Mohon tunggu...
Yoyok Suharto SE MM
Yoyok Suharto SE MM Mohon Tunggu... Motivator dan Life Coach -

Yoyok Suharto adalah seorang motivator yang mengkhususkan pada bidang Harmonisasi Kerja para pegawai dan persiapan Pensiun Bahagia, Selain sebagai Motivator, Yoyok Suharto adalah seorang Master of Spiritual Life serta pengusaha Batik Kumoro Joyo yang beralamatkan di jalan lowanu No. 8 Yogyakarta. Yoyok Suharto juga merupakan seorang pengasuh Majelis Ta'lim Al Furqon Yogyakarta serta sebagai pengasuh komunitas Suluk Sastra Gending Mataram. Disela sela kesibukannya selalu menyempatkan waktu untuk menulis artikel yang berkaitan dengan pembentukan karakter Manusia untuk menjadi pribadi yang lebih mulia. Yang saat ini dapat diakases melalui website www.yoyoksuharto.com .

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa Ramadhan Merupakan Refleksi Nafsu Mutmainah (Part 1)

25 Mei 2018   05:00 Diperbarui: 26 Mei 2018   11:06 1517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa diantara kita mungkin telah mengenal dan mungkin juga masih ada yang belum  mengenal  tentang jiwa (nafs)  dalam diri kita.  Nafsu yang bersemayam di dalam qolbu kita memiliki beberapa tingkatan mulai dari nafsu amarah, lauwamah, sufiah dan mutmainah. Untuk mencapai tataran jiwa yang tenang atau nafsu mutmainah diperlukan berbagai treatment khusus dalam waktu yang tidak singkat, membutuhkan pemahaman ilmu yang benar dalam bimbingan seorang guru yang murobbin serta mampu mengaplikasikan dalam kehidupan seharai-hari. 

Tataran jiwa  ke empat yang ingin dicapai dalam proses tazkiatun nafs adalah  nafsu mutmainah atau jiwa yang tenang.  Derajat tersebut  dapat diraih tatkala seseorang telah mampu melalui proses nafsu sufiah (jiwa yang mendapatkan inspirasi) . Jiwa yang tenang atau nafsu mutmainah memiliki beberapa indikator yang    kita  rasakan secara langsung  pada diri pribadi,  bahkan dampak ketenangan tersebut juga dapat dirasakan oleh orang lain.  Beberapa Indicator tersebut antara lain :

  • Ketenangan panca indra (fisik) Ketenangan secara fisik merupakan pancaran dari hati nurani yang penuh ketenangan pula. Jiwa yang tenang dapat  mengapresiasikan sikap dan perilaku  yang penuh kasih sayang terhadap sesama dan juga alam semesta.  Hati yang tenang akan memancarkan aura keteduhan  pada wajah seseorang. Tak hanya itu,  bahkan panca indrapun akan bekerja secara terkendali dan hanya untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang dapat menjadikan ketenangan pada diri sendiri maupun orang lain.  Misalnya, Karunia Allah yang sangat besar kepada kita yang  berupa mata, telinga hanya kita dimanfaatkan untuk melihat dan mendengarkan hal-hal yang baik,  membaca ayat-ayat kauniyah Allah yang dapat  menambah ketakjuban kita  terhadap kebesaran Allah sehingga menambah kekuatan iman kita  terhadap Allah SWT. Selain itu dari panca indera yang terkendali akan selalu terlahir kalimat-kalimat yang baik dan menyejukkan, nasehat-nasehat bijak yang konstruktif dan menumbuhkan semangat untuk selalu berbuat kebaikan.
  • Ketenangan Pikiran Ketenangan pikiran dapat dicapai manakala seseorang,  pada posisi sadarnya mampu menempatkan pikiran pada gelombang  alpha dan theta. Dalam kondisi ini seseorang berada pada posisi relaks dan tenang sehingga ketenangan pikiran tercapai. Ketenangan pikiran merupakan sarana yang sangat penting bagi kita  agar selalu dapat  berpikir positif.  Energi positif yang dilepaskan dari pikiran positif akan direspon alam dan alam akan melakukan gerak atas energi tersebut dan selanjutnya mengembalikan kepada sumber awalnya, sehingga apa yang kita pikirkan menjadi kenyataan. Jiwa mutmainah memiliki posisi ketenangan pikiran yang senantiasa  menebarkan energi positif yang dapat  menciptakan kedamaian, kebahagian dan ketenangan pada diri sendiri, lingkungan serta  alam semesta. Ketenangan pikiran seseorang juga menjadi pondasi kearifan yang kuat dalam merespon berbagai permasalahan hidup serta  menjadi syarat kecukupan (Sufficient Condition)  keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap permasalahan yang dihadapi. Kemampuan menyesuaikan diri dan keberhasilan menyikapi permasalahan hidup dapat menentukan ketenangan dan kebahagiaan hidup seseorang, sehingga dapat hidup lebih baik dan produktif.
  • Ketenangan Jiwa  Ketenangan jiwa adalah suatu kebenaran yang dapat melahirkan akhlakul karimah pada diri seseorang. Ketenangan jiwa yang dicapai oleh seorang SALIK, akan memberikan kenikmatan yang luar biasa karena jiwa telah mengenal dan selalu bertaqarrub kepada Allah.  Dominasi rasa ikhlas yang total atas semua yang diterima dan dijalani tumbuh subur karena semata-mata hanya besarnya  rasa cinta kepada Allah SWT. Hal inilah yang dapat membawa kehidupan seseorang penuh dengan kebahagian, ketentraman dan kemaslahatan bagi umat.
  • Ketenangan Hati Ketanangan hati (tuma'ninah) merupakan hal yang sangat dibutuhkan setiap orang agar dapat menjalani hidup dengan baik. Lebih dalam lagi bahwa munculnya  gangguan dan penyakit jiwa karena hilangnya ketenangan batin seseorang. Jiwa mutaminah atau jiwa yang tenang akan selalu memiliki koneksi setiap saat dengan Allah secara intensif, sehingga senantiasa juga  menghadirkan ketenangan di dalam hati yang dapat  mendukung untuk menciptakan ketenangan pada aspek-aspek yang lain dalam kehidupan. Dengan demikian betapa pentingnya hadirnya ketenangan hati pada setiap insan. Agar hati kita menjadi tenang  perlu pembiasaan melakukan dzikrullah dalam setiap hembusan nafas kita. Karena dengan berdzikir kepada Allah atau selalu mengingat Allah akan mendatangkan ketenangan hati. Seperti disebutkan dalam Al-Qur'an Surat Ar-Ra'd : 28  yang  artinya   : "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". Ayat tersebut menunjukkan sebuah  potensi terapi untuk menuju tuma'ninah dan sakinah al qolb. Dapat disimpulkan bahwa hati yang tenang adalah hati yang selalu mengingat Allah dengan cara berdzikir.
  • Ketenangan berkomunikasi yang baik dan benar Komunikasi yang tenang, baik dan benar akan menghasilkan persepsi yang baik pula atas informasi yang disampaikan melalui komunikasi tersebut. Ketenangan berkomunikasi secara baik dan mampu menyampaikan yang benar hanya dapat terwujud manakala seseorang tersebut telah memiliki ketenangan dalam jiwanya. Timbulnya kesalahpahaman yang sering terjadi diantara sesama, karena  informasi tersebut disampaikan dengan bentuk dan intonasi serta kalimat yang kurang tepat sehingga  sering pula memicu permusuhan diantara sesama. Seseorang yang telah memiliki ketenangan jiwa lebih memiliki ketenangan dalam berkomunikasi dan cara yang lebih baik serta benar untuk  menyampaikan informasi terhadap sesama. Dengan ketenangan jiwa pula seseorang akan selalu menggunakan kalimat-kalimat yang lembut, bijaksana dan menyejukkan sehingga komunikasi terjalin dengan baik dan memunculkan simpati serta rasa  hormat terhadap sesamanya. Hasil akhir yang dicapai dari komunikasi seperti ini adalah sampainya informasi dengan baik dan solusi bijak dalam setiap permasalahan. 
  • Ketenangan Perilaku  Ketenangan perilaku selain menggambarkan sifat yang  arif  dan bijaksana dari  seseorang  juga mencerminkan ketenangan jiwa yang ada dalam dirinya. Ketenangan dalam berperilaku dapat  menciptakan ketenangan dalam  tatanan hidup bermasyarakat secara umum. Karena ketenangan  perilaku seseorang akan  menjauhkan dari sifat-sifat dan perilaku  arogan, sombong, ingin menang sendiri, menekan yang lemah, memaksakan kehendak terhadap orang lain dan sebagainya. Dengan ketenangan perilaku semua yang dilakukan hanya disandarkan atas rasa cinta kepada Allah serta  keikhlasan yang tinggi untuk mencapai kebaikan diri sendiri dan orang lain dengan penuh kasih sayang. Ketenangan perilaku  tersebut hanya dapat dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari  oleh seseorang yang telah memiliki ketenangan jiwa atau telah mencapai derajat "Nafsu Mutmainah".
  • Ketenangan Beribadah  Ketenangan beribadah sangat dibutuhkan agar kita benar-benar bisa merasakan  kelezatan beribadah dan bertaqarrub kepada Allah, serta benar-benar khusyuk dalam menjalankan ibadah yang diharapkan dapat meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Seseorang akan dapat menjalani ibadah dengan tenang  jika dalam hidupnya telah memiliki ketenangan dalam pikiran dan hati yang disertai dengan rasa ikhlas yang tinggi kepada Allah.  Sebagai contohnya ibadah sholat yang merupakan refleksi perasaan tunduk dan rendah dihadapan Allah, jika bisa kita jalankan  penuh dengan kekhusyukan, maka akan mendatangkan suplai energi untuk kekuatan iman dan hati yang akan mendatangkan kebahagiaan dan kenikmatan bagi kita. Dengan demikian  ketenangan beribadah sangat diperlukan agar dapat meraih kebahagiaan dan kenikmatan  tersebut. Hal ini hanya akan didapatkan jika seseorang telah mencapai pada derajat jiwa yang tenang.

Dari 7 (tujuh) variable tersebut diatas akan membawa seseorang hamba Allah khususnya seorang salik akan sangat bisa merasakan sekali tentang  nikmat dan ikhlasnya dalam menjalani kehidupan ini. 

Mari kita perhatikan Surat 89 (Al Fajar) ayat 27-30 yang berbunyi sebagai berikut:

  • Ayat 27 " Ya ayyatuhan --nafsulmutma'innah" artinya "Wahai Jiwa yang tenang".
  • Ayat 28 "Irji'ii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah" artinya Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang Ridho dan di ridhoi-Nya".
  • Ayat 29 "Fadkhulii fii 'ibaadi" artinya "maka masuklah kedalam golongan hamba-hambaku".
  • Ayat 30 " Wadkhulii jannati" artinya dan masuklah kedalam surga-Ku".

Ayat-ayat dari QS Al-Fajar tersebut diatas secara langsung mencakup tentang  nafsu mutmainah ( jiwa yang tenang )dan nafsu Rodhiah (jiwa yang di ridhoi Allah).  Sebelum kita membahas jiwa yang  di ridhoi Allah, kita harus meraih terlebih dahulu jiwa yang tenang  yaitu nafsu mutmainah.

Prinsip dasar yang harus dipahami dan diaplikasikan agar dapat  mencapai jiwa yang tenang  adalah  menyatukan empat komponen antara fisik (jasad), pikir, jiwa dan hati, hal ini merupakan indikator yang sangat jelas dan harus dipenuhi. Indikator tersebut secara reflektif dapat kita temukan pada saat kita menjalankan ibadah puasa, terutama puasa di bulan ramadhan yang diwajibkan selama satu bulan penuh. Tanpa kita sadari proses puasa  telah menciptakan suatu kondisi menyatunya jasad, pikir, jiwa dan hati. 

Jasad kita melakukan puasa dengan menahan dari beberapa hal yang membatalkan puasa, pikir selalu dikondisikan untuk istiqomah berpikir positif, jiwa selalu dikelola agar tidak memunculkan beberapa kehendak yang dapat membatalkan puasa dan hati selalu dijaga dari perasaan-perasaan negatif. Sinergi dari sub sistem  tersebut  membentuk sebuah sistem control yang  bisa kita dapatkan pada momentum di bulan ramadhan. Berjalannya sistem control yang baik dari sinergi antar sub sitem/empat komponen  jasad, pikir, jiwa dan hati pada koridor syari'at yang ditetapkan dapat  menjadi asbab turunnya ampunan, berkah dan rahmat dari Allah SWT untuk kita. Masing-masing aktifitas beberapa sub sistem fisik, jiwa, pikir dan hati tersebut secara lebih jelas dapat diwujudkan sebagai berikut :

1. Fisik kita :  khususnya panca indra sangat terkendali untuk tidak melakukan hal-hal yang dapat membatalkan nilai puasa kita, selain pengendalian panca indra fisik atau anggota badan ini selalu kita gunakan untuk beribadah seperti puasa, sholat wajib dan sunah, Taraweh, sholat malam, tadarus dan lain sebagainya. Habits badan yang semula lebih banyak kita pergunakan hanya untuk kepentingan dunia semata  maka di bulan ramadhan ini drastis berubah,  yaitu mulai menyeimbangkan untuk kepentingan dunia dan kepentingan akhirat. Contoh yang  sangat jelas  dapat kita rasakan di bulan ramadhan adalah perlunya pemilikan titik keseimbangan dalam hidup agar kita  menjadi manusia yang benar-benar pandai bersyukur dan bukan manusia yang kufur.  

Pengendalian panca indra seperti:

 * telinga : kita perhatikan dengan sungguh-sungguh bahwa telinga kita benar-benar tidak mau mendengarkan suara-suara yang tidak ada manfaatnya bagi kehidupan, sangat bisa kita kendalikan, telinga kita lebih kita gunakan untuk mendengarkan hal-hal yang lebih positif, seperti suara orang mengaji, mendengarkan ceramah dan lain-lain yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita di hadapan Allah.

Bersambung....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun