Selain kita bisa belajar,dan mengenal para Bupati Bekasi dari masa ke masa; kita juga bisa belajar tetang sejarah Kerajaan Tarumanagara di dalam museum Gedung Juang 45 Bekasi.
Dan di bagian tengah ruangan kita akan di perliahatkan sejarah dari Kerajaan Tarumanagara yang di mana kita bisa belajar, dan mengetahui asal dari kerajaaan Tarumanagara yaitu sebagai berikut.
- SEJARAH KERAJAAN TARUMANAGARA
- AWAL BERDIRINYA KERAJAAN TARUMANAGARA
Para ahli sejarah setujuh bahwa di pulau jawa lah awal mulanya berdiri kerajaan tarumanagara. Kerajaan tarumanagara adalah salah satu bentuk pengaruh kebudayaan India dari sistem politik, dan sistem sosial. Dari sumber para ahli sejarah yang cukup terbatas, baik sumber dalam negeri (Prastasti, dan Artefak lainnya) mau pun dari luar negeri (dari negara China), di perkirakan bahwa kerajaan Tarumanagara tersebar di wilayah Jakarta, Pandeglang (Banten), Bogor (Jawa Barat).
- DAERAH KEKUASAAN KERAJAAN TARUMANAGARA
Raja purnawarman merupakan salah satu raja Tarumanagara yang dituliskan dalam sumber-sumber yang telah di temukan, khususnya beberapa prastasti peninggalan Tarumanagara meninggalkan prastasti sebanyak tujuh buah. Ketujuh prastasti peninggalan  kerajaan Tarumanagara adalah Prastasti Tugu, Prastasti Ciaruteun, Prastasti Pasir Awi, Prastasti Jambu atau Koleangkak, Prastasti Muara Cianten, Prastasti Kebon Kopi, dan Prastasti Cidanghiang. Sebaran Prastasti tersebut itu bisa di jadikan bukti bahwa itulah daerah kekuasaan kerajaan Tarumanagara.
Dan masih banyak lagi sejarah yang di tampilkan di museum Gedung Juang 45 Bekasi, maka karena itu liburan wisata belajar di akhir pekan yang cocok untuk pelajar seperti kita ini untuk berkunjung, dan belajar sejarah-sejarah yang ada di museum Gedung Juang 45 Bekasi. Bukan hanya sejarah dari kerajaan tarumanagara yang di tampilkan di museum ini; ada pula di bagian ruang selanjutnya yang akan menampilkan sebuah sejarah Bekasi seperti berrikut.
- BEKASI DI BAWAH KERAJAAN SUMEDANGLARANG
- BEKASI DI BAWAH PENGARUH MATARAM
Esksistensi dari kerajaan Sumedanglarang tidak berlangsung lama di karenakan pengganti Prabu Geusan Ulun, yakni Pangeran Suriadiwangsa memilih menyerahkan diri kepada ke Sultan Agung dari kesultanan Mataram. Tindakan tersebut di sebabkan oleh posisi Sumedanglarang yang terhimpit oleh Kesultanan Banten, dan Kesultanan Cirebon, serta VOC di Batavia. Dengan penyerahan diri itu, seluruh wilayah kerajaan Sumedanglarang secara resmi berada di bawah kekuasaan kesultanan Mataram. Untuk menjalankan roda pemerintahan di wilayah yang sekarang namanya Priangan itu, penguasa Mataram mengakat Pangeran Suriadiwangsa sebagai Wedana Bupati Priangan dengan gelar Rangga Gempol.
- SERANGAN MATARAM KE BATAVIA
Pengangkatan Dipati Ukur sebagai Wedana Bupati Priangan juga didasarkan atas ke sanggupan dirinya merebut batavia dari VOC. Dalam kaitanya dengan serangan Mataram ke Batavia, Bekasi merupakannsalah satu pemasok logistik bagi pasukan Mataram. Serangan ke Batavia dilaksanakan pada 1628 di bawah pimpinan Dipati Ukur yang di bantu oleh Senopati Mataram, Temanggung Bahureksa. Dari peta serangan Mataram ke Batavia, diketahui posisi Dipatu Ukur berada di sebelah timur Kastil Batavia. Tanpa bantuan pasukan Temanggung Bahureksa yang terlambat tiba, pasukan Dipati Ukur menyerang Kastil Batavia, tetapi mengalami kekalahan. Ketika Temanggung bahureksa tiba di sekitar batavia, pasukan VOC sudah dalam posisi menyerang sehingga ambisi Sultan Agung menguasai Batavia mengalami kegagalan.
Bukan hanya sejarah Bekasi saja yang di tampilkan oleh museum Gedung Juang 45 Bekasi ini, ada pula sejarah mitos adat Sunda, dan Jawa yang takan akur ketika melakukan pernikahan antara Adat Sunda, dan Jawa yang di sejarahkan di Pasundan Bubat. Pasunda Bubat ini di perlihankan di bagian ruang tengah selanjutnya sesudah Serangan Mataram ke Batavia.
- SEJARAH PASUNDA BUBAT
Pada masa kerajaan Galuh, terjadi peristiwa (Pasunda-Bubat) Yang dari keinginan Raja Hayam Wuruk (Maharaja Majapahit) untuk mempersunting Dyah Pitaloka (Citraresmi), putri Prabu linggabuana (Maharaja Galuh). Untuk maksud itu, Prabu Linggabuana, Dyah Pitaloka, dan pembesar kerajaan lainnya, pergi ke Majapahit dengan menyelusuri sungai Cimanuk. Setibanya di muara sungai, rombongan melanjutkan perjalanan ke Majapahit dengan menggunakan lajur laut.
Setibanya di Bubat, Mahapatih Gajah Mada di perintahkan oleh ibu suri Majapahit untuk menerima Dyah Pitaloka sebagai persembahan, bukan sebagai permaisuri. Tindakan itu di tolak oleh Prabu Linggabuana karena pernikahan putrinya dengan Raja Hayam Wuruk merupakan pernikahan agung. Akibatnya, rombongan kerjaan Galuh di serang pasukan Elit Majapahit. Prabu Linggabuana, Dyah Pitaloka, dan pembesar kerajaan  laiu gugur di Bubat.