Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemuda Tau Diri dan Kaderisasi Versi Budaya Batak

31 Oktober 2023   08:39 Diperbarui: 31 Oktober 2023   08:49 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Dalam budaya Batak diajarkan  dalam kehidupan sehari, " hundul dihalangulu na patut tu halangulu, hundul ma ditalaga napatut tu talaga". Terjemahan bebas artinya duduklah  pada posisi  siapakah anda dan  di mana anda berada.  Sikap yang perlu diperhatikan   adalah posisi kita dalam komunitas kita berada.  Ajaran ini  disampaikan kepada orang Batak agar  menjadi orang terhormat.  Dalam budaya orang Batak kehormatan itu sangat penting.  Dan, salah satu  ciri terhormat adalah  cerdas memosisikan diri.

              Dalam  pertemuan orang Batak ada posisi talaga dan ada posisi halangulu.  Talaga pada umumnya ada di posisi  dekat pintu  dan halangulu ada di posisi dekat jendela.  Di halangulu itu duduk para tetua adat dan talaga adalah  anak-anak, pemuda, posisi boru (posisi kekerabatan dari ibu).  Dalam pertemuan adat  Batak diatur sedemikian rupa secara teratur.  Jadi, posisi duduk inilah kelihatan  siapa yang tau diri dalam posisinya sebagai apa dalam pertemuan itu.

              Esensi kutipan saya dari  budaya Batak ini adalah  agar kita  kembali mengenali diri kita  dalam bermasyarakat.  Pilihan pertama yang harus dipahami orang Batak dalam pertemuan adalah  mengambil tempat duduk di talaga. Talaga adalah posisi duduk paling rendah.   Mengapa harus memilih posisi  talaga?  Jika kita posisi duduk paling rendah dan diminta  agar duduk di halangulu (posisi tertinggi)  maka kita menjadi orang terhormat. Tetapi jika pertama kali  kita duduk di posisi halangulu kemudia disuruh ke  talaga maka kita adalah manusia terhina.  Karena itulah, kita diajarkan agar pertama kali kita mengambil posisi paling rendah.

              Akhir-akhir ini  saya terusik dengan  anak dan menantu Jokowi yang menurut saya tidak wajar dalam proses kehidupan.  Anak Jokowi  Gibran,  Kaesang dan Bobby Nasution   yang masih relatif muda  sudah menjadi pemimpin publik.  Jika kita secara objektif menilai    bahwa masih sangat banyak yang lebih layak menjadi  Walikota  Solo dibandingkan Gibran,  banyak yang lebih layak walikota Medan  dibanding Bobby Nasuition dan  banyak yang lebih layak ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dibandingkan Kaesang. Andaikan pun diminta sejatinya ketiga anak itu menolak mengingat banyak yang lebih layak dari mereka.

              Dalam nilai nilai budaya Batak   posisi itu ditentuken oleh  siapa, kapan, dimana  kita berada.  Dalam  organisasi  kita mengenal kaderisasi.  Dalam kaderisasi itu kita mulai dari anggota,  pengurus ranting, cabang, wilayah dan pusat. Semua proses dijalani agar kader memiliki kapabilitas dan akseptabilitas yang tinggi.  Seorang kader  yang  memiliki rekam jejak yang baik dan teruji maka organisasi akan menobatkannya mendapt posisi yang tinggi.  Dengan demikian muncul kader bangsa yang cakap untuk memimpin bangs ini.

              Dua anak Jokowi dan satu menantunya  tidak mengalami proses kaderisasi.   Gibran dan Bobby  langsung menjadi walikota hanya karena  Jokowi Presiden.  Hal semacam ini tidak baik bagi warga Solo dan  warga Medan. Juga tidak baik bagi  Gibran dan Bobby. Sejatinya mereka mengikuti proses yang cukup agar memimpin dengan matang.  Akhir-akhir ini  pemuda terlalu mudah menjadi Bupati, Walikota  dan pemimpin lain dengan alasan menggunakan jasa konsultan.  Kualitas kepemimpinan semacam ini  tidak dapat diharapkan untuk kemajuan bangsa.

              Ketika Jokowi   menjadi Walikota Kota Solo  berhasil memindahkan pedagang  kaki lima ke tempat yang disediakan. Keberhasilan itulah cikal bakal naiknya popularitas  Jokowi.  Keberhasilan itu membuat tokoh nasional  seperti  Surya Paloh, Megawati Soekarno Putri  tertarik dengannya dan  mencalonkan  Gubernur DKI Jakarta.  Surya Paloh mengatakan  bahwa Jokowi adalah orang  baik dari Solo yang layak memimpin bangsa  ini.  Karena Jokowi adalah orang baik dan memiliki kompetensi yang cakap memimpin bangsa  ini maka semua kita  sekuat tenaga mendukung Jokowi.

              Kehebatan Jokowi  memindahkan pedagang  kaki lima dengan humanis   membuat Indonesia tercengang.  Selama ini pedagang kaki lima  dipindahkan dengan cara kekerasan karena tidak mau pindah.  Keberhasilan Jokowi di Solo diharapkan   dapat diterapkan di Jakarta yang serawut ketika itu.   Masyarakat Jakarta pun memilihnya dengan  kekompakan baju kotak-kotak bersama  Ahok. Masyarakat Jakarta meminta Jokowi dan Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama. Tetapi tidak lama kemudian Jokowi   didukung lagi Presiden melalui   PDIP, Nasdem dan  partai lainya.

              Jokowi menjadi Walikota Solo, menjadi Gubernur DKI Jakarta dan Presiden RI  melalui proses yang Panjang.  Karena  Jokowi orang baik dan memiliki kompetensi  maka Surya Paloh mengatakan  bahwa kepemimpinan Jokowi  harus dikawal dengan baik.   Istilah Surya Paloh orang daerah yang baik itu harus dikawal memimpin negeri.   Karena dukungan Surya paloh itulah pernah dalam sebuah acara partai Nasdem  protocol meminta hadirin berdiri karena Jokowi akan meninggalkan ruangan, reaksi Jokowi  tidak mau meninggalkan ruangan sebelum acara perhelatan Nasdem itu usai.  Keakraban Jokowi dan Surya Paloh begitu kuat karena keyakinan bahwa Jokowi akan membawa Indonesia kuat secara ekonomi, politik dan rakyatnya  Sejahtera.

              Kini berubah karena  anak Jokowi Gibran menjadi Walikota dan kini Cawapres, Kaesang menjadi Ketua Umum Partai, juga menantunya Bobby Nasuition menjadi   Walikota Medan. Jokowi  yang dulu diidolakan   kini menjadi buah bibir karena dianggap tidak wajar.  Kaesang yang hanya 2 hari kader partai   langsung ketua umum partai.  Dua hari kader tanpa kaderisasi disebut kutu loncat.   Tidak dapat  dipungkiri bahwa kehadiran Gibran, Kaesang dan Bobby Nasution   masuk dalam kategori KKN. KKN merupakan isu  krusial yang menumbangkan Orde Baru (Orba). 

              Dari peritiwa ini perlu kita belajar dengan budaya Batak  yaitu  duduklah  di tempat  paling rendah yang kelak akan ditinggikan. Mereka yang duduk di talaga pada waktunya akan diminta duduk dihalangulu di waktu dan tempat yang tepat. Dengan demikian kita tidak menjadi pergunjingan yang menghabiskan waktu. Sejatinya anak-anak  Jokowi dan menantunya sabar menunggu Jokowi lengser sehingga tepat waktunya akan diminta publik untuk memimpin seperti  George W Bush dengan  George W Bush Junior.  Kita perlu belajar demokrasi  ala George W Bush.  

              Para generasi muda perlu mempersiapkan diri sejak dini dengan belajar akademik, berorganisasi dan kegiatan kegiatan yang berfaedah.  Dengan aktivitas yang banyak akan menghasilkan  kapabilitas dan akseptabilitas yang tinggi.  Pemuda aji mumpung  dan kepemimpinan kutu loncat telah terbukti gagal.  Hanya dengan proses yang baik menghasilkan pengalaman empirik. Pengalaman empirik  inilah yang membuat pemimpin bijak dalam mengambil kebijakan.   Pengalaman membuat orang memiliki kapabilitas, bijak, rendah hati  dan  peka terahadap lingkungan sekitarnya.  Dibutuhkan kesabaran dengan terus belajar dan beraktivitas yang kelak menjadi pemimpin yang mumpuni.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun