Mohon tunggu...
Muhammad Hendra
Muhammad Hendra Mohon Tunggu... lainnya -

...hanya orang biasa...bukan siapa-siapa...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Perenungan Dikala Hujan......

25 Januari 2010   00:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:17 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan..........., memang kawan. Sekumpulan titik embun merupakan keberkahan bagi tanaman, pepohonan untuk mempompa oksigen kehidupan untuk tiap pernafasan. Kekeringan lebih dari 6 bulan dilupakan oleh para petani, para pahlawan mulia untuk menumbuhkan padi, gandum, sayuran dan buah-buahan sebagai energi kehidupan. Tapi mengapa begitu banyak keluhan karena hujan, tak adilkah Sang penurun hujan, mengapa kau sering kau salahkan hujan seakan kau lebih pintar daripada Tuhan atau patutkah meminta Ya….Tuhan….semoga tidak turun hujan, Coba sebentar engkau renungkan kawan. Saat kekurangan kau bertanya kapan hujan, lalu tak lama waktu berselang tetesan hujan menjawab permintaan. Pepohonan dan hewan berseru Alhamdulillah sebagai wujud penyukuran dikala hujan, namun kebanyakan manusia membaca Astagfirullah sebagai bentuk keegoisan bagai tak memerlukan, lalu dimanakah keadilan ? Takkan pernah kawan, takkan pernah akan kaulihat Rahmat Tuhan jika engkau terus menyebar penyalahan, tiap nafas yang kau hirup hanya kau anggap upeti kewajiban tumbuhan atasmu karena takdirmu sebagai khalifah, amanah dari Tuhan. Bagai seorang malin kundang pemusnahan pepohonan merupakan pembenaranmu dalam meraih rezeki Tuhan lalu apa ini dinamakan kebenaran ? Lalu saat Tuhan menghembuskan terpaan atau cobaan, dengan lantang kau meneriakkan “Apa dosa yang telah kau lakukan ? “, coba kau renungkan apa kau pernah mengkalkulasikan Pemberian dan imbalan atas tiap nikmat yang kau habiskan sebelum hal tersebut kau teriakan ? Sungguh adakah kisah yang lebih memalukan selain argumen keadilan dan pembenaran darimu kawan, apakah ini bukan bentuk penistaan atas sebuah kebaikan atau kedurhakaan atas sebuah pemberian ?

Cobalah engkau renungkan dari setetes air hujan ? Mari kita tak menyalahkan atas perbuatan Tuhan… Mari kita mensyukuri segala pemberian Tuhan…. Niscaya kita dapat dibukakan jalan menuju kebahagiaan…..

Doa Bersyukur (Imam Ali Zainal Abidin as)

Duhai Tuhanku ! Runtutan karunia-Mu telah melengahkan aku untuk benar-benar bersyukur kepada-Mu Limpahan anugrah-Mu telah melemahkan aku untuk menghitung pujian atas-Mu Iringan ganjaran-Mu telah menyibukkan aku untuk meyebut kemuliaan-Mu Rangkaian bantuan-Mu telah melalaikan aku untuk memperbanyak pujaan kepada-MuInilah tempat orang yang mengakui limpahan nikmat tetapi membalasnya tanpa terima kasih yang menyaksikan kelalaian dan kealpaan dirinya Padahal Engkau Mahakasih dan Mahasayang Mahabaik dan Mahapemurah yang takkan mengecewakan pencari-Nya yang takkan menolak pendamba-Nya dari sisi-Nya Di halaman-Mu singgah kafilah pengharap Di serambimu berhenti dambaan para pencari karunia Janganlah membalas harapan kami dengan kekecewaan dan keputusasaan Janganlah menutup kami dengan jubah keprihatinan dan keraguanDuhai Illahi! Besarnya nikmat-Mu mengecilkan rasa syukurku Memudar-di samping limpahan anugerah-Mu-puji dan sanjungku Karunia-Mu yang berupa cahaya iman menutupku dengan pakaian kebesaran Curahan anugrah-Mu membungkusku dengan busana kemuliaaan pemberian-Mu merangkaikan padaku kalung nan tak terpecahkan dan melingkari leherku dengan untaian yang tak teruraikan Anugerah-Mu tak terhingga sehingga kelu lidahku menyebutnya karunia-Mu tak terbilang sehingga lumpuh akalku memahaminya apalah lagi menentukan luasnya Bagaimana mungkin aku berhasil mensyukuri-Mu karena rasa syukurku pada-Mu memerlukan syukur lagi Setiap kali aku dapat mengucapkan: Bagi-Mu pujian saat itu juga aku terdorong mengucapkan: Bagi-Mu segala pujian. ; ; Semoga kita dijauhkan dari sikap Takabur dan Riya...Amin

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun