Tidak tau apa sebabnya, tiba-tiba Banser menjadi sasaran sindiran Panglima TNI, Jend. Moeldoko ketika melakukan sidak kepada anak buahnya di Papua Barat belum lama ini. Ia meminta kepada prajuritnya untuk disiplin dalam bertugas. Jika tidak disiplin maka dinilainya sama dengan Banser.
Kritikan Panglima TNI terhadap Banser soal kedisiplinan ini layak direnungkan oleh semua jajaran Banser. Barangkali memang benar selama ini pasukan elit NU sering tidak disiplin. Jadi belum tentu juga kritikannya itu karena rasa tidak suka terhadap Banser. Boleh jadi sebaliknya, justru saking cintanya kepada Banser di Republik ini. Bisa jadi karena Pak Moeldoko melihat posisi Banser itu penting namun sayangnya kurang disiplin dalam menjalankan tugas sehingga perlu diingatkan.
Hanya persoalannya memang tidak sesederhana itu terkait dengan efek dari kritikan Pak Jenderal ini. Banser banyak yang tersinggung seolah-seolah tidak dihargai dan dipandang sebelah mata oleh TNI. Bahkan salah satu petinggi elit Banser, yakni Khotibul Umam Wiranu, yang kini menjadi politisi Demokrat di DPR RI, juga angkat bicara. Ia mempertanyakan kritikan Moeldoko itu dan balas mengkritik dengan pertanyaan, apakah Pak Moeldoko pernah ikut berperang melawan penjajah sehingga berani merendahkan Banser?
Dan kritikan Pak Moeldoko ini memang cukup mengejutkan, karena di berbagai daerah tidak pernah muncul ada perselisihan antara TNI dan Banser. Yang ada justru sebaliknya, keduanya sering-sering beriringan harmonis dan bekerja sama mengamankan negara ini dalam banyak momen penting. Seperti yang baru saja kita lewati pada perayaan Natal dan Tahun Baru 2015. Banyak Banser secara sukarela turun tangan ikut mengamankan negaranya.
Nah ada apakah dengan Pak Moeldoko dengan Banser? Ini yang masih menjadi pertanyaan para Banser dan aktivis NU lainnya, mengapa Banser yang menjadi sasaran pelampiasan tidak disiplin. Mengapa bukan satgas dari unsur lain. Biarlah Pak Moeldoko yang akan menjelaskan.
Jika pernyataan itu tidak segera dibenahi, tentu saja bisa mengganggu hubungan baik antara TNI dan Banser yang selama ini sudah terjalin dengan baik.
Pak Moledoko sepertinya perlu membuka lembaran sejarah di Tanah Air ini, tidak usah terlalu lebar, misalnya pada peristiwa 10 November 1945 di Surabaya. Banser berperan sangat vital dan menjadi posisi terpenting dalam memimpin pasukan rakyat melawan pasukan sekutu dalam perang 10 November itu. Banser bertempur habis-habisan mengusung semangat Jihad dengan berbekal restu para Kyai NU dan senjata seadanya ketika itu. Dua jenderal terbaik Inggris sebagai pemimpin Sekutu tewas ketika itu berikut puluhan ribu tentara terlatihnya oleh Banser, santri dan rakyat Surabaya. Padahal perlawanan kaum Nahdliyin ini tidak dibantu oleh pasukan resmi TNI ketika itu.
Presiden Soekarno ketika itu tidak berani melawan sekutu karena secara matematis TNI tidak akan mungkin menghadapi Sekutu yang senjatanya sangat lengkap. Namun tidak dengan Banser yang dengan semangat Ihlas menjalankan keputusan Resolusi Jihad NU saat itu pantang mundur menghadapi tentara Sekutu. Tiga Minggu pertempuran Surabaya berlangsung, sekitar 50 ribu pasukan sipil (Banser, TKR, Rakyat Surabaya) menjadi syuhada melawan penjajah. Sejarah membuktikan bahwa Banser NU telah mampu mempertahankan kemerdekaan Indonesia saat itu dalam pertempuran 10 November. Tanpa Resolusi Jihad NU, tanpa kobaran semangat Jihad Banser , tidak akan pernah ada peristiwa heroik 10 November di Surabaya.
Oleh karena itu, tentu akan sangat menyinggung perasaan Banser jika Pak Moeldoko hanya melihat satu sisi negatif saja dari apa yang ada pada diri Banser, sementara peran besarnya dilupakan. Oleh karena itu memang perlu koreksi diri dari semua pihak baik Banser maupun TNI agar hal-hal yang lebih buruk tidak terjadi atas penilaian Pak Moeldoko terhadap Banser ini. Kerenggagan atas keduanya jelas tidak produktif untuk Kesatuan Bangsa di tengah keduanya sama-sama ada dalam pihak yang sedang dilecehkan oleh kelompok militan ISIS. Yang kita inginkan adalah sebaliknya hubungan baik dan semakin kuat erat antara TNI dan Banser demi keutuhan bangsa.
Jika benar Banser banyak tidak disiplin, bukankah akan lebih baik Pak Moeldoko mendekati Ketua Umum GP Ansor, Nusron Wahid dan menawarkan pelatihan geratis bagi Banser. Mengapa Gratis, karena Banser selama ini bekerja dan bertugas menjalankan visi-misinya di antaranya, NKRI Harga Mati tidaklah dibayar negara. Mereka ikhlas demi rasa cinta Tanah Air yang merupakan bagian dari Ideologi Aswaja milik NU.
Sebagaimana diketahui, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko melakukan Inspeksi Mendadak di Batalyon Infanteri (Yonif) 752/Vira Yudha Sakti di Jalan Basuki Rahmat KM 10, Kabupaten Sorong Papua Barat, Senin (29/12/14).