Perempuan pertama yang ingin penulis tuliskan kisahnya tentulah Ibu sendiri. Â Setiap orang secara umum pasti akan menuliskan nama Ibu diurutan pertama sebagai orang yang paling berjasa. Â Adakah mahluk sebaik dan sehebat ibu? Doanya tembus ke langit ke tujuh. Â Cerita tentang terlarangnya anak durhaka pada ibu lebih banyak dibanding cerita anak yang durhaka pada ayahnya. Sampai saat ini penulis belum membaca dongeng lagenda tentang anak yang durhaka pada ayah. Â Perayaan hari Ibu banyak ditemukan di berbagai belahan dunia, tetapi hanya sedikit perayaan tentang hari ayah. Â Ini artinya ada kesadaran kolektif begitu kuatnya peran ibu dalam kehidupan anak-anaknya.Â
Begitupun ibu saya, dengan segala kesabaran dan daya tahannya melahirkan kami 10 anak, lima laki-laki, lima anak perempuan. Â Pendidikannya tidak sampai SMA, tetapi anak-anaknya didorong agar semuanya selesai sekolahnya. Â Sayang di usia relatif muda Ibu meninggalkan kami semua. Â Meninggal dengan tenang, diambil oleh yang Maha Kuasa saat tidur. Â Bagi saya ibu adalah yang terbaik. Â Entah mengapa pada saat kematian ibu, begitu membludaknya para pelayat. Â Dalam benak saya saat itu karena ibu adalah perempuan taat, jarang keluar rumah untuk bergunjing, melahirkan sepuluh anak. Â Saat meninggal baru kakak tertua yang sudah menikah. Â Saya masih ingat dimarahi kakak karena ketahuan berantem dengan anak-anak dari SD yang berbeda, tapi ibu menasehati dengan lembut tentang tidak ada yang menang dalam berantem, yang kalah jadi abu yang menang jadi arang.
Perempuan kedua yang akan saya kenang adalah ibu guru wali saya di kelas 5 sekolah dasar, Â beliaulah yang memberikan rasa percaya diri dengan sentuhan keibuan. Â Mungkin bisa dikatakan cinta pertama saya. Â Sulit digambarkan, tapi antara lain berkat beliau saya jadi percaya diri ikut lomba menulis dan menjadi juara sekecamatan. Â Ibu guru wali saya di kelas 5 ini meskipun dalam keadaan hamil besar selalu hadir dengan penampilan terbaik dan mengajarnya pun sangat menarik dan masuk di hati. Â Pokoknya sangat luar biasa di mata saya ketika itu. Â Sosok lain yang berjasa , yaitu Pak Guru Sirodz yang membonceng saya ke tempat lomba, baik di Kecamatan maupun kemudian di tingkat Kota. Â Para guru yang mengajar yang disertai dengan hati, sentuhan yang mendalam, begitu kuat tertanam dan berkesan, hinggai saat ini.
Keterlibatan Perempuan dalam Pendidikan di Masa Pandemi
Belum lama ini, tepat sebelum kembali diberlakukan PSBB, sekolah mengundang orang tua, dengan protokol kesehatan yang ketat. Â Aula yang biasanya untuk 160 orang hanya diisi 50 orang. Â Pertemuan dibagi dua gelombang. Â Gelombang pertama yang hadir 100% Â ibu-ibu. Â Sementara di gelombang kedua terselip 5 (lima) orang bapak-bapak. Â Undangan di hari Sabtu agar bisa dihadiri bapak-bapaknya, ternyata yang hadir tetap ibu-ibu. Benar kata psikolog Elly Risman Indonesia itu negeri tanpa ayah. Â Kondisi ini berbeda seratus delapan puluh derajat dengan negeri jiran Malaysia. Ketika saya diundang oleh instansi terkait pendidikan tentang sekolah ramah anak, Â pembicara utamanya berasal dari negeri jiran, Â ketua asosiasi komite sekolah nasional negeri jiran, dikenal dengan nama Persatuan Ibu, Bapak dan Guru (PIBG). Â Dalam presentasinya beliau memperlihatkan kegiatan komite sekolah di sekolah-sekolah yang ada di Malaysia. Â Mayoritas yang hadir dalam kegiatan komite sekolah adalah bapak-bapak. Â Para orang tua terlibat untuk membuat sekolah yang nyaman untuk anak-anaknya.
Saya kadang berseloroh bagaimana sekolah akan meminta support baik dana, tenaga, pemikiran jika yang hadir selalu ibu-ibu.  Contohnya jika membutuhkan dana untuk membuat perpustakaan yang nyaman, jika melalui ibu-ibu dananya sudah teralokasikan, sulit untuk keluar lagi, lima ratus rupiah saja ke tukang sayur ditawar habis-habisan.  Kalau saya berseloroh seperti itu, ibu-ibu tertawa.  Tapi bagaimanapun mereka wanita super, tetap menyempatkan waktu untuk anak-anaknya, padahal pekerjaan mereka tiada henti.  Dengan kondisi seperti ini, sudah saatnya para ibu  untuk terus mau belajar.  Terbukti ketika belajar daring, ibu-ibulah yang banyak mendampingi anak-anaknya, dengan segala keterbatasan.  Terbayang yang memiliki anak lebih dari satu dan semuanya usia sekolah.Â
Ketika saya menulis kisah  ini, teringat cerita teman seangkatan yang akan menghadapi sidang skripsi. Ibunya bangun di sepertiga malam melaksanakan salat tahajud, memohon agar anaknya lancar dalam menghadapi sidang skripsi.  Sidang skripsi yang biasanya lama berjalan dengan sangat lancar.  Wallahu 'alam.
Perempuan-perempuan Tangguh saat Pandemi Covid 19
Perempuan mengambil peran sentral dalam situasi pandemi seperti saat ini, menurut para pakar setidaknya ada  empat peran penting perempuan saat pandemi seperti saat ini.Â
Pertama, menata kebutuhan fisik rumah, karena kegiatan banyak dilakukan di rumah maka bagaimana membuat rumah menjadi nyaman. Â Apalagi bagi perempuan yang harus melakukan pekerjaan dari rumah. Â Ia harus menata rumahnya agar bisa nyaman untuk bekerja. Â Menata kamar-kamar anaknya agar nyaman saat belajar daring. Â Penataan ini penting agar semangat bekerja dan belajar dari rumah tetap dapat dijaga. Â Kedua, kebutuhan psikis penghuni rumah. Â Tentunya semua mengalami kekhawatiran dengan pandemi ini. Â Tetapi ibu bisa mengambil peran agar tidak timbul sikap paranoid. Â Menjadi serba takut justru memperparah keadaan dan mengganggu aktivitas. Â Ketiga, kebutuhan sosial. Â Saatnya menumbuhkan sikap empati yaitu sikap membantu pada orang-orang yang mengalami dampak karena pandemi ini. Â Ibu bisa mengajarkan banyak hal pada anak-anaknya. Â Kebersamaan seperti ini akan sangat banyak membantu orang-orang di sekitar yang terkena dampak langsung. Â Keempat, kebutuhan spiritual, Â para ibu menanamkan sikap optimis dengan terus mengajak berdoa bagi para penghuni rumah, khususnya anak-anak. Â Berdoa adalah sikap optimis, menimbulkan harapan. Â Pandemi ini semakin mendekatkan diri kepada yang Maha Pencipta.
Keempat peran tadi kalau kita amati adalah ibu-ibu yang menduduki kelas menengah ke atas. Â Sementara ibu-ibu yang berada di kelas bawah selain mendampingi anak-anak belajar dengan segala kesulitannya, mereka juga harus berjuang untuk terlibat dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. Beredar video-video lucu di kalangan kelas bawah, yang meminta sekolah tidak usah onlen-onlenan. Â Selain nggak punya handphone, mereka juga kesulitan membeli kuota internet. Dengan segala keterbatasan mereka tetap berusaha melayani anaknya, dengan harapan pendidikan anaknya akan mengubah nasib mereka.
Saat pandemi penulis semakin terkagum-kagum pada sosok perempuan. Â Mereka mengambil alih peran untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Â Banyak usaha yang tutup bahkan bangkrut, tetapi para perempuan ini tampil menyelamatkan ekonomi keluarganya.Â
Ini kisah yang saya alami langsung:
- Di awal pandemi saya diberi sampel manisan jahe oleh seorang ibu, Â yang suaminya bekerja di kapal pesiar. Â Pandemi menyebabkan suaminya dirumahkan. Ia berniat berjualan manisan jahe. Â Manfaat jahe sudah lama dipercaya masyarakat kita. Â Paling gampangnya mencegah masuk angin, karena sifatnya membuat badan merasa hangat.Â
- Ibu-ibu yang memiliki keterampilan menjahit membuat masker yang unik, dijual di lingkungan terdekat. Â Masker non medis sekarang merupakan sebuah kebutuhan untuk menghindari penularan.Â
- Suatu saat saya bertemu anak didik saya yang sudah lulus 20 tahun lalu.  Pak kalau beli daging ke saya, harga dijamin bersaing.  Saat itu mau lebaran, masih awal-awal dari pandemi.  Suaminya yang bekerja di pabrik  untuk sementara dirumahkan.
- Ada juga yang memasarkan roti buatan keluarga, karena suaminya yang bekerja di jasa transportasi on line juga terkena dampaknya.Â
- Ada rekan sejawat seorang guru perempuan yang memanfaatkan hasil kebun jambu merah  untuk diolah menjadi jus jambu.  Tentunya ini memiliki nilai jual yang berbeda dibandingkan dengan menjual langsung jambunya.  Kemudian memasarkan sendiri, meskipun masih pada kalangan terbatas.  Ini membantu kehidupan ekonomi keluarga kakaknya.  Bertahan di tengah pandemi.
- Mbok penjual jamu yang keliling di komplek perumahan saya, tetap  semangat.  Saya selalu memesan beras kencur, kunyit dan jahe.  Menyegarkan badan.  Saat yang lain terkena dampak, usahanya tetap bertahan dengan mengambil untung tidak terlalu banyak.Â
- Seorang perempuan yang saya kenal baik, ditinggal mati suaminya dengan empat anak perempuan. Saat suaminya meninggal anak paling besar baru kelas 5 SD. Â Bertahan sebagai seorang orang tua tunggal, dan bertahan dengan membuka usaha warung makan.Â
- Seorang kenalan saya terselamatkan kebutuhan ekonomi keluarganya ketika dirumahkan, beruntung istrinya sudah merintis jualan on line sebelum dilanda pandemi.Â
Dari kisah-kisah tadi, sangatlah pantas jika perempuan mendapatkan penghormatan yang luar biasa dari warga lainnya, terutama kaum laki-laki. Tulisan ini saya dedikasikan dengan penuh penghormatan kepada para perempuan tangguh yang ikut menjaga kelangsungan kehidupan keluarga bahkan bangsa dari krisis berkepanjangan akibat pandemi.Â
Sumber bacaan penunjang: Opini Ketangguhan Perempuan dalam Perubahan Perilaku Keluarga di Masa Pandemi Covid 19, liputan6.com. 26 April 2020. 15 September 2020, https://www.liputan6.com/news/read/4237662/opini-ketangguhan-perempuan-dalam-perubahan-perilaku-keluarga-di-masa-pandemi-covid-19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H