Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kristen Gray: Kembalikan Baliku Padaku

19 Januari 2021   22:44 Diperbarui: 19 Januari 2021   22:44 1212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kristen Gray dan dan pasangan wanitanya Saundra  sudah ditahan dan segera dideportasi, itu berita yang banyak beredar hari ini, 19 Januari 2021. Berlaku peribahasa mulutmu harimaumu.  Akibat cuitan ditwitter yang isinya dinilai melecehkan Indonesia, karena mengajak orang asing untuk pindah ke Bali di masa pandemi. Padahal yang dia alami sebenarnya perpanjangan otomatis karena pandemi itu sendiri. Sehingga ijin tinggalnya otomatis diperpanjang.

Lepas dari masalah bule di Bali, yang ternyata bukan bule, tetapi afro-amerika. Namun sudah terlanjur viral, meskipun ada benarnya karena berasal dari negara mayoritas bule.

Dalam tulisan ini saya hanya ingin menceritakan kembali pengalaman saat kunjungan ke Bali tahun 1991, memenuhi undangan Saresehan Jaringan Mahasiswa antropologi Indonesia yang diselenggarakan di Universitas Udayana. Saya Ketua rombongan Antropologi Universitas Pajajaran dan membawa rombongan paling banyak dengan menyewa gerbong kereta api, Bandung-Surabaya dan Surabaya-Banyuwangi, kemudian menyeberang ke Gilimanuk.  Pengalaman yang takkan terlupakan, karena akhirnya ketemu juga dengan rombongan mahasiswa Antropologi UI. Menambah ramai suasana di kereta api.

Tentunya di sela-sela waktu luang, kami bermain ke pantai, baik Kuta maupun Sanur. Tahun 1991 adalah masa jaya-jayanya Orde Baru.  Hampir di semua bidang urusan tentara terlibat, termasuk pengamanan objek wisata. Bahkan beberapa tempat wisata strategis tanahnya dikuasai yayasan milik tentara, sebagai modal untuk menambah kesejahteraan prajurit. Begitu kira-kira, karena saya tidak tahu apakah sampai ke tangan para prajurit.

Lalu apa yang terjadi ketika saya yang satu tanah air dengan orang Bali ketika menikmati pantai yang berada di Bali? Saat itu adakah perlakuan yang berbeda? Ya berbeda dan dialami langsung.

Kami bermain disk frisbee (lempar tangkap piring terbang berbahan plastik), di salah satu  pantai di Bali. Tiba-tiba petugas yang berasal dari salah satu angkatan datang dan menegur kami untuk tidak bermain disk frisbee. Namun di tempat yang sama bule dibiarkan. Kami tidak bisa protes, padahal yang bawa disk frisbee di rombongan kami anak kolong juga. Hehehe. Saat itu mana ada yang berani protes ke angkatan bersenjata. Bisa bisa kami dipulangkan dari Bali. Diskriminasikah atau karena dikejar target devisa, yang jelas kamilah yang mengalah, untuk kenyamanan turis bule.

Protes Kami Terwakili

Sebenarnya ada lagu yang mewakili protes kami yaitu lagu "Kembalikan Baliku Padaku" karangan Guruh Soekarno Putra yang dipopulerkan Yopie Latul tahun 1985. Terasa sekali liriknya menuntut  Bali untuk tidak terlalu dikomersialkan. Tapi bagi saya sangat terasa mewakili ketika terjadi perlakuan berbeda saya sebagai turis lokal, dengan kepada para turis bule. Mungkin karena saya tidak menghasilkan devisa.

Lagu ini selalu mewakili protes ketika kebudayaan Bali ada yang mengusik. Contoh peristiwa ketika Tari Pendet pada tahun 2009 diklaim oleh Malaysia.


"Oooo, kembalikan Bali padaku. O..oa eo, kembalikan Baliku padaku. Kembali, Bali kembali...." Demikian bait lagu "Kembalikan Baliku Padaku" ciptaan Guruh Soekarnoputra yang dilantunkan penyanyi Jopie Latul.  Lagu yang menyeruak populer di tahun 1985-an itu kini kembali terdengar nyaring di Denpasar, Bali. Bedanya, yang dulu dibawakan artis kawakan, kali ini tidak lebih dari pelantun irama jalanan yang tampil dalam aksi unjuk rasa. Demo mengecam Malaysia, yang dinilai telah mengklaim Tari Pendet sebagai miliknya, membahana muncul sepanjang Selasa (25/8) di sejumlah pojok, perkantoran, dan institusi yang ada di ibu kota Pulau Dewata itu. (Kompas.com, 25 Agustus 2009).

Itulah pengalaman saya pribadi saat masih mahasiswa, mungkin ini juga bisa diambil hikmahnya. Saat pandemi turis asing sangat jauh berkurang, sehingga pernah terlontar ucapan atau setengah penyesalan kurang memperhatikan potensi wisatawan lokal.

Sementara hikmah untuk kasus Kristen Gray, ternyata rasa persatuan dan kebangsaan kita sangat luar biasa.  Terbukti dari cuitan para netizen di twitter ketika menanggapi kasus Kristen Gray ini.

Ayo Bali eh Indonesia, kita bisa bangkit dengan membangun kebanggaan sesama anak bangsa.

Salam sehat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun