4. Tindak Pidana Pengawasan Bank (Ps 48 UUP, Ps 62 UUPS)
5. Tindak Pidana Pencatatan Palsu, Suap, Prinsip Kehati-hatian (Ps 49 UUP, Ps 63 UUPS)
6. Tindak Pidana Ketaatan Terhadap Ketentuan (Ps 50 UUP, Ps 64, Ps 66 UUPS)
7. Tindak Pidana Pemegang Saham (Ps 50A UUP, Ps 65UUPS)
Apakah Dasar hukum kepailitan itu? Â
B. Kepailitan diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau yang disingkat dengan UUK 2004. Di dalam dunia Perbankan penundaan kewajiban pembayaran utang dapat berupa Restruktur kredit biasa disebut restru kredit , maupun berupa reschedule kredit. Ketentuan mengenai hal tersebut diatur dalam Petunjuk Tekknis operasional PTO masing masing bank. Dalam restru kredit, debitur  harus menandatangi permohonan restru, kemudian bank membuat analisa restru. Setelah permohonan restru di setujui pemegang kewenangan, maka bank membuat Perjanjian restru kredit yang ditandatangani antara debitur dan bank. Setelah itu baru berlaku penundaan kewajiban hutang dengan skema terbaru berdasarkan perjanjian tersebut. Dalam masa waktu covid, berlaku ketentuan restru covid , bahkan sampai debitur tidak membayar dalam masa covid tersebut.
Sedangkan yang dapat dinyatakan pailit adalah Debitur yang sudah dinyatakan tidak mampu membayar utang-utangnya lagi. Pailit dapat dinyatakan atas:
a. Permohonan debitur sendiri (Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan Tahun 2004);
b. Permohonan satu atau lebih krediturnya (Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan Tahun 2004);
 c. Pailit harus dengan putusan pengadilan (Pasal 3 UU Kepailitan Tahun 2004);
 d. Pailit bisa atas permintaan kejaksaan untuk kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2) UU Kepailitan Tahun 2004);