Mendedah apa makna Serayu sejatinya adalah mengkaji filosofi kehidupan itu sendiri. Sungai-sungai diciptakan sebagai urat nadi peradaban, sama seperti sungai-sungai lainnya di belahan bumi ini, Serayu juga diciptakan menjadi urat nadi bagi kelangsungan hidup masyarakat yang dilewatinya. Dan tak jauh beda dengan fungsi urat nadi dalam tubuh kita, kalau sampai terputus ya matilah kita. Mati yang tidak hanya koma, namun juga matinya kehidupan secara universal.
Hulu mata air Serayu yang berpangkal di tanah tinggi Dieng barangkali benar hanyalah setitik cikal dari sebuah daerah aliran sungai yang kemudian terus membesar dan membesar melewati lembah Sitieng, Siwatu, Prigi, dan seterusnya. Namun sebuah sungai, fungsinya tidak hanya mengalirkan air untuk mencukupi kebutuhan masyarakat agraris yang berdiam di sekitarnya, ia adalah juga bejana alam untuk menampung limpahan hujan yang mengembung di wilayah perkotaan.
Sejarah mencatat, disekitar ABAD KEDELAPAN DI WILAYAH DI-HYANG (DIENG JAMAN DULU) TELAH TERBENTUK SEBUAH POLA KEBUDAYAAN YANG BERNAMA TANIMBALA. MAKNANYA MASYARAKAT YANG TELAH MENGGEMBALAKAN, MENG-ANGON, MENGOLAH MATA PENCAHARIANNYA DENGAN SISTEM BERTANI, BERCOCOK TANAM. Itu artinya sejak jaman dahulu masyarakat sekitar Serayu telah melek fungsi lahan sungai tidak hanya sebatas sebagai penampung resapan air, namun juga mengoptimalisasikannya guna hajat hidup yang lebih krusial.
Menjadi tidak masuk akal kalau kita yang ngakunya sudah modern dan lebih pintar ketimbang masyarakat jadul tersebut, justru hanya meletakkan posisi Serayu hanya sebatas sebagai penanda dalam sebuah peta geografis. Tambah keranjingan lagi kalau kita juga menempatkan Serayu sebagai lumbung ikan tak bertuan hingga sesiapa boleh dan enak saja main setrum lalu memanen ikan secara semena-mena.
Serayu harus dijaga. Sama seperti fungsi urat nadi, sama seperti sungai-sungai lainnya, alam juga memiliki kehidupan. Banyu iku urip, kali iku urip, lemah iku urip, gunung iku urip. Dalam kitab juga dituliskan bagaimana gunung-gunung itu juga bertasbih memuji Sang Pencipta, demikian halnya juga dengan keberadaan sungai. Hingga tak salah kalau dalam kitab Tao, LAO-TSE MENULIS :”BARANGSIAPA MENABUR KEBAIKAN DI SUNGAI, MAKA SUNGAI AKAN MEMBALASNYA DENGAN KEBAIKAN PULA.”
Sungai yang terawat tidak hanya membuat ekosistem tetap terjaga, ia juga akan memberikan kemakmuran berupa banyak ikan yang bisa dinikmati oleh siapapun. Itulah perlunya, di beberapa wilayah banyak tokoh adat mengajak dan mengajarkan para penduduk sekitar sungai untuk melakukan prosesi tabur benih. Intinya kearifan lokal tidak lalu mengajak kita untuk tabur syukur pada sanghyang penunggu sungai, namun lebih dari itu, semuanya mengajarkan agar kita tidak larut dalam kesenangan hidup dan menjadi tamak. Mengeksploatasi alam tanpa pernah mau merawatnya.
SERAYU, KONON BERASAL DARI KATA SIRR DAN RAHAYU. SIRR MAKNANYA JANTUNG, HATI, ATAU KEHENDAK, RAHAYU BERMAKNA KASAMPURNANING URIP, KESEMPURNAAN HIDUP, SENTOSA. SIRR-RAHAYU ATAU SERAYU BERARTI KEHENDAK HATI ATAU PRALAMBANG MENUJU KESEMPURNAAN HIDUP.
Serayu juga bernyawa, tapi ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya nyawa yang hilang di bantaran kali lalu dianggap sebagai Serayu minta tumbal. Tetua-tetua jaman dulu memang menempatkan alam pada posisi yang keramat, namun tujuan sebenarnya agar kita mau menghargai kelangsungan alam. ‘Mbah kyai dan nyai Serayu’ itu yang memberi petak-petak sawah dan tegalan kecukupan minum. Airnya yang bersih juga bisa menyediakan fungsi MCK secara umum. Aromanya yang mistis juga bisa menjadi transmedia buat mereka yang kepingin ngalap berkah jadi orang sukses dengan mandi kungkum di sepanjang hilirnya. Itu sebabnya aturan tak tertulis daerah aliran Serayu melarang main-main pacaran di sepanjang sungainya, apalagi hohohihe sama yang bukan muhrimnya.
Begitulah Serayu, kearifan hayati yang mengalir sampai jauh. Mengaliri wilayah Wonosobo, Banjarnegara, Banyumas sampai laut selatan. Ia tidak hanya menjadi memorabilia bagi siapapun yang pernah mensinggahinya, ia adalah juga masa depan bagi kelangsungan kehidupan alam semesta adanya. SEBUAH SUNGAI YANG BERARTI URAT NADI, YANG BERAWAL DARI PEGUNUNGAN YANG BERMAKNA KESEIMBANGAN, DI ANTARA TLATAH BANYAK CANDI YANG MENJADI SPIRIT YANG MENGHUBUNGKAN ANTARA MAHLUK DAN SANG MAHA PENCIPTA JAGAT RAYA.
Wonosobo, 11 Oktober 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H