Mohon tunggu...
vera wati
vera wati Mohon Tunggu... -

Verawati, lahir di Bekasi pada tanggal 25 Desember 1977 adalah salah seorang guru Akuntansi di Kabupaten Bekasi yang tidak hanya aktif dalam membina murid-muridnya dalam mengikuti berbagai kompetisi akuntansi, akan tetapi ia juga aktif dalam berbagai kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Kecintaannya pada profesi guru membuat ia bertekad untuk mengaplikasikan semua “skill” yang diperolehnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk “tidak” hanya sekedar menjadi guru biasa, namun “Extra Ordinary Teacher” yang bisa menjadi kebanggan siapa saja yang pernah mengenalnya. Dengan pengalaman beasiswa yang diperolehnya, kini telah banyak muridnya yang juga melanjutkan kuliah mereka dengan memperoleh beasiswa. Kini sekolahnya telah menjadi salah satu pusat informasi ilmu akuntansi di Bekasi. Tambahan Ilmu yang diperolehnya dari Malaysia dan Amerika juga telah menghantarkan dirinya menjadi guru berprestasi baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat Propinsi Jawa Barat pada tahun 2012. Kegiatan “peduli lingkungan” yang digarap bersama rekan-rekan kerjanya juga memperoleh penghargaan “Raksa Prasadha” di tingkat propinsi. Semuanya dijalaninya dengan enjoy namun tetap semangat. Ia yakin bahwa sesuatu yang diniatkan dengan tujuan mulia maka akan mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wahai Guru Indonesia, Tidak Semua Hal di Luar Negeri Itu Indah

16 September 2014   16:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:32 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

( Tulisan ini saya dedikasikan untuk para guru Indonesia, khususnya perwakilan guru Jawa Barat yang sebentar lagi akan terbang menuju Indonesia).

Oleh : Verawati, M.Ed

H

ari ini saya tidak bisa pergi ke Hamilton School untuk acara perpisahan dan menghadiri undangan Ibu Magdalena di dekat pantai yang indah di Australia. Hal ini karena saya merasa kepala saya sangat berat sehingga khawatir jika berjalan nanti akan terhuyung-huyung. Angin dingin di Australia kemarin membuat saya masuk angin kelas berat. Namun sesibuk apapun, saya mencoba menyempatkan waktu untuk menulis. Mungkin menulis bisa melupakan sakit, dan benar saja, ketika saya buka laptop, kepala saya yang tadinya berat agak sedikit ringan, mungkin karena konsentrasi saya jadi bukan ke kepala lagi.

Tulisan saya kali ini hendak berbagi kepada siapa saja yang masih mengira segala sesuatu di luar negeri itu indah. Saya rasa hal itu tidak sepenuhnya benar. Meskipun baru tiga negara saya jelajahi, namun saya merasa Indonesia masih menyimpan sejuta rindu yang tak bisa digantikan dengan negara manapun. Memang jika kita membaca berita (apalagi berita politik), hidup di Indonesia membuat kita kesal dan tidak betah karena para politisi kerjanya hanya berebut kekuasaan. Namun masih banyak hal di Indonesia yang bisa kita syukuri dan jangan selalu kita banding-bandingkan dengan luar negeri. Berikut saya hendak berbagi sedikit hal mengenai pengalaman.

1.Faktor Ibadah

Alangkah Indahnya beribadah di Indonesia. Ketika azan terdengar lima waktu, tempat solat tersebar di mana-mana dan limpahan air yang merupakan barokah di negeri kita memudahkan sekali bagi kita untuk beribadah. Itulah nikmat yang jarang ditemukan di negara-negara non muslim yang saya kunjungi.

Akan terasa rindunya dengan azan, lantunan ayat suci al-qur’an, meriahnya bulan Ramadhan dan segala hal yang patut kita syukuri ketika hal itu kita dapatkan di Indonesia. Sungguh suatu kebahagiaan mental yang tidak bisa terganti dengan apapun.

2.Faktor Makanan

Nampaknya masakan Indonesia adalah masakan paling enak di dunia (menurut saya loh). Ke manapun kita pergi maka masakan Indonesia selalu kita rindukan. Bersyukurlah kita dengan kekayaan alam yang memberikan kita bahan makanan yang membuat kita bersemangat dalam menyantap makanan. Dengan bersyukur sebelum dan sesudah makan (meski dengan menu sederhana), apalagi makannya bersama-sama dengan keluarga yang kita cintai, hal itu tentu lebih bahagia daripada makan enak di luar negeri sendirian. Makanan enak menurut orang luar negeri kadang aneh menurut lidah kita.

3.Faktor Kerjasama dan saling membantu

Orang-orang di Negara maju terbiasa hidup independen dan mandiri, mereka jarang saling berkunjung ke tetangga, kerja bakti di lingkungan perumahannya atau sekedar kumpul rapat RT untuk membahas siskamling dan sebagainya. Indahnya gotong royong dan kerja bakti nampaknya sudah menjadi budaya nenek moyang kita.Untuk masalah pembantu, jarang sekali di negara-negara maju menggunakan tenaga pembantu. Meskipun mereka sibuk, semua mereka kerjakan sendiri. Mungkin mahal untuk membayar pembantu dan juga orangnya sulit didapat. Disamping itu, alat-alat untuk mempermudah urusan rumah segalanya sudah serba canggih jadi ibu rumah tangga tidak terlalu berat mengerjakan pekerjaan rumah. Di Indonesia kalau kita repot ada yang mau membantu baik dengan sistem bayar bulanan maupun harian. Bahkan kalau kita repot, kita bisa titip anak kita dulu di tetangga nanti kita ambil kalo kita sudah beres-beres rumah.

4.Faktor Biaya hidup.

Meskipun orang bilang di luar negeri kita memperoleh penghasilan yang besar, namun tetap saja living cost yang harus kita keluarkan juga besar. Jadi antara penghasilan dan pengeluaran memang sudah terbentuk secara alami mengikuti gaya hidup orang kebanyakan.

Jadi jangan mengira segala sesuatu di luar negeri itu serba indah. Indonesia akan terasa indah juga jika kita bisa mensyukuri apa yang sudah kita dapatkan di sini, berbagi bersama-sama orang-orang yang kita sayangi, berbakti kepada negeri demi menciptakan calon pemimpin yang mungkin suatu saat akan membawa Indonesia sejajar dengan negara-negara tetangga yang lebih maju. Mari kita yakinkan para generasi muda bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk ke-4 terbanyak di dunia. Jika kita lihat secara postif hal tersebut adalah “strength” alias kekuatan bagi kita (sebagai guru) untuk lebih banyak mempengaruhi otak-otak generasi muda agar mau lebih berfikir positif dan lebih bersemangat lagi.

Jika di Australia guru rata-rata hanya mempengaruhi 8 otak manusia dan dari 8 mungkin hanya 50% yang berhasil, berarti hanya 4 orang per kelas. Bayangkan potensi guru Indonesia untuk mempengaruhi 40 siswa, maka jika 50% berhasil, maka peluangnya lebih besar yaki 20 siswa akan mampu kita sadarkan untuk lebih bermanfaat lagi bagi orang lain.

Ingatlah, mempengaruhi orang lain untuk berbuat positif adalah ibadah. Maka berarti guru Indonesia amal ibadahnya akan lebih berpeluang besar jika mereka sadar bahwa memberi pengaruh positif tersebut harus dilakukan dengan contoh langsung, ditambah dengan rasa ikhlas bahwa profesi guru bukan sekedar untuk mencari materi semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun