Akan tetapi, tidak mudah bagi seorang pengajar untuk memberikan pendidikan karakter terhadap siswanya. Bukan tanpa alasan, nalar mereka masih dalam taraf pembelajaran sehingga, seorang pengajar harus bekerja ekstra keras untuk memoles karakter siswanya. Hal ini tentu akan berdampak positif ketika mereka sudah meninggalkan bangku sekolah dasar dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Tanggungjawab bersama
Persoalan terkait pendidikan karakter tidak bisa jika hanya mengandalkan satu pihak saja. Harus ada kerja sama seluruh elemen untuk bisa membentuk kepribadian seorang anak. Ki Hajar Dewantara sendiri mengklasifikasikan 3 pilar pendidikan anak, yaitu keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Di ketiga tempat itulah karakter anak dibangun.
Berdasarkan teori Tabularasa, anak yang baru lahir itu ibarat kertas putih yang bisa diwarnai apa saja. Ayat Alquran pun menjelaskan bahwa anak yang baru lahir, akan menjadi Islam, Nasrani, Majusi, atau Yahudi tergantung pendidikan yang akan diberikan.
Ketiga komponen inilah yang akan membangun karakter anak. Karakter anak juga akan terbentuk oleh komponen yang paling dominan. Jika pendidikan di dalam keluarga begitu dominan terbentuk dalam karakter anak, maka pengaruh lingkungan dan lembaga pendidikan kurang memberikan efek yang besar. Begitu juga bila pengaruh lingkungan yang kuat, maka pendidikan dari keluarga dan lembaga pendidikan akan sedikit saja pengaruhnya.
Jadi, tidak ada lagi alasan untuk memvonis karakter anak berdasarkan satu pihak saja. Orangtua sebagai pengajar di rumah, guru sebagai pengajar di sekolah dan lingkungan sekitar tempat tinggal juga harus mempunyai sinergitas yang sama.
  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H