Mohon tunggu...
GusHar Pramudito
GusHar Pramudito Mohon Tunggu... -

menembus batas masa lalu, masa kini dan masa depan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Letusan Merapi Tengelamkan Peradaban

1 November 2010   11:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:56 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penemuan candi di komplek kampus UII (Universitas Islam Indonesia) Jakal (Jalan Kaliurang) dan letusan Gunung Merapi menarik perhatian saya. Candi bagi saya tidak asing lagi karena di Jogja banyak terdapat candi. Ketika masih sekolah dasar saya sudah beberapa kali ke Candi Prambanan dan sekitarnya dengan jalan kaki maupun naik sepeda onthel. Sebenarnya jauh juga jaraknya, tapi saat itu tidak banyak pilihaan tempat wisata yang bisa dijangkau dengan sepeda atau jalan kaki. Hampir semua candi disekitar Prambanan sudah saya kunjungi, Candi Boko yang di atas bukit, Candi Plaosan (sebelah Timur Candi Prambanan) yang unik karena ada jendelanya, Candi Kalasan yang tertutup gedung-gedung sehingga tidak populer, Candi Sambi Sari yang berada di tengah sawah sebelah utara Balai Diklat Keuangan Kalasan yang terendam jika musim hujan dan Candi Gebang di dekat Kanwil DJP DIY seputar Ring Road Utara yang mungil seperti Candi Gedong Songgo di Dataran Tinggi Dieng.

Kampung saya berada di dekat candi yang baru saja ditemukan di dalam kampus UII. Kampus yang berada paling utara jogja ke arah Gunung Merapi, sehingga anak Jogja dengan gaya plesetannya menyebut kampus UII ini dengan UNPAD alias Universitas Paling Dingin. Saya kenal betul dengan daerah itu, karena saya besar dan tumbuh di sana. Sebelum ada kampus UNPAD, eh, UII ding. Daerah tersebut termasuk dalam kategori tegalan yang kering. Tidak bisa ditanami padi seperti daerah sekitarnya. Waktu itu menjadi daerah yang tidak diminati untuk dimiliki. Setelah berdiri kampus menjadi ramai sebagai daerah kos-kosan, foto kopi dan londri kiloan sehingga harga tanahnya membubung tinggi sekali saat ini.

Menarik sekali cara ditemukannya candi tersebut, tanpa sengaja ketika sedang mengali tanah untuk pondasi perpustakaan, tukang menemukan sebongkah batu berukir yang ternyata sebuah candi yang terpendam. Kemudian candi itu digali yang sampai saat ini belum diketahui siapa yang membangunnya. Dengan ditemfukannya candi itu terkuak sudah satu misteri yang selam ini belum terjawab. Di sebelah selatan ditemukannya candi tersebut ada sebuah desa bernama Tegal Manding yang sering disebut GalManding. Saya tidak sulit menebak asal kata nama desa itu. Pasti dulu di daerah situ banyak pohon Mlanding atau Lamtoro sehingga dipakai untuk memberi nama daerah tersebut. Seperti halnya kampung saya yang banyak pohon Cangkring-nya di pinggir kalinya kemudian dinamakan Cangkringan.

Selatan Desa Galmanding adalah Desa Candi. Dari dulu saya bertanya-tanya siapa yang iseng-iseng memberi nama candi, padahal tidak ada candi di daerah tersebut. Sekarang sudah terjawab, karena dulu kala ada sebuah candi yang saat ini ditemukan di area kampus UII. Desa candi tersebut sangat luas sehingga harus dipecah-pecah wilayahnya menjadi, Candi Tegal, Candi Dukuh, dan Candi Mendiro. Di tengah-tengah Desa Candi saat ini berdiri Pondok Pesantren yang cukup ternama di Jogja yaitu Pondok Pesantren Pandanaran. Pondok ini terkenal banyak melahirkan hafidz atau penghafal Al Quran.

Sebenarnya tanda-tanda ada candi di daerah itu sudah terlihat. Waktu saya masih kecil di pojok Desa Candi Mendiro yang ketika jaman kolonial didirikan sebuah pabrik blawu atau pewarna tekstil sehingga desa itu lebih terkenal sebagai desa mBabrik, terdapat sebuah arca Dewa Siwa yang cukup besar. Tapi saat ini sudah tidak ada, entah kapan hilangnya. Tidak hanya satu, seingat saya ada tiga.

Kebanyakan candi di Jogja adalah tempat ibadat agama Hindu yang didirikan pada jaman Mataran Kuno sekitar abad kelima. Jika ada candi tentunya dulu sekitarnya daerah penduduk yang ramai. Jika Candi Prambanan sebagai candinya keraton sebagai pusat pemerintahan maka banyak candi-candi kecil di sekitarnya sebagai candi daerah administratifnya.

Hidup ini memang tidak ada yang kekal. Berubah. Sejarah mencatat banyak sekali peradaban yang tertimbun. Mungkin bencana letusan gunung berapi purba yang menimbun, atau terjadi gempa bumi dahsyat. Artinya gempa bumi di Jogja pada bulan Mei 2005 bukan hal yang pertama. Candi Prambanan dulu juga pernah runtuh, bahkan sampai sekarang belum selesai dipugar. Terutama untuk komplek andi Sewunya. Yang dalam hikayat dibuat oleh Bandung Bondowoso yang keratonnya ada di Candi Boko yang terletak di atas bukit sebelah selatan Candi Prambanan. Dalam waktu semalam sebagai syarat bisa mempersunting Roro Jonggrang. Ketika akan berhasil Roro Jonggrang menyuruh dayang-dayangnya untuk menumbuh padi dan membakar damen (batang padi kering) sehingga ayam jago berkokok, mengira fajar telah menyingsing. Mendengar kokok ayam jago, seluruh jin anak buah Bandung Bondowoso yang sedang membangun candi ke seribu lari tunggang langgang. Gagallah Bandung Bondowoso menyunting Roro Jonggrang.

Bandung Bondowoso marah dengan ulah Roro Jonggrang, maka dikutuklah Roro Jonggrang sebagai arca sebagai ganti candi yang keseribu. Arca itu sampai sekarang masih ada di Candi Siwa yang paling besar di komplek Candi Prambanan. Arca yang sangat cantik dan molek, sayang hidungnya growang atau cacat karena marahnya Bandung Bondowoso mencuil hidung Roro Jonggrang yang sudah dikutuk menjadi arca. Anehnya ada bagian tertentu dari arca itu yang sangat halus karena dielus oleh ribuan wisatawan yang melihatnya. Bagian tubuh Roro Jonggrang itu agak sensitif untuk saya sebutkan. Jadi untuk menyakinkan silahkan Anda datang ke Candi Prambanan.

Mengapa sampai ada sebuah candi yang terkubur di kampus UII. Salah satu teori yang dikemukakan oleh ahli geografi Belanda, Van Bammelen berpendapat bahwa, kejayaan Kerajaan Mataran Kuno disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang sangat dahsat. Konon puncak Merapi sebelah Barat sampai hancur. Sampai sekarang puncak Merapi sebelah barat memang kelihatan growang atau tergerus. Karena besarnya letusan bagian Barat Merapi melorot mendorong lapisan tanah di sebelah Barat Daya, sehingga terjadi lipatan-lipatan yang sekarang ini dikenal sebagai Pegunungan Menoreh. Lapisan tanah yang terdorong melipat karena hampir sepanjang sisi selatan pulau Jawa adalah bukit kapur yang dahulunya berada di dasar laut, kemudian terangkat naik menjadi bukit yang disebut plato. Plato Selatan Jawa adalah terumbu karang raksasa yang terangkat. Panjangnya dari Bukit Betiri, Pacitan, Trengalek, Wonogiri, Gunung Kidul, kemudian tengelam di Parang Tritis. Puncak tenggelamnya Plato di Parang Tritis berupa sebuah batu kapur yang saat ini menjadi objek wisata ziarah dikenal sebagai Parang Kusumo.

Selain mendorong lapisan tanah, letusan Gunung Merapi juga menghamburkan bejuta-juta kubik pasir dan batu-batu besar. Hamburan itulah yang menimbun peradaban saat itu, termasuk candi yang ditemukan di kampus UII. Rasanya masih banyak artefak lain yang tertimbun dan sampai saat ini belum diketemukan. Akan tetapi bukti itu sudahlah cukup untuk kita sadari betapa kecilnya peradaban manusia dalam sejarah perjalanan alam semesta.

Hidup di dunia ini hanya sementara. Mampir ngombe atau hanya sekedar mampir minum untuk kemudian melanjutkan perjalanan panjang yang sebenarnya. Masih ada kehidupan yang kekal sebagai tujuan utamanya. Jadi kita harus cerdas menikmati hidup yang hanya sementara ini untuk mencari bekal di kehidupan yang kekal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun