Mohon tunggu...
Cak Kartolo
Cak Kartolo Mohon Tunggu... -

Iklan rokok membuat masyarakat kita permisif terhadap asap rokok. Pendukung gerakan anti-JPL (Jaringan Perokok Liberal). Penggagas hash tag #buangsajarokokmu

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gugatan Hukum Industri Rokok Global Dan Dampaknya Terhadap Rakyat Indonesia

14 Juni 2015   20:06 Diperbarui: 26 Juli 2016   10:34 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Please welcome, Indonesia .... a New Marlboro Country"][/caption]

Anda tentu ingat dengan viral di medsos tentang foto seorang pemimpin sebuah negara yang rumahnya jauh dari kondisi mewah, menyumbangkan 90% gajinya ke orang miskin, yang ikutan antri di RS pemerintah, yang kemana-mana naik VW bututnya. Ya, itu adalah foto presiden Uruguay saat ini, Jose Mujica yang dijuluki 'the poorest president'. Berdasar daftar urutan negara-negara berdasar PDB per kapita (1), Uruguay memiliki PDB per kapita penduduknya pada tahun 2013 sebesar $19,594. Bandingkan dengan Indonesia yang sebesar $9,561 dan Malaysia sebesar $23,338.

Dibawah presiden sebelumnya, Tabare Vazquez, Uruguay menjalankan kebijakan pengendalian tembakau yang ketat sejak 2006, antara lain membuat larangan merokok di semua ruang tertutup. Tahun 2008 semua bungkus rokok wajib mencantumkan Pictorial Health Warning (PHW) seluas 50%, melarang iklan, promosi dan sponsor rokok, dan melarang penggunaan kata-kata seperti ‘light’ dan ‘mild’. Pada Desember 2009 presiden menaikkan luas PHW yang semula 50% menjadi 80% dari luas area bungkus rokok. Pada Februari 2010, seminggu sebelum lengser, dia naikkan cukai rokok menjadi 70% yang membuat harga rokok naik dua kali lipat per bungkusnya. Baca disini (2).

Kebijakan perluasan PHW menjadi 80% ini membuat berang perusahaan rokok Philip Morris International (PMI) yang berpendapat bahwa kebijakan tersebut melanggar aturan tentang perlindungan merk dagang, karena dianggap meniadakan logo rokok Marlboro. Pada Maret 2010 PMI mengajukan gugatan hukum miliaran dollar melalui badan arbitrase dagang internasional yang disebut International Center for Settlement of Investment Disputes, World Bank. PMI adalah perusahaan internasional dengan pendapatan $80 miliar, sementara total PDB Uruguay tahun 2013 hanya sebesar $55,71 miliar. Gugatan PMI ini jika dikabulkan bisa menguras kas negara Uruguay, dan pemerintah Uruguay khawatir apakah bisa memenangi pertarungan ini. Taktik ini dianggap sebagai gertakan kepada negara-negara lain supaya tidak melakukan upaya-upaya pengendalian rokok ketat sebagaimana dilakukan oleh Uruguay.

*****

Sebagaimana bisa dibaca disini (3), diketahui bahwa sejak Desember 2012 Australia menjadi pionir dalam pengendalian rokok dengan memperkenalkan aturan Plain Package alias bungkus polos, dimana bungkus rokok hanya menyisakan nama merek rokok saja yang ditulis dalam bentuk font standar, tanpa logo, tanpa kata-kata promosi seperti mild, light atau ultralight. Sisanya didominasi PHW, teks peringatan, dan warna yang tidak menarik. Kebijakan perluasan PHW oleh Uruguay dan negara-negara lain ini oleh industri rokok dipandang sebagai jalan berikutnya menuju kebijakan bungkus polos, sehingga perusahaan besar seperti PMI, merasa kebijakan ini sebagai suatu ancaman serius yang harus dilawan sejak dini. Tidak hanya Uruguay, sebuah negara kecil di Afrika, Togo, yang menerapkan kebijakan pengendalian tembakau ketat juga menjadi sasaran gugatan PMI. Melalui gugatan-gugatan ini PMI sekali lagi ingin menyampaikan pesan ancaman kepada negara lainnya.

Di Australia, sejak kebijakan bungkus polos ini diterapkan, industri rokok diketahui menganggarkan miliaran dolar untuk mencegah dan menggugurkan kebijakan bungkus polos ini melalui media, lobby, mendanai riset abal-abal dan kampanye, termasuk salah satunya adalah menggugat pemerintah Australia. Pemerintah Indonesia pada September 2013 bersama dengan empat negara lain Ukraina, Honduras, Republik Dominika dan Kuba, menyampaikan gugatan terhadap kebijakan bungkus polos Australia ini ke WTO. Yang lucu dari gugatan ini, bahkan negara Ukraina sendiri tidak mengekspor rokok ke Australia, tapi diikutsertakan sebagai negara yang ikut menggugat Australia. Pada Maret 2014 WTO mengabulkan permintaan Indonesia untuk menggugat Australia (4). Mendag kala itu, Gita Wirjawan, bahkan mengancam Australia bahwa Indonesia akan menerapkan kebijakan polos terhadap produk impor lainnya dari Australia yang masuk ke Indonesia apabila pemerintah Australia tidak mencabut kebijakan bungkus rokok polos ini (5).

Serupa dengan gugatan ke Uruguay, gugatan Indonesia dkk terhadap Australia melalui WTO ini adalah bagian dari gertakan industri rokok global yang memanfaatkan ‘negara-negara satelit’ mereka kepada negara-negara lain – termasuk kepada pemerintah Indonesia itu sendiri tentu saja – untuk setidaknya menunda penerapan kebijakan bungkus polos atau menghadapi gugatan yang sama melalui badan arbitrase dagang internasional. Mantan perdana menteri Australia, Julia Gillard memperkirakan biaya penyelesaian gugatan ini bisa mencapai $10 juta. Pada April 2014, Philip Morris Australia menutup pabriknya di Melbourne karena aturan ketat di Australia kurang mendukung bisnis penjualan rokok, dan mulai memindahkan basisnya ke Korea dan berencana menjadikan Indonesia sebagai hub ekpor rokok ke kawasan Asia-Pasifik. Industri rokok Korea ini – tampaknya masih terafiliasi dengan PMI – belakangan membuka pabriknya di Sidoarjo, Jawa Timur.

*****

Apa dampak gugatan ini bagi rakyat Indonesia?

Pertama kita lihat bahwa posisi industri rokok Indonesia ini unik. Industri rokok lokal seperti Djarum dan Gudang Garam memposisikan dirinya sebagai produsen kretek mewakili kepentingan nasional, sementara BAT, PMI, JTI, dll adalah merepresentasikan kepentingan asing. Sekali lagi ini hanya taktik sandiwara saja, karena kebijakan pengendalian tembakau itu tidak mengenal ini perusahaan rokok lokal atau asing. Jika produk lokal wajib mencantumkan PHW dalam kemasannya, produk ‘asing’ pun diwajibkan hal yang sama. Jadi industri rokok lokal pun berkepentingan dengan perjuangan PMI menentang perluasan PHW di Uruguay atau bahkan nasib gugatan RI terhadap kebijakan bungkus polos Austalia di WTO nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun