Mendengar Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) memohonkan doanya via akun Instagram yang ia punya sungguh membuat saya terharu. Haru dan bangga. "Saya dan keluarga besar memohon doa dari teman-teman, agar Ibu Ani dapat diberi kesembuhan dari sakit kanker darah, dan dapat kembali menjalankan kegiatan sehari-harinya di tanah air," begitu diucapkannya. Tulus dan kuat.
Ingatan saya kemudian melayang saat kami merawat ibu kami (almarhumah) yang dulu juga mengidap penyakit kanker, tepatnya kanker rahim. Lintang pukang kami mencari cara penyembuhan, hingga bingung mengatasi perawatan biaya medis. Pada akhirnya kami memilih perawatan herbal dibanding kemoterapi yang biayanya tak terjangkau.
Itu hari-hari kami mengolah kekuatan untuk kesembuhan ibu. Menumbuk kulit manggis dan daun mimba untuk diekstrak dalam kapsul, membuka asma air zam-zam dengan menyelam ke dalam air, dan sebagainya. Tiga bulan mengupayakan apa saja sampai kondisi ibu terlihat normal.
Ajibnya kanker yang tadinya stadium 3,4 pada saat check medis tiga bulan kemudian sudah menjadi 0,04. Kami tidak tahu obat mana yang paling menyembuhkan, tetapi satu hal kami mempercayai kesembuhan berasal dari Allah. Ibu kami kembali normal.
Tetapi kanker bukanlah penyakit biasa. Cara menyapihnya melebihi bayi. Sebulan kemudian dagangan ibu kami diterjang angin lisus. Kejadian itu membuatnya shock dan kondisinya kembali tak stabil. Saat itulah kanker kembali menyerang, hingga ibu kami benar-benar lumpuh. Dokter berkata tak ada peluang kesembuhan melalui medis.
Maka yang berlaku adalah perjuangan spiritual. Kami percaya hidup mati di tangan Allah. Akan tetapi perjuangan mempertahankan hidup adalah juga keyakinan dalam mengemban amanah hidup anugerah-Nya juga.
Itu seperti perjuangan melintasi kobaran api, menembus alam tak kasat indrawi, tarik menarik dengan terus menyambat doa demi mempertahankan hidup ibu kami.
Hingga seorang alim tiba-tiba mendatangi rumah kami. Ia merangkul saya. Dan berkata, Kanjeng Nabi itu kekasihnya Allah, tetapi beliau juga harus menjalani rumus kepastian. Tahulah saya. Tiba saat kami harus merawat ibu kami dengan kasih sayang.
Dan hari ini saya melihat foto di atas itu. Foto pak SBY dan ibu Ani Yudhoyono. Saya pikir itulah foto pak SBY terbaik, bahkan dibanding saat saya mengenalnya sebagai seorang Presiden.
Perkasa. Kokoh dan berwibawa, menggenggam tangan ibu Ani yang tengah duduk di atas kursi roda. Saya bayangkan ibu Ani tengah berkata, "Tangan bapak kuat sekali."
Saya tidak sedang ingin menangis untuk itu. Kita semua telah berjuang untuk mengatasi kesulitan itu, sakit itu, derita itu. Semenderita-menderitanya kita masih perih rasa menderita dari seorang ibu yang ingin mendampingi suami, anak, dan cucu-cucunya yang lucu.
Maka ijinkan saya mendampingi AHY menguatkan permohonannya untuk yang mulia, yang terkasih, Ibu Ani Yudhoyono..
Semisal ada kebaikan yang pernah saya lakukan, yang Allah berkenan menerimanya sebagai sebentuk amal. Semoga Allah berkenan memberikan ridla-Nya dan menghadiahkannya untuk kesembuhan ibu Ani Yudhoyono. Agar kembali pulih dan sehat seperti sediakala.
Allahumma Rabbannaasi adzhibil ba'sa wasy fihu. Wa Antas syaafi, laa syifaa-a illa syifaauka, syifaa-an laa yughaadiru saqoma. Ajibna Yaa Allah Yaa Mujiibussailin.
Wonosobo, 31 Mei 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H