Nah, itu belum seberapa. Di dalam TTIP ada satu klausul yang lebih bikin bergidik lagi, yaitu yang disebut dengan ISDS (Investor-State Dispute Settlement). ISDS ini lebih mengerikan daripada ISIS. Kalau ISIS kerjaannya main penggal kepala orang, ISDS ini bisa memenggal kepala sebuah negara. Dengan ISDS sebuah perusahaan bisa menggugat kebijakan pemerintah dan menuntut ganti rugi milyaran dollar. Jika perusahaan itu menang, negara malang tsb wajib bayar kompensasi milyaran dollar. Duit darimana? Ya dari duit pajak penduduk negara itulah. Pajak yang capek2 dibayar oleh penduduk yang didapat dari kerja memeras keringat dan darah, oleh pemerintah digunakan untuk membayar ganti rugi atau kompensasi akibat negara membuat kebijakan yang bertentangan dengan maunya isi perjanjian dalam TTIP tadi.
Â
ISDS ini ibarat NICA dalam cerita yang saya singgung di atas. Yang kemudian semakin membuat TTIP ini WAJIB DITOLAK oleh seluruh umat manusia adalah sifat kerahasiaannya yang membuat negara ini cuma sekedar tempat mampir minum para investor saja. Gak ada hormat sedikitpun terhadap kedaulatan bangsa. Eh, sudah gitu ISDS lebih parah lagi. Sengketa dagang antara pemerintah dan perusahaan swasta/investor tadi bolehnya disidang di AS saja. Itupun cuma boleh diwakili oleh 1 orang wakil negara yg digugat, 1 orang dari investor dan 1 hakim. Jadi negeri sebesar Indonesia yang kepentingannya macam2 ini cuma diwakili oleh sebiji manusia yang gak jelas dia kualifikasinya apa. Sudah gitu, kalau pun negara yang digugat ini menyewa lawyer, itu lawyer bahkan gak tahu dan gak boleh akses dokumen sampai di saat2 akhir, dia sidang dengan siapa, hakimnya siapa, dst blas dia ndak boleh tahu (tapi tempe boleh!). Saking rahasianya, bahkan mungkin Tuhan saja gak bisa tahu! Ya, Tuhan yang di Banyuwangi itu.
Â
*****
Â
ISDS ini saat ini sedang digunakan oleh industri rokok global, Philip Morris International, perusahaan rokok dari AS yang berkantor pusat di Swiss. PMI ini sedang menggugat Australia melalui cabangnya yang berada di Hongkong, gara2 Australia membuat regulasi ketat terhadap rokok yg dikenal dgn sebutan 'plain package policy' alias kebijakan bungkus polos. PMI meradang karena bungkus rokok yang ada lambang, logo dan warna khas Marlboro dan semua jenis/merk rokok lainnya dilarang oleh pemerintah Australia. Semua rokok yang beredar di Australia wajib berbungkus polos, warna harus ikut ketentuan, jenis huruf dan ukuran juga sudah ditentukan, gambar yg ditampilkan juga sudah diatur, dst. Pokoknya di mata industri rokok global, pemerintah Australia yang pro-kesehatan ini bener2 kurang ajar, ngelamak, dan wajib dibalas dan dikerjai.
Â
Kok ndilalah, Hongkong dan Australia punya perjanjian dagang, sehingga PMI menunggangi Hongkong menggugat Australia. Dengan cara yang kurang lebih sama, PMI menunggangi Indonesia menggugat Australia kali ini menggunakan sarana lain, melalui WTO. Materi gugatannya sama dengan kasus Hongkong, masalah perlindungan hak cipta yang tercermin dalam bungkus rokok. PMI gak cuma nggugat Australia, dia cari negara lemah yang bisa dgn mudah dia kalahkan di WTO. Maka dia gugat juga Uruguay yang juga ngelamak gara2 menaikkan tarif cukai gila-gilaan sampai tarif maksimal 70%, untuk dipakai sebagai contoh kepada negara2 lain di dunia yang akan coba2 membikin kebijakan ketat pengendalian rokok. Kira2 PMI mau ngancam gini, "Coba aja elu ngelarang rokok! Elu jual gua beli!", sambil nggosok2 akik.
Â
Dengan mekanisme sidang gugatan yang serba rahasia seperti itu, perusahaan2 rokok di negara2 UE dan AS semakin menjadi sasaran kebencian karena mereka juga mulai menggunakan skema ISDS ini untuk menggugat kebijakan di bidang kesehatan di negara2 Eropa seperti di Inggris, Perancis, Irlandia, dll. Benar2 tidak tahu diri, sudah merusak kesehatan, sekarang mau memenggal negara melalui pemerasan. Inilah sebab maka rakyat Indonesia juga wajib kritis dgn menggunakan UU Keterbukaan Informasi agar DPR dan Pemerintah serta para perwakilan dagang negara2 mitra untuk tidak coba2 menggunakan skema TTIP/ISDS di bumi Nusantara ini.