG, Tinggal di Banyumas, Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketua DPRD: Pemkab Banyumas akan Hadapi Muhammadiyah (Terkait Polemik RSIP)

6 Juni 2016   22:59 Diperbarui: 8 Juni 2016   01:04 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik yang terjadi di tubuh Rumah Sakit Islam Purwokerto (RSIP) kian memanas. Tidak hanya karyawan, pengurus yayasan RSIP dan sejumlah elemen masyarakat lain yang akan menghadapi Muhammadiyah Bayumas , kini Pemkab Banyumas juga menyatakan akan ikut memback up kasus tersebut. Hal itu dikarenakan dalam dokumen -dokumen Pemkab Banyumas tahun 1980-an memang ditemukan sejarah dan latar belakang keberadaan RSIP. Dalam dokumen-dokumen Pemkab itu banyak ditemukan Surat Keputusan Bupati Banyumas Roedjito terkait pendirian RSIP. Diantaranya ditemukan bahwa RSIP itu adalah hasil swasembada murni warga masyarakat Banyumas yang pendanaannya diambilkan dari iuran infak anak-anak sekolah mulai SD hingga SLTA , PGRI serta kelompok masyarakat lainnya. 

"Jadi sekarang Kasus RSI ini bukan lagi masalah Karyawan dengan  Muhammadiyah , bukan NU dengan Muhammadiyah, tetapi sudah menjadi urusan Pemkab Banyumas dengan Muhammadiyah", kata Juli Krisdianto, ketua DPRD Kabupaten Banyumas, di hadapan sekitar 200 karyawan RSIP saat menerimanya di Gedung DPRD , hari Jumat kemarin (03-Juni 2016). Ia berjanji akan secepatnya mendiskusikan masalah tersebut dengan jajaran Forkompinda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) Kabupaten Banyumas.  "Tidak lama lagi, kita akan segera lakukan semoga cepat selesai", kata Juli kepada pers.  

Sebagaimana diketahui, sekitar 200 karyawan RSIP melakukan unjuk rasa di halaman gedung DPRD Banyumas hari JUmaat itu, meminta kepada Dewan dan Pemkab Banyumas untuk ikut turun tangan menyelesaikan kasus yang sedang membelit  rumah sakitnaya itu. Para karyawan mengatakan , Yayasan yang didominasi oleh orang Muhammadiyaj telah bertindak sewenang-wenang dalam mengelola rumah sakit dan kepegawaian tanpa mengindahkan undang -undang yang berlaku. 

"Rumah sakit Islam ini adalah milik Yayasan yang independent bukan Milik Muhammadiyah, kita tidak mau RSIP diambil alih Muhammadiyah dan UMP , kita protes da menolak mentah-mentah", kata Agus Riyanto, Ketua Serikat Pekerja RSIP. Yang terakhir menurutnya, karna protes para karyawan itu Yayasan yang dipegang oleh orang-orang Muhammadiyah itu mencopot  delapan pejabat eselon satu di lingkungan RSIP dan digantikan dengan orang-orang baru tanpa melalui rekrutmen yang berlaku di RSIP. Seluruh  karyawan RSIP yang berjumalh sekitar 250 orang itu pun meradang dan berdemo ke gedung dewan. 

ADA APA DENGAN RSIP dan MUHAMMADIYAH ? 

Polemik yang terjadi di Rumah Sakit Islam Purwokerto (RSIP) saat ini juga  dalam proses  hukum di PN Purwokerto dan Polres Banyumas. Perssoalan utamanya sama: Karna Muhammadiyah mengaku sebagai pemilik RSIP dan kemudian mencampuri managemennya bahkan berniat mengatur sepenuhnya. 

RSIP  yang berlokasi di Kecamatan Purwokerto Barat, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, oleh karnanya sedang  dirundung masalah hukum yang serius.Yayasan tampat RSIP ini bernaung yakni YARSI (Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto) dinilai oleh para karyawan dan beberapa pengurusnya tidak lagi amanah. Tidak amanahnya karna menurut para karyawan  Yayasan dinilai telah secara nyata berkongkalikong dengan Ormas Muhammadiyah mengalihkan aset Yayasan yakni RSIP kepada  Muhammadiyah. 

 "RSIP bukan milik Muhammadiyah, RSIP Bukan milik UMP, RSIP adalah milik Wong Banyumas", demikian diantara bunyi poster-poster dan spanduk yang dibuat oleh para Karyawan RSIP dalam beberapa aksi unjuk rasa selama enam bulan terakhir. Spanduk-spanduk cukup besar itu tidak hanya dibawa ketika mereka melakukan aksi turun jalan di halaman Gedung Bupati, Polres dan Pengadilan Negeri , Banyumas namun juga sempat menghiasi lingkungan Rumah Sakit beberapa waktu lalu.  

Polemik RSIP ini kalau boleh disederhanakan, adalah konflik , perbedaan kehendak yang tajam antara Pihak Yayasan dengan Para Karyawan dan pengurusnya sendiri. Pihak yayasan menghendaki RSIP ini dialihkan kepemilikannya kepada  Muhammadiyah Banyumas sedangkan Karyawan menolaknya mentah-mentah dan menghendaki agar RSIP tetap menjadi milik Yayasan yang dependent. 

Para Karyawan berpendapat,  dalam akta pendirian dan sejarah pendiriannya tidak ada satu klausulpun yang menyatakan bahwa RSI itu adalah milik Muhammadiyah. Yang ada hanyalah kata afiliasi yang oleh Muhammadiyah sendiri melalui surat keterangannya pada tahun 1989,dijelaskan  bahwa kata afiliasi itu hanya bersifat ideologis dan tidak berarti ikut campur atau bahkan memiliki dalam pengelolaannya. 

Puncak konflik dan keributan terjadi saat muncul  Surat Keputusan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas yang disepakati oleh Pimpinan Pusatnya 2014 lalu, yang isinya mengalihkan pengelolaan RSI itu kepada Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) untuk digunakan sebagai RS Pendidikan Fakultas Kedokteran.

Muhammdiyah pun dikecam secara terang terangan oleh berbagai pihak baik dari internal maupun luar rumah sakit. Tidak hanya menggelar spanduk dukungan bertulisakan RSIP Bukan Milik Muhammadiyah di lingkungan RSIP, namun para elemen pendukung ini juga ikut berdemo berbaur dengan karyawan RSIP. Sejumlah elemen ini diantaranya adalah, Aliansi masyarakat Peduli RSIP, Gerakan Pemuda Ansor,  Banser, Warga Masyarakat Rejasari dan Laskar Merah Putih. 

Semenjak Muhammadiyah mengklaim dan menyatakan mengambil alih RSIP ini gelombang protes dari internal rumah sakit memang terus mengalir deras. Upaya upaya dialogis antara pihak Yayasan dan pekerja tak membuahkan hasil. Gelombang protes pun akhirnya pecah melalui beberapa aksi unjuk rasa oleh para karyawan RSIP sejak Nopember 2015 lalu. Mereka terang-terangan menolak akuisisi RSIP oleh Muhammadiyah dan menuntut agar RSIP tetap independent sesuai amanah pendirian semula.  Bahkan Karyawan dalam aksinya di sejumlah titik di dalam maupun di luar lingkungan RS  sempat menunjukan Surat Rekomendasi  Bupati Banyumas Roedjito tertanggal 31 Desember 1986, sebagai salah satu dalilnya, yakni tentang keberadaan dan kegiatan Rumah Sakit Islam Purwokerto. 

Dalam Surat Rekomendasi tersebut isinya memang menyatakan bahwa Rumah Sakit Islam Purwokerto adalah milik Yayasan Rumah Sakit Islam Purwokerto yang didirikan secara swasembada murni yang dibiayai oleh kaum Muslimin Indonesia khususnya kaum Muslimin Banyumas.  Protes keras atas pengambil alihan RSI oleh Muhammadiyah itu tidak hanya dilakukan oleh Karyawan namun juga oleh mantan Direktur Pertama dan Kedua RSIP, yakni, Ny. dr. Suarti (80) yang menilai langkah yang dilakukan oleh para Pembina Yayasan dan Pengurus lainnya itu adalah langkah yang salah dan menghianati amanah warga Banyumas.

Sebagai bentuk protesnya , Jika Muhammadiyah bersikukuh menyatakan RSIP adalah miliknya, Ia mengancam akan mengambil kembali tanah miliknya  seluas sekitar 230 ubin yang sekarang berada di lingkungan dan dipakai oleh RSI. Karna tanah tersebut masih bersertifikat atas namanya. Namun jika Yayaan tetap independent Ia akan merelakan tanahnya dipakai oleh rumah sakit secara cuma-cuma.  Ternyata Muhammadiyah tidak bergeming bahkan menyatakan bahwa dr. suarti hanyalah atasnama atas tanah tersebut. Ny. Suarti pun meradang dan membuktikan ancamannya itu dengan memperkarakannya dan membawanya ke jalur hukum di Pengadilan Negeri Purwokerto, akhir 2015 lalu.

Langkah hukum ini didukung sepenuhnya oleh Srikat pekerja RSIP dengan selalu memenuh ruangan sidang di kantor PN Purwokerto saat sidang digelar.  Protes berikutnya muncul dari dua orang personil pengurus Yayasan yakni, dr. Daliman dan Edi Purnomo yang menyatakan bahwa klaim Muhammadiyah atas RSIP  dan mengambil alih pengelolaannya dinilai sebagai sebuah pelanggaran hukum  sebagaimana diatur dalam Undang Undang Yayasan. 

Dalam UU Yayasan ini menurutnya aset yayasan tidak boleh dialihkan ke pihak lain. Dan dua orang pengurus Yarsi ini pun kemudian ikut mengajukan gugatan ke PN Purwokerto . Gugatannya telak yakni langsung tentang pengambil alihan RSIP ini oleh Muhammadiyah dan UMP. Yang digugat adlaah, Pengurus Muhammadiyah baik Pusat maupun Daerah yang terlibat mengeelurkan SK pengaambilalihan,  tiga orang pembina yayasan beserta para pengurus dan pengawas yayasan karna dinilai lalai dalam menjalankan roda yayasan tidak sesuai aturan main UU Yayasan.  

Tidak lama setelah gugatan kedua tersebut dilayangkan, muncul laporan polisi yang dilakukan oleh  Para Karyawan RSIP . Jika gugatan pertama dan kedua berupa perdata , Laporan  para karyawan ini adalah pidana yang ditujukan kepada tiga orang pembina yayasan dan sejumlah pengurus lainnya melalui Polres Banyumas,  Ketiga orang Pembina Yayasan yang dilaporkan  ke polisi itu adalah, Syams H, dr.  Mam, dan A Supart. Karyawan mengadukan mereka ke polisi dengan dugaan penyalah gunaan uang yayasan yang dikelola oleh RSIP. Laporan ini baru saja dilakukan oleh para karyawan RSIP pada pertengahan bulan ini , Mei, 2016 . 

Sementara itu,  Gugatan Pertama olh dr. Suarti sejak Nopember 2015 kepada Yayasan, hingga kini masih belum selesai. Begitu juga  gugatan Perdata yang Kedua hingga bulan Juni  ini  masih berjalan persidangannya dan belum diputus. 

Dengan rentetan gugatan dan bahkan laporan pidana ke polisi ini polemik akan semakin tajam. Apalagi sejumlah elemen masyarakat  sudah mulai terang-terangan mendukung para karyawan dan para penggugat. Jika  gugtan pengambil alihan itu dimenangkan oleh pihak penggugat, maka Muhammadiyah harus hengkang dari RSIP termasuk upaya menjadikannya sebagai RS Fak Kedokteran UMP.

Sanggupkah Muhammadiyah membuktikan bahwa RSIP itu adalah miliknya, Sanggupkah melawan derasnya publik yang mendukung independensi RSIP ? Bagaimanakah polemik dan uji hukum atas UU Yayasan  yang melibatkan Para Karyawan RSIP dengan Pengurus Yayasan yang menaunginya ini akan berakhir ? Akankah Karyawan RSI dan Warga Banyumas berhasil menjaga independensi RSI dan menyelamatkan RSI dari klaim Muhammadiyah ?  Keputusan Pengadilan yang akan menjawab semuanya itu. Kita berharap Pengadilan akan bersikap adil dengan menegakkan supremasi hukum tanpa menoleh iming-iming pihak yang sangat mungkin menawarkan hadiah besar atas kasus yang ditanganinya.  Karna jika diketahui berpihak atas kepentingan kelompok, , dikhawatirkan akan terjadi gelombang aksi massa yang tidak berkesudahan di Banyumas. ###

Penulis, adalah Jurnalis tiggal di Banyumas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun