4. "...pengerjaan karya seni yang baik hanya ada dalam level kualitas. Tidak ada perbincangan waktu di dalamnya.... Hanya berharap pengerjaan yang memberikan detil kerut wajah yang memakan waktu cukup lama, tapi kecantikannya tiada berkurang meski sedikit."Â (Penggarapan karya lukis Prilie, hal. 122)
Biar paham aja sih, deadline bisa aja kok, cuma harus lebih masuk akal aja ya. Demi kualitas lohh :D
5. "Prilie yang kusayangi: Katamu, guru jangan hanya berhenti jadi guru. Guru juga harus menulis. Maka kau minta aku ajari kau untuk menulis. Atau setidak-tidaknya, kau minta agar aku tak berhenti untuk terus menulis." (Soediro pasca kepergian Prilie, hal. 184)
Ini ngingetin aku ke tahun 2009 dulu, waktu awal masuk SMP. Ketemu guru inspiratif yang sampe sekarang masih dikenang banget dan namanya abadi karena beliau rajin nulis, bahkan sampai beliau meninggal beberapa tahun lalu, karyanya masih bisa dibaca :'(
6. "....teguhkan ini dan tancapkan dalam hati. Apa pun yang akan terjadi hari ini, hari depan, masa mendatang, dan sampai kau senja nanti, semuanya pasti berlalu."Â (Nasihat lek Cholies pada Soediro, hal. 190)
Dalemmmm. Kadang kita khawatir dengan yang kita alami sekarang, kepikiran dengan hal yang belum kejadian. Tapi kuncinya: ikhlas. Percaya semuanya akan berlalu.
7. "... Jika ada kata yang lebih tepat untuk melukiskan perasaanku, kutempatkan ia di atas kahyangan dari segala kata rindu yang ada di alam semesta. Aku memintal seluruh perasaanku hingga kini terkumpul bertumpuk, menjadi gumpalan resah yang seketika pecah, engkau kirimkan surat yang menenangkanku..."Â (Surat Soediro pada Prilie, hal. 202)
Love it! Gak tahu, rasanya suka aja sama diksinya :)
8. " ... Keluarlah! Tengadahkan kepala! Bukan untuk menang dan melupakan, tapi melawan dan menulis semua keresahan. Tentang sakitmu. Tentang luka batinmu. Semua perlu kau rasai lebih dalam. Lihatlah mereka, orang-orang besar sebelummu... hidupnya tak berakhir demikian, ia harus lebih besar dari keterpurukannya. Karena mereka menulis! ..." (Nasihat lek Cholies pada Soediro, hal. 222)
9. "...Menulis tidak hanya kau beroleh dari buah pikiran, tapi menulis juga perlu penuh penjiwaan... Ungkapkan sebanyak mungkin penyesalan hidupmu, maka hanya mesin ketik itu yang sedia mendengar seluruh racau hidupmu. Jangan mau mati ditumpas cinta, kau harus tetap hidup dengan obati luka." (Nasihat lek Cholies pada Soediro, hal. 223)