Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Membuktikan Kedaulatan Rakyat Pasca Keputusan MKMK

9 November 2023   11:27 Diperbarui: 9 November 2023   11:33 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi  (MKMK) telah memutuskan bahwa  hakim (Mahkamah Konstitusi)  MK telah melakukan pelanggaran keras  kode etik   MK. Konsekuensinya ketua MK   Anwar Usman  diberhentikan dari ketua MK.  Pertanyaan muncul bagaimana dengan keputusan MK nomor  90/PUU-XX/2023?  Bagaimana konsekuensi  produk hukum dari hakim yang melanggar  keras kode etik perilaku hakim?   Masihkah kita percaya kebenaran keputusan hukum dari hakim yang melakukan pelanggaran keras kode etik MK?

Ketua MKMK  Jimly Asshiddiqie   ketika menyikapi keputusan  MK Nomor 90/PUU-XX/2023  di berbagai media mengatakan   bahwa kepercayaan terhadap MK  harus dikembalikan.   Dalam rangka pengembalian  kepercayaan publik ke  MK  maka MKMK melakukan pemeriksaan bukti-bukti dan memeriksa  hakim MK.       

Bagaimana kepercayaan publik ke MK paska keputusan MKMK?  Publik menyikapi secara beragam.  Jika kita mencermati keputusan  MKMK yang memberhentikan ketua MK  pertanyaan  yang muncul di publik adalah apakah sah  keputusan MK yang sudah jelas  melanggar kode etik?   Secara rasional dan akal sehat sulit menerimanya.  Jika cara dan proses mengambil keputusan  sudah salah secara rasional akal  sehat mengatakan bahwa keputusan pasti salah.

Keputusan MK yang  diputuskan  MKMK  sebagai keputusan   yang dilakukan oleh hakim yang melanggar   pelanggaran keras kode etik.   Mantan ketua MK  Anwar Usman yang diadili MKMK  merasa  diperlakukan adil oleh keputusan MKMK.  Perbedaan ini   membuat publik yang awam terhadap hukum makin bingung.   Bagaimana menegakkan kebenaran dan keadilan di negeri ini? Sejatinya  keputusan yang diputuskan  hakim yang berperilaku  melanggar  keras kode etik MK tidak sah. Logika berpikir linier dan  sistematik  sejatinya demikian.

Niat awal ketua MKMK Jimly Asshiddiqie untuk mengembalikan  kepercayaan publik ke MK nampaknya sulit dipenuhi.   Keputusan  MKMK hanya membongkar borok di MK selama ini padahal harapan dari siding MKMK adalah  kepastian  dari keputusan MK Nomor 90/PUU-XX/2023 terkait usia Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.   Jika niatnya  membuat publik percaya,  maka niat itu  tidak tercapai.  Publik kini mengetahui  perilaku hakim di MK  melakukan pelanggaran  keras kode etik hakim di MK.

Keputusan MK Nomor 90/PUU-XX/2023   yang memperbolehkan  warga negara yang berusia  dibawah 40  tahun dengan syarat pernah menjadi pemimpin daerah  sah.  Keputusan itu sarat dengan kepentingan yang dikenal dengan conflict of interest  karena ketua MK  Anwar Usman  adalah paman Gibran.  

Pihak tertentu mencoba meyakinkan bahwa  Partai Solidaritas bangsa dan mahasiswa asal Solo   bernama  Almas Tsaqibbirru   tidak ada kaitan dengan  Gibran. Apakah publik percaya bahwa  uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  (UU Pemilu) tidak terkait dengan ambisi Gibran menjadi Cawapres?

Langkah politik  Jokowi dengan  Gibran  menjadi Walikota Solo,  menantu Jokowi  Bobby Nasution menjadi Walikota Medan, kemudian Kaesang tiba-tiba menjadi ketua umum  PSI,  apakah publik   percaya bahwa uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  (UU Pemilu)   tidak  bagian dari skenario politik istana? rasanya sulit  memercayai itu berjalan secara alamiah.

Suka atau tidak suka, publik percaya bahwa Jokowi sedang membangun dinasti politik.  Dinasti politik  diikuti oleh dugaan   pemanfaatan celah hukum untuk mewujudkan ambisi dinasti politik dinasti itu. Bagi publik yang berpendapat bahwa dinasti politik Jokowi  tidak baik bagi demokrasi maka publik memiliki kedaulatan.  Kedaulatan itu  dapat digunakan untuk tidak memilih  pasangan Capres/Cawapres   produk hukum  yang dihasilkan oleh  hakim MK yang melakukan pelanggaran berat kode etik hakim MK.   Dalam Pemilu 2024 yang akan datanglah kelihatan  apakah Daulat rakyat itu dimanfaatkan dengan baik.

Perdebatan  demi perdebatan akan terus berlangsung tetapi dalam debat kita harus terus berkomitmen agar  Pemilu tahun 2024 berjalan dengan baik.  Demokrasi harus kita manfaatkan untuk terus naik kelas   agar kita matang dalam berdemokrasi. Bangs akita akan maju jika kita dewasa dalam berdemokrasi.  Semoga proses menjelang Pemilu tahun 2024  berjalan dengan baik dan Pemilu  tetap  kita jadikan  demokrasi yang riang gembira.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun