Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jangan Overthinking karena Kita akan Game Over

22 Maret 2021   18:27 Diperbarui: 22 Maret 2021   18:56 320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia diciptakan sebagai mahluk yang disertai rasa was-was dan khawatir.  Baik dalam skala besar maupun kecil.  Contoh skala besar saat ini adalah pandemi covid.  Antarmanusia saling curiga, semua dianggap potensi sebagai pembawa virus.

Lalu terjadilah pikiran berlebihan, overthinking, serba takut dan akhirnya imun menurun, sakitlah kita.  Saat sakit langsung memvonis diri  terkena virus, karena cirinya dirasa sama. Itulah bahayanya overthinking.

Dalam skala kecil rasa was-was itu selalu menjadi bayang bayang kita.  Besok makan sama apa, gaji sudah habis, takut tidak lulus ujian, setelah lulus tidak puas dengan nilainya. Itu sebagian dari rasa was-was yang senantiasa membayangi kita.

Ketika overthinking, misalnya rasa tidak puas dengan hasil ujian, maka timbul pikiran jangan-jangan penilainya tidak objektif, jangan-jangan ada kertas ujian kita yang terlewat dinilai.  Termasuk akhirnya terbayang teman yang lulus dengan nilai lebih baik, padahal menurut kita saat belajar dan diskusi dia pasif.  Overthinking semakin melebar dan mendalam.  Teman yang tidak terlibat langsung menjadi menyebalkan karena mendapatkan nilai lebih baik dari kita.

Lalu terbawa dalam tidur, bayangan angka hasil penilaian, wajah penilainya. Padahal itu dalam posisi sudah lulus. Itulah manusia diliputi rasa ketidakpuasan, rasa selalu ingin lebih dan was-was dengan nilai kecil karena khawatir takut tidak diterima kerja.  Padahal masih banyak kemungkinan dan ingat proses tidak pernah mengkhianati hasil.

Di sinilah overthinking menjadi penyakit mental. Apalagi di saat bersamaan kita tidak memikirkan hanya satu hal. Banyak hal terpikirkan, dalam pikiran kita menjadi sangat rumit, saling berbelit. Sakitlah jiwa kita.

Bagaimana kita melatih diri untuk tidak overthinking.

  1. Sejak masih muda latihlah pikiran kita untuk senantiasa mencari solusi.
  2. Aktif dalam berbagai kegiatan organisasi yang melatih diri untuk berani mengambil keputusan
  3. Tidak menunda pekerjaan, selalu tuntaskan, semakin menunda akan menyebabkan terkurasnya pikiran. Overthinking terjadi.
  4. Selalu ada waktu untuk rekreasi, kata Sayyidina Ali luangkan waktu untuk hatimu, karena hati juga perlu istirahat.
  5. Melatih diri untuk ikhlas, dalam ikhlas ada rahasia dari Yang Maha Kuasa untuk kehidupan yang sesuai dengan kita.
  6. Awali dan akhiri kegiatan dengan doa.  Doa menguatkan batin dan jiwa kita, kita mengakui keterbatasan kita.  Kita hanya ditugaskan berusaha maksimal, hasilnya kadang rahasia bagi kita.

Mengapa semua itu perlu dilatih waktu muda?  Karena semakin kita tua, dimulai dari menikah punya anak akan semakin banyak hal yang harus dipikirkan dan dicari solusinya. Masalah kesehatan, bayaran listrik, biaya makanan sehari-hari, bayaran air PDAM, tagihan internet, tagihan pulsa, cicilan rumah, biaya untuk hobi, bayaran sekolah dan cicilan lainnya.  Apalagi jika tidak bisa menahan tuntutan gaya hidup.  Harusnya hidup sesuai dengan pendapatan tapi malah mengejar gaya hidup, akhirnya lebih besar pasak daripada tiang.

Bayangkan satu hal dipikirkan secara berlebihan, kemudian muncul masalah lain, dipikirkan secara berlebihan.  Akhirnya merasa hidup terasa sempit. Padahal awalnya dari diri kita yang tidak pandai membatasi diri sehingga terjebak pada gaya hidup.  Terjadilah overthinking, ketika mata hati dan pikiran tertutup diambilah jalan pintas, bunuh diri.

Ingat segala yang over kesannya selalu negatif, overthinking, overweight, overheat, oleh karena belajarlah untuk menghindari hal yang over.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun