Mohon tunggu...
Sholahuddin
Sholahuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja Media

Laki-laki pencari Tuhan. Lahir di Boyolali, Jateng. Bekerja di sebuah penerbitan pers di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Puasa, Lebaran dan Islam Keindonesiaan

31 Juli 2015   10:36 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:41 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Bulan Ramadan telah berlalu. Hari Raya Iedul Fitri—orang Indonesia sering menyebut dengan Lebaran—pun usai sama-sama kita rayakan. Lantas apa yang mesti kita lakukan usai puasa dan Lebaran? Baiklah kita mengulas makna puasa dan Iedul Fitri sebelum kita membahas apa yang hendak sama-sama kita lakukan.

Ramadan adalah bulan yang mewajibkan orang beriman melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh. Sebagaimana firman Allah SWT di Surat Al-Baqarah : 183 : Ya ayyuhalladi na amanu, kutiba alaikumussiyaam, kama kutiba ‘alalladinaminqoblikum la’allakum tattaquun.  “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan terhadap orang-orang sebelum kamu agar kalian bertakwa”.

Selama berpuasa umat Islam diwajibkan berlatih mengendalikan diri, menahan diri makan dan minum serta menjauhkan diri dari godaan hawa nafsu yang dapat menjauhkan manusia dari nilai-nilai ketuhanan. Selama berpuasa kita diperintahkan untuk memperbanyak ibadah, mendekatkan diri kepada Allah dan memperbanyak amal saleh. Hal ini diharapkan puasa akan menjadi media pelatihan dan penggemblengan diri kita untuk membentuk manusia yang paripurna.

Puasa bertujuan sangat mulia, yakni untuk membentuk insan bertakwa. Takwa adalah puncak supremasi kualitas orang beriman. “Taqwa” asal maknanya adalah mengambil tindakan penjagaan dan memelihara dari sesuatu yang mengganggu dan memudaratkan.

Syaikh Muhammad Abduh, seorang intelektual muslim kenamaan, mengatakan takwa berarti “menghindari siksa atau hukuman Allah, diperoleh dengan jalan menghindarkan diri dari segala yang dilarangnya serta mengikuti apa yang diperintahkannya. Takwa juga berarti selalu merasakan kehadiran Allah di setiap kehidupan kita. Bagaikan kita bisa melihat Allah. Atau kalau tidak demikian, paling tidak menyadari Allah akan selalu melihat kita.

Pelatihan selama puasa ini dimaksudkan agar setelah berpuasa insan-insan beriman ini menjadi manusia yang utuh, menjadi umat yang selalu menyadari bahwa Tuhan selalu hadir, di mana pun dan kapan pun. Orang yang berhasil puasanya akan kembali bak bayi yang baru lahir tanpa dosa, karena semua kesalahan kita selama setahun “dibakar” saat ramadan.

Kembali ke Fitri

Orang yang usai berpuasa akan kembali ke fitrah kemanusaan yang suci (iedul fitri). Oleh karena itu usai Ramadan kita sama-sama merayakan Hari Iedul Fitri pada bulan Syawal dalam kalender hijriyah. Dalam konteks Indonesia, Iedul Fitri selalu dirayakan dengan suka cita. Iedul Fitri juga ditandai fenomena mudik untuk bersilaturahmi, ber-halal bi halal untuk saling memaafkan antar sesama. Berlebaran kini menjadi tradisi yang meng-Indonesia yang melampaui sekat-sekat keagamaan. Tentu ini fenomena yang membanggakan. Alangkah indahnya hidup ini bila setiap saat kita selalu menjalin tali kasih dengan sesama. Alangkah indah hidup ini bila setiap kita selalu membuka pintu maaf dengan sesama, tanpa dendam.

Syawal maknanya bulan peningkatan. Setelah menjalankan puasa, orang beriman diharapkan meningkat kualitas keimanannya, kualitas moral, kualitas berpikir, maupun kualitas berperilaku. Karena aspek peningkatan ini yang menjadi salah indikator keberhasilan puasa. Orang yang berhasil berpuasa bukan hanya ditentukan pada saat kita menjalankan ibadah puasa, tapi juga apan yang kita lakukan usai berpuasa. Apakah puasa kita sampai pada tujuan : membentuk insan bertakwa.

Orang yang berhasil berpuasa akan menjadi orang yang rendah hati dan selalu tunduk pada nilai-nilai keagungan. Orang yang berhasil puasanya selalu mengendalikan keinginan hawa nafsu. Orang yang berhasil berpuasa mustahil menggunakan jabatan untuk mengeruk uang rakyat, menonjolkan ego pribadi dan kepentingan politik golongan. Orang yang berhasil perpuasa selalu menebar kebajikan dan nilai-nilai kemanusiaan kepada sesama. Orang yang berhasil puasanya selalu menebar kedamaian, menampilkan diri sebagai agen Islam yang rahmatan lil’alamin, Islam yang menjadi rahmat untuk semua penghuni alam semesta ini, tanpa memandang agama, suku, ras, kelompok dan aliran keagamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun