Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Momen yang Berat Untuk Mengambil Sikap Netral

12 Juni 2014   05:53 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:08 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PILPRES 2014 ini adalah benar-benar momen yang berat bagi saya untuk mengambil sikap netral. Barangkali benar bahwa saya hanya orang kecil yang pantasnya mengurusi memberesi rupeknya tuntutan kebutuhan hidup lebih dulu semata, ketimbang ikut memikirkan hal-hal yang berkaitan dengan suksesi kekuasaan. Nalar aktifnya benar, tapi bagaimana jika kemudian muncul serangkaian fakta yang kemudian tidak hanya berpotensi merusak sistem kerja bernegara seperti ini.

LSM Institut Sadar Nalar (INSAN) Wonosobo yang mencoba menakar pilihan birokrasi Wonosobo dalam Pilpres 2014 kali ini mendapatkan hasil survey menohok. 12 dari 14 koresponden yang ditanya menjawab lebih suka Capres nomor 1 yang jadi Presiden. Sebenarnya mau memilih Prabowo atau pun Jokowi adalah hak bagi siapapun yang sudah memiliki hak pilih. Persoalannya, alasan utama mereka lebih memilih Prabowo adalah ketakutan kalau Jokowi yang jadi presiden akan membuat mereka bisa-bisa tidak punya kesempatan lagi mendapatkan srimpilan!

Ini sungguh tidak lucu, tidak elok, dan sangat tidak beradab. Anda boleh cengar-cengir. Tapi pasti lebih cengar-cengir lagi surveyor yang lalu membatalkan survey lanjutan. Ini nyata dan fakta sepenuhnya.

Membaca pilihan siapa yang akan jadi presiden, siapa yang akan menang lurah, siapa yang akan jadi gubernur, bupati dan sebagainya, bukan sesuatu yang sulit di lingkungan gunung tempat kami berada. Yang paling susah adalah menahan diri untuk tidak ikut terlibat apa-apa ketika orang ramai saling membuli, saling menggunggulkan, sementara jawaban pastinya sudah ada di tangan. Tidak cuma menyusahkan, sekali waktu juga terasa sedikit membuat kita merasa menderita.

Dan hasil lipsus LSM INSAN di atas jelas-jelas memuat saya makin menderita. Mau marah nggak bisa, mau benci ya apa gunanya. Lhah iya. Bagaimana saya bisa marah pada orang-orang seperti itu orang yang membayar mereka juga negara. Mau benci seperti apa ya apalah gunanya.

Pilihan beberapa kelompok, organisasi, parpol dan golongan lain-lainnya kenapa kemudian memihak pada sosok Prabowo akhirnya bisa saya mengerti, dan keberpihakan massa ramai pada Jokowi juga menemukan personifikasinya di sini. Keduanya adalah ikon, dari rasa dan kesamsaraan manusia jati.

Rasa-rasanya hanya naif juga kalau saya berharap pada Presiden, Gubernur, atau Bupati untuk sedikit mencubit perilaku birokrasi seperti di atas. Yang paling mungkin adalah mencatat nama-nama birokrat yang gemar melakukan tindakan deviasi terhadap kebijakan dalam bernegara, menaruhnya dalam list korp bermasalah yang perlu dimutasi dan menyerahkannya pada pemerintahan baru terbentuk. Itu artinya, sekarang silakan siapapun boleh tidak bersikap netral, namun satu hal pasti, sebagai bagian dari warga bangsa saya juga tidak ingin cita-cita republik ini gagal hanya disebabkan sikap birokrat yang korup karena secara sistem terlindungi.

Jabat erat Indonesia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun