Mohon tunggu...
Cak Kartolo
Cak Kartolo Mohon Tunggu... -

Iklan rokok membuat masyarakat kita permisif terhadap asap rokok. Pendukung gerakan anti-JPL (Jaringan Perokok Liberal). Penggagas hash tag #buangsajarokokmu

Selanjutnya

Tutup

Money

Industri Rokok Tidak Lagi Padat Karya

15 September 2015   20:38 Diperbarui: 24 Oktober 2015   16:41 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Mesin linting rokok akan menggantikan peran buruh manusia"][/caption]

"Kunci agar negara kita menjadi makmur adalah dengan memperbanyak uang yang beredar di negara kita. Oleh karena itu, jika ada investor yang ingin berinvestasi di bidang apa pun, pemerintah akan memberikan izinnya," kata Jokowi. Dikutip dari Kompas. 

 

Pernyataan Jokowi di berita di atas betul, tapi asal jangan investasi di bidang industri rokok. Industri rokok saat ini tidak lagi padat karya, tapi padat mesin, ya itu mesin linting. Hal ini selaras dgn penurunan jumlah produksi SKT (sigaret kretek tangan) di hampir semua industri rokok. Industri rokok sengaja mematikan pelan2 produksi SKT karena biaya produksi per unitnya yang semakin mahal, walaupun tarif cukai yang dibayar jauh lebih murah dibanding SKM (sigaret kretek mesin). Dengan dalih perubahan selera, industri rokok sedang memaksa dominasi penetrasi rokok SKM kepada konsumen.

 

SKT memiliki beberapa kelemahan produksi, yakni kecepatan produksi yang lambat dgn jumlah yang terbatas akibat penggunaan tenaga manusia yang juga memiliki keterbatasan. Dan tentu saja lebih mahal. Ini mengakibatkan harga jualnya pun lebih mahal drpd SKM. Padahal dgn masifnya iklan rokok, industri rokok bisa memanfaatkan momentum dgn mengguyur pasar dgn rokok SKM yang lebih cepat dan kapasitas produksi yg tinggi, serta harga murah. Pilihannya jadi menjual SKT yg mahal dgn jumlah sedikit atau SKM yg lebih murah tapi banyak?

 

Konsumen rokok di satu sisi usianya makin muda dan lebih suka kepraktisan. Artinya mereka cenderung tidak ingin mengkonsumsi rokok yg mahal, dan terlihat seperti orang tua. Produk SKT memang kebanyakan dikonsumsi oleh konsumen berusia lanjut yg merasa lebih bangga merokok SKT daripada SKM. Akibat jumlah konsumen tua yg semakin sedikit, tingkat penjualan rokok SKT pun juga makin menurun.

 

Inilah yang menjawab kenapa industri rokok saat ini melakukan PHK buruh linting besar2an. Bukan dikarenakan FCTC yg belum diratifikasi oleh pemerintah, juga bukan karena adanya pengendalian rokok, tapi karena secara alamiah jumlah konsumennya juga menurun akibat bertambahnya usia. Makin tua, makin penyakitan akibat durasi masa merokok yg semakin lama, sehingga mereka memutuskan utk berhenti merokok pada usia senja, atau bahkan dihentikan oleh rokok itu sendiri alias game over. Penurunan jumlah perokok SKT juga bukan dikarenakan terjadinya pergeseran selera perokok, tapi lebih karena iklan rokok SKM lebih dominan dibaca konsumen daripada iklan rokok SKT. Konsumen baru yang rata2 berusia muda akibatnya lebih suka rokok SKM daripada SKT.

 

Akibat faktor2 di atas, maka industri rokok memutuskan lebih banyak mengimpor mesin linting ke depannya sehingga ini akan mendorong kapasitas produksi yang lebih tinggi dan mengakibatkan jumlah produksi rokok yang lebih berlipat ganda, oleh karena itu membutuhkan ketersediaan bahan baku tembakau lebih banyak lagi. Industri rokok akan semakin rakus dgn tembakau sehingga jika lokal tidak sanggup memenuhi kebutuhannya, mereka akan menutupnya dgn tembakau impor. Akibatnya terjadi peningkatan jumlah impor tembakau dalam kurun waktu 5-10 tahun terakhir sehingga mencapai 49% dari total produksi tembakau.

 

Lalu dengan segala peningkatan di sisi suplai, produksi dan output tadi, petani tembakau dapat apa? RUU Pertembakauan tidak banyak menyentuh perlindungan dari sisi petani, tapi lebih banyak perlindungan di sisi industri. Maka tidak salah jika dikatakan RUU Pertembakauan ini lebih sebagai karpet merah bagi industri rokok baik lokal maupun asing daripada memberi keuntungan bagi petani tembakau dalam negeri RI sendiri.

 

Jika anggota DPR mengatakan bhw RUU Pertembakauan melindungi petani, pertanyaannya adalah petani tembakau mana? Petani tembakau RRC atau India?

 

#TolakRUUPertembakauan

 

Sumber:
http://www.jpnn.com/read/2014/09/09/256566/Produksi-Rokok-Tak-Lagi-Mengebul-
http://www.imq21.com/news/read/273199/20141216/175258/Kemenperin-Produksi-Rokok-Hingga-Oktober-2014-Mencapai-338-Miliar-Batang.html
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10054/Rokok-Linting-Tangan-Merana-Linting-Mesin-Berjaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun