Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

In Memoriam: Ibu Ani Yudhoyono

2 Juni 2019   20:56 Diperbarui: 2 Juni 2019   21:12 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika iring-iringan jenazah itu memasuki jalan tol. Orang-orang di sepanjang jalan, orang-orang di jembatan penyeberangan berdiri tertegun. Mereka menundukkan kepala memberikan penghormatan terakhir kalinya. Tanpa suara. Mereka mengeja dari dalam lubuk jiwa. Untuk keharuman Flamboyan yang telah pergi selamanya.

Siapa lagi yang akan kau rindukan, Indonesia?

Siapa lagi yang akan menatap wajah anak-anak penuh kasih dan sayang saat esok hari tiba?

Ramadhan 1440 H hampir berakhir. Ketika banyak orang berjubel-jubel mencari cara untuk bisa mudik. Ia mendapati dirinya sendiri harus pulang. Angin dari Negeri Tumasik yang berhembus tenang pada Ramadhan hari ke-27 itu, membawanya pulang kepada keabadian yang hakiki.

Ramadhan Karim. Siapa sesungguhnya yang lebih beruntung, Indonesia?

Kita yang masih berdiri dengan beragam mimpi tak pasti, ataukah Flamboyan itu yang telah kembali ke haribaan ibu pertiwi?

Dua hari ini hening. Hanya suara Talqin Dzikrullah berkumandang di Puri Cikeas dan seluruh penjuru tanah air. Dialunkan sendu dan syahdu agar tidak membangunkan Sang Flamboyan dalam tenang peraduan. Lalu siapa pula yang sesungguhnya takut menghadapi kematian sebagai sebuah keniscayaan?

Engkaukah yang takut kehilangan, Indonesia?

Atau barangkali kita yang tak pernah siap benar untuk ditinggalkan?

"Setiap dari kita akan berpulang menyatu dengan tanah. Saat itu datang, nilai-nilai yang ditinggalkan manusia sepanjang hidupnyalah yang mengharumkan pengistirahatannya yang terakhir." Begitu telah ditulisnya dalam buku Kepak Sayap Putri Prajurit tahun 2010. Flamboyan itu.

Bukankah itu al Insanul Kamil yang memahami utuh dirinya, Indonesia?

Flamboyan memukau yang tak ingin diberati tujuan-tujuan hidupnya.

Ia hanya ingin ada untuk negeri ini. Membangun Lima Pilar Indonesia (program Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Hijau, Indonesia Kreatif, dan Indonesia Peduli). Flamboyan itu sekecil apapun ingin berarti, walaupun banyak yang enggan mengakui. Satu hal pasti, apapun yang telah diawalinya akan lebih panjang dari masa hidupnya.

Tuntas tidak tuntas. Tidakkah engkau ingin meneruskannya, Indonesia?

Bukankah ia bagianmu dan engkau juga bagian dari Nation State spirit berbangsa dan bernegara yang menjadi gagasannya selama ini?

Di pojok-pojok kampung, diantara deru kebisingan kota, hari ini banyak orang akan belajar tentang sesuatu yang berharga. Atas Flamboyan yang telah pergi, Indonesia harus bisa memetik arti. Indonesia yang memiliki jati diri. Indonesia yang tak boleh menunggu hingga kehilangan lagi untuk menyadari bahwa sesuatu itu sangatlah berarti.

Sebab siapa lagi akan bisa kau rindukan, Indonesia?

Siapa lagi yang akan menatap wajah anak-anak penuh kasih dan sayang saat esok hari tiba?

In Memoriam: Hj. Kristiani Herrawati, S.IP (Ani Yudhoyono). Indonesia (6 Juli 1952 -- 1 Juni 2019). Dari pelukan Sang Pecinta, kembali kepada Yang Maha Cinta.

Wonosobo, 2 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun