Mohon tunggu...
Sholahuddin
Sholahuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja Media

Laki-laki pencari Tuhan. Lahir di Boyolali, Jateng. Bekerja di sebuah penerbitan pers di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa, Lebaran dan Islam Keindonesiaan

31 Juli 2015   10:36 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:41 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang yang berhasil puasanya selalu menghargai perbedaan agama dan keyakinan, menghargai pluralitas, keragaman sebagai desain Tuhan agar kita saling kenal-mengenal.”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kami saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.(Q.S.Al-Hujurat 49 : 13).

Indonesia yang begitu majemuk ini mesti kita syukuri sebagai rahmat Allah agar kita bersinergi guna meraih kebajikan, kesejahteraan dan kedamaian bersama, bukan untuk saling menyerang yang akan melemahkan ikatan keindonesiaan kita. Kasus kekerasan di Tolikara, Papua saat Iedul Fitri lalu hendaknya menjadi kasus terakhir. Kita tidak ingin mendengar lagi kasus kekerasan bernuansa keagamaan, siapapun korbannya.

Puasa yang rutin tiap tahun kita lakukan bermakna bahwa menuju insan yang paripurna tidaklah mudah. Butuh waktu dan proses panjang. Meski umat Islam ini menjalankan ibadah puasa tiap tahun, kemungkaran, penyalahgunaan jabatan, penindasan manusia atas manusia, pelanggaran HAM dan kemanusiaan masih saja terjadi. Meski demikian, kita perlu secara serius bersama-sama untuk meraih tujuan bersama. Berbagai kemungkaran itu bukan karena puasa dan iedul fitri yang gagal membangun kebajikan bagi keindonesiaan kita. Tapi, kita, sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini yang tak becus mewujudkan nilai-nilai puasa dan iedul fitri dalam ranah kebangsaan kita.

Maukah kita untuk bersama-sama mewujudkan spirit puasa dan iedul fitri dalam kehidupan sehari-hari? Kini saatnya kita bekerja. Jangan sampai puasa yang kita laksanakan sebulan penuh itu tak bermakna apa-apa. Kita tidak mendapatkan sesuatu, kecuali lapar dan dahaga. Semoga Allah SWT kembali mempertemukan kita pada ramadan tahun depan. Amiin...

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

 

Solo, 31 Juli 2015

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun