Masih berhubungan dengan musibah jatuhnya pesawat Air Asia QZ-8501, akhir-akhir ini ramai diibicarakan di seluruh media terkait dengan “pilot briefing”. Seperti biasa, beritanya menjjadi rancu dan melebar kemana-mana, ada yang benar ada yang separo benar dan ada yang salah.
Ada seorang penerbang yang mengirim surat terbuka, sampai-sampai menteri perhubungan RI Bapak Ignasius Jonan ikut memperhatikan hal yang sangat teknis terkait dengan pilot briefing.
Briefing terkait dengan informasi pra-penerbangan, yang dahulu dilakukan dengan face-to-face antara pilot/crew yang ditunjuk untuk itu dengan petugas AIS/Briefing Officer (AIS Briefing) atau petugas Meteorologi (MET Briefing), berkembang menjadi “self briefing” dalam bentuk dokumen yang disebut dengan Pre-flight Information Bulletin (PIB) yang terdiri dari satu set bulletin dokumen penerbangan yang berisi informasi penting terkait keselamatan operasi penerbangan.
Meskipun self briefing dimaksudkan untuk menggantikan face-to-face briefing, namun jika ada hal-hal didalam PIB dan dokumen penerbangan tentang meteorologi yang belum dimengerti oleh pilot maka face-to-face dan/atau telpon boleh dilakukan.
Seperti yang telah saya uraikan dalam tulisan terdahulu bahwa sebelum melaksanakan penerbangannya, seorang pilot wajib mendapatkan tiga hal:
Membuat proposal rencana penerbangan dan/atau perubahannya
Memperoleh informasi Notice To Airmen (NOTAM) dan informasi aeronautika lainnya yang relevan dengan penerbangannya;
Memperoleh informasi tentang cuaca / meteorolologi.
Sejalan dengan berkembangnya teknologi informasi / internet, maka di banyak negara saat ini ketiga elemen diatas sudah dapat diakses via internet / web dengan sistem “one stop shop”, artinya dengan membuka satu alamat web kita sudah dapat mengakses sekaligus tiga elemen informasi yang wajib didapat oleh pilot sebelum terbang.
Informasi Penerbangan via Internet.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara c.q Sub-Direktorat Manajemen Informasi Aeronautika sudah mulai memanfaatkan web untuk menyebarkan informasi dengan alamat http://aimindonesia.info
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai institusi yang bertanggung jawab atas informasi meteorologi juga sudah dapat diakses melalui http://aviation.bmkg.go.id
Namun kembali saya ditekankan bahwa masing-masing sistem tersebut masih berdiri sendiri-sendiri belum terintegrasi.
Perum LPPNPI cabang Jakarta Air Traffic Service Centre (JATSC) telah menerapkan internet briefing untuk mengintegraskan informasi pelayanan lalu lintas udara dan informasi aeronautika dengan alamat http://www.aim-jakarta.co.id
Meskipun di internet briefing JATSC saat ini baru NOTAM saja yang sudah di implementasikan dan pengisian rencana penerbangan via internet masih dalam masa uji coba, lebih lanjut sistem ini dapat ditingkatkan untuk mengintegrasikan informasi meteorologi, walaupun semuanya masih dalam bentuk text.
Internet briefing di LPPNPI cabang JATSC ini dapat dikatakan sebagai embrio untuk menuju pelayanan informasi pra-penerbangan terpadu yang dapat menampilkan peta dan grafis sama seperti yang telah diimplementasikan oleh negara-negara lain.
Aeronautical Information Management (AIM)
Memang perubahan dari pelayanan manual ke otomasi / internet pasti memerlukan transisi yang matang, oleh karena itu tahun 2009, Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) menerbitkan dokumen “(ICAO Transition from Aeronautical Information Services (AIS) to Aeronautical Information Management (AIM)” untuk memberi panduan bagi negara anggota bagaimana mengelola transisi dari pelayanan manual ke pelayanan digital.
Better late than never, oleh karenanya kita di Indonesia harus mengejar ketertinggalan kita dalam transisi dari AIS menuju AIM. Tugas berat yang harus diselesaikan segera adalah konsolidasi data aeronautika dan data meteorologi diseluruh wilayah Indonesia untuk dikonversi kedalam struktur data standar yang telah ditetapkan oleh ICAO.
ICAO Regional Asia/Pacific pada pertemuan Asia/Pacific Air Navigation Planning and Implementation Regional Group ke 25 (APANPIRG/25) tanggal 8 – 11 September 2014 di Kuala Lumpur - Malaysia, memberi target untuk Phase 1 (consolidation) dan Phase 2 (going digital) transisi dari pelayanan informasi penerbangan manual ke digital / otomasi dapat diselesaikan oleh negara anggota ICAO pada akhir Nopember 2015.
System Wide Information Management (SWIM)
Ketika kita di Indonesia masih sibuk mengejar ketertinggalan dalam proses transisi dari Aeronautical Information Service (AIS) menuju Aeronautical Information Management (AIM), tetangga kita di selatan (AirServices Australia) dan di utara (Civil Aviation Authority of Singapore dan AeroThai), bersama dengan mitra Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan di Amerika (Nav Canada) dan di Eropa (Nav Potugal) telah meluncurkan proyek Mini Global Demontration menggunakan System Wide Information Management pada Oktober 2014 yang lalu.
Apakah SWIM? Diprakarsai oleh Federal Aviation Administration (FAA) Amerika dan EUROCONTROL di Eropa, Secara singkat SWIM dapat disebut sebagai integrasi pertukaran data Informasi Penerbangan menggunakan struktur data standar Flight Information Exchange Model (FIXM), Aeronautical Information Exchange Model (AIXM dan Weather Information Exchange Model (WXXM) yang memungkinkan tidak hanya data berupa text namun juga grafis/peta/gambar dapat dipertukarkan.
Mini Global SWIM demontration dimaksudkan untuk mempertukarkan informasi dengan standar yang sama antara Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan dan Operator baik Maskapai Penerbangan maupun industry penerbangan di seluruh dunia untuk mendukung “seamless interoperabilities” dan harmonisasi.
Tujuan Mini Global SWIM adalah untuk;
1. Mendemontrasikan pertukaran dan applicability global exchange model ke komunitas yang lebih luas;
2. Mengevaluasi bagaimana standar yang dipakai akan compatible untuk system yang beragam;
3. Mengidentifikasi kemungkinan keuntungan yang akan didapat dari harmonisasi dan pertukaran stadar informasi; dan
4. Mendukung validasi ICAO Flight and Flow – Information for a Collaborative Environment (FF-ICE)
Sudah bukan waktunya lagi face-to-face briefing;
Mencermati perkembangan bagaimana informasi penerbangan dapat di akses saat ini dan yang akan datang, maka face-to-face briefing kepada stake holder dan pengguna jasa penerbangan sudah bukan waktunya lagi dilakukan oleh Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan karena kontradiksi dan kontra produktif dengan semangat ICAO, terkecuali di bandara-bandara kecil yang belum ada jaringan sistem otomasi untuk menyalurkan berita penerbangan.
Namun, face-to-face briefing oleh Flight Operation Officer (FOO) / Flight Dispacther kepada penerbang masih dimungkinkan oleh maskapai penerbangan yang besar karena tidak mungkin dengan jumlah penerbang yang banyak dengan waktu yang terbatas dapat mendapatkan informasi penerbangan yang jumlahnya sangat banyak dan harus dipilah-pilah untuk masing-masing rute penerbangan. Tugas FOO / Flight Dispatcher sebagai legal representative yang harus mendapatkan semua informasi penerbangan yang diperlukan untuk disampaikan dan dijelaskan kepada penerbang.
“The right digital information, at the right place and the right time”
Budiyono Richwan
Pengamat Informasi Aeronautika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H