Waktu menunjukkan jam sepuluh malam lewat sedikit, telepon berdering terdengar nyaring. Posisi sudah siap memiringkan tubuh ke arah kanan untuk istirahat setelah seharian letih mengajar. Beruntung punya istri yang sangat telaten, tempat tidur selalu dalam keadaan nyaman menerima lelahnya tubuh.Â
Dering itu kubiarkan berlalu, tetapi kembali berdering. Kali ini suaranya terasa lebih kencang.Â
Akhirnya dengan rasa berat, setengah terkantuk, telepon itu ku angkat.
"Pak RT maaf mengganggu malam-malam," suara Pak Je terdengar di ujung lain telepon.Â
"Ya Pak," jawab saya dengan tekanan suara penuh rasa ngantuk, biar Pak Je tahu pak RT juga manusia.Â
"Maaf pak RT, ini si bapak yang ngontrak depan rumah bawa perempuan yang nggak jelas, saya tidak ingin kampung kita ternoda," Pak Je melanjutkan.
"Kenapa nggak ditegur langsung?" Tanya saya menimpali.
"Nggak enak pak RT, kan kalau pak RT setidaknya punya wewenang untuk menegur," jelasnya.
Hahaha, "wewenang", kata ini menjadi viral ketika seorang pemuda diperiksa HP-nya dan merasa privasinya terganggu.Â
Ada rasa sungkan ketika harus menegur. Bapak yang mengontrak depan rumah Pak Je memang seorang bapak berstatus duda.Â