Tahun pelajaran 2021 menjadi tahun mulai diterapkannya Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) yang dilaksanakan secara nasional. Asesmen Nasional adalah program pemerintah untuk penilaian mutu setiap sekolah, madrasah baik tingkat dasar sampai menengah.
Terdapat tiga komponen penting yang digunakan sebagai instrumen Asesmen Nasional yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang terdiri dari kemampuan literasi dan numerasi, Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.
Asesmen Nasional penting adanya untuk memperbaiki mutu pendidikan. Output Asesmen Nasional diharapkan dapat digunakan untuk merancang program-program pemerintah ke depannya secara akurat.
Tidak semua anak pada tingkat sekolah dasar atau menengah akan melakukan Asesmen Nasional, melainkan hanya diambil secara acak sebagai sampling dan dilakukan oleh siswa kelas V, VII, dan XI. Tujuannya agar ketika sekolah tersebut melakukan perbaikan mutu khususnya, siswa tersebut masih bersekolah di sekolah tersebut. Misal dalam SMP A terdapat 5 kelas dalam satu paralel kelas VII maka hanya diambil sekitar 30 sampai maksimal 40an siswa sebagai sampling berdasarkan latar belakang siswa/orang tua, nilai akademik dsb.
Tidak hanya siswa, Asesmen Nasional juga diikuti oleh guru, kepala sekolah, di setiap satuan pendidikan. Sehingga informasi setiap satuan pendidikan akan didapatkan secara utuh.
Berbeda dengan Ujian Nasional (UN), Asesmen Nasional tidak akan memengaruhi kelulusan, prestasi, dan jenjang pendidikan selanjutnya. Jika UN hanya menitik beratkan pada kognitif, Asesmen Nasional lebih kepada proses belajar secara luas baik konten, kognitif, dan konteks. Lalu kenapa masih ada sebagian pihak yang panik dengan adanya Asesmen Nasional?
Miskonsepsi terhadap Asesmen Nasional menjadi penyebab kepanikan bagi setiap pihak. Sekolah, orang tua, dan murid selakyaknya tidak perlu panik tapi juga bukan untuk mengabaikan Asesmen Nasional.
Momen Asesmen Nasional dimanfaatkan oleh berbagai lembaga untuk mendapatkan keuntungan. Misalnya pihak X mengadakan Try Out Asesmen Nasional bahkan terkadang dengan embel-embel hadiah yang besar bagi setiap peserta dengan hasil terbaik, lalu pihak Y memanfaatkan momen Asesmen Nasional dengan menjual buku, bimbel dsb. Memang tidak sepenuhnya salah, karena semua tergantung bagaimana kita menyikapinya.
Sekali lagi bahwa Asesmen Nasional tidak akan berpengaruh secara individu masing-masing peserta didik. Lalu apa gunanya Try Out berkali-kali, bimbel, membeli buku khusus, Â dan drilling?Â
Semua justru itu bisa menjadi boomerang bagi sekolah, orang tua, dan murid. Apalagi jika siswa harus mendapatkan drill materi secara belebih, bisa saja siswa menjadi bosan dan cenderung menurunkan semangat belajar atau bahkan pelajaran pokok di sekolah menjadi terabaikan.
Esensi dari Asesmen Nasional tidak akan benar-benar didapatkan apabila hasil yang didapat bukan kondisi real di lapangan. Misal sekolah A mengadakan persiapan yang matang, sehingga nilai numerasi siswanya tinggi padahal dalam tahun-tahun terakhir sekolah tersebut mengalami kesulitan dalam pembelajaran numerasi. Sedangkan sekolah B cenderung tidak melakukan banyak persiapan sehingga nilai yang didapatkan sesuai dengan realita.Â
Berbeda dengan jaman UN ketika sekolah dengan nilai rata-rata tinggi menjadi sorotan dan mendapatkan tambahan ini itu dari pemerintah, justru jaman Asesmen Nasional sekolah tersebut tidak akan mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah karena dianggap sudah baik.Â
Lalu siapa yang dirugikan dan siapa yang diuntungkan? Kiranya seluruh stakeholders harus berpikir lebih luas lagi dalam menyikapi Asesmen Nasional.
Dengan hasil apa adanya justru akan banyak keuntungan yang akan didapatkan. Pemerintah juga menjadi lebih mudah dalam menganalisis secara real mana sekolah yang perlu diberikan perbaikan secara mutu dan mana yang tidak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H