Mohon tunggu...
Guslin Al-Fikrah
Guslin Al-Fikrah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Berasal dari SMAN 1 KULISUSU KAB. BUTON UTARA, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Halu Oleo

Selanjutnya

Tutup

Politik

Korupsi e-KTP, Salah Siapa?

21 Maret 2017   07:29 Diperbarui: 21 Maret 2017   08:25 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KORUPSI e-KTP, SALAH SIAPA?

Guslin Al-Fikrah (Aktivis Gema Pembebasan Kota Kendari)

Korupsi di negeri ini sudah menjadi virus yang dapat menyebar dimanapun dan kapanpun. Bahkan virus tersebut sudah menginveksi banyak lini dalam sistem pemerintahan kita. Mulai dari korupsi sapi sampai korupsi dana haji.

Parahnya kali ini korupsinya tidak dilakukan sendiri, tetapi secara berjama’ah. Jakarta kompas menyebutkan ada puluhan Komisi II DPR menerima fee dari uang yang dianggaran dalam proyek e-KTP. 

Megaproyek e-KTP mulanya direncanakan senilai Rp 6,9 triliun. Kemendagri menyiapkan anggaran sebesar Rp 6 triliun pada 2010 untuk proyek yang direncanakanrampung pada 2012 ini. Setelah ditenderkan, anggaran e-KTP menjadi Rp 5,9 triliun. Ada 5 korporasi yang menjadi pemenang tender dalam proyek ini. (detik.news.com)

Dalam proses tender ini 41% dari dana e-KTP dibagi-bagi dan 51% sisanya digunakan untuk menjalankan proyek.

Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto mendapatkan uang sejumlah 3.473.830 dollar AS, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman memperkaya diri sebesar Rp 2.371.250.000, 877.700 dollar AS, dan 6.000 dollar Singapura. (kompas.com)

Atas kasus ini negara ditaksir mengalami kerugian sebesar Rp 2,3 triliun. Dari angka tersebut, sebanyak Rp 250 miliar dikembalikan kepada negara oleh 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. (detik.news.com)

Salah Siapa?

Kasus korupsi sering terjadi sealain ketidakseriusan pemerintah menangani kasus korupsi, juga dikarenakan pemerintah hanya sibuk menyelamatkan kekuasaan masing-masing daripada memplototi kasus seperti ini.  

Selain pemerintah, korupsi yang terulang juga dikarekan sistem demokrasi memiliki pondasi yang sangat lemah sehingga melahirkan peraturan-peraturan yang lemah pula, dan pada dasarnya sistem demokrasilah yang mendidik para penguasa menjadi koruptor.

 Apa yang harus kita lakukan?

Maka solusi dari persoalan ini adalah kita harus bangkit, beralih dari penguasa dan sistem yang memang tidak bisa menjadi harapan lagi, kita tidak buta dan tuli atas kasus yang tidak pernah berakhir.

Saatnya #IndonesiaMoveUp, sistem lemah disebabkan sistem tersebut ditopang oleh kelemahan manusia. Maka, tidak ada satu kesempurnaan selain sistem yang dibuat oleh zat yang Maha Sempurna, zat yang menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan. Maka kami menyerukan #GantiRezim #GantiSistem dengan sistem Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun