Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kurikulum Merdeka, Wawasan Guru dan Dukungan Publik

17 Januari 2023   14:41 Diperbarui: 17 Januari 2023   14:49 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Morgan Pasaribu SSB Tunas Cipta (Foto pribadi) 

Esensi dari kurikulum merdeka adalah  menciptakan ruang bagi setiap individu  untuk tumbuh dan berkembang  sesuai bakat dan keunikannya masing-masing.  Cara guru mengimpelemtasikan kurikulum merdeka adalah mengenal setiap siswa karena setiap siswa  memiliki kurikulum sendiri.   Dari pemahaman  inilah saya kaget  ketika anak-anak saya  di  Sekolah  Sepak Bola (SSB)   yang  bakatnya bermain bola  sulit  diberikan izin   bertanding  di liga resmi  yang pembinanya Bupati Tangerang  dan kegiatan seleksi  untuk sebuah turnamen resmi.

Kendala utama  implementasi kurikulum merdeka adalah  kurangnya jumlah   guru, kompetensi  guru  dan fasilitas sekolah dalam rangka  implementasi guru merdeka dalam mewujudkan bakat setiap siswa.   Di berbagai sekolah beragaman bakat  seperti  matematika, sains,  musik, seni budaya,   dan olah raga.     Bakat itu memiliki cabang yang luas.

Cabang musik, olah raga  sangat banyak.  Cabang olah raga beragam seperti  sepakbola, basket, Volly, renang, atletik,  bela diri dan lain sebagainya.  Seni musik dan seni budaya pun sangat beragam.  Bagaimana   guru yang kemampuannya sangat terbatas  memetakan  potensi  siswa?   Dalam kondisi inilah dibutuhkan kompetensi guru untuk kolaborasi antar siswa  dan elaborasi  secara terus menerus.

Jika guru tidak  belajar secara terus menurus (up grade)  untuk mempelajari setiap potensi siswa maka kurikulum meredeka akan gagal. Tetapi faktanya adalah apakah perbandingan guru dan siswa yang sangat timpang  memungkinkan untuk  memenuhi kebutuhan siswa yang telah dipetakan?  Fakta,  jumlah siswa yang banyak dengan segala perilakunya sangat melelahkan  bagi guru.  Bagaimana guru mampu memberikan kebutuhan setiap  kebutuhan siswa yang potensinya berbeda-beda?  Dalam konteks ini guru sangat letih.

Dalam kondisi sulit yang dialami  guru itulah sejatinya  harus  fleksibil.  Fleksibilitas dan mengajak  poetnsi  dari luar untuk bekerjasama di berbagai bidang.  Mislanya, sekolah bisa kerjasama dengan  lembaga yang   mengoptimalkan potensi olahraga anak-anak.  Sekolah  bisa kerjasama dengan lembaga  yang mengelola olaraga dan musik untuk mengoptimalkan  bakat  olahraga dan musik anak-anak.  Dengan demikian anak-anak berprestasi dibidang olahraga, musik dan berbagai bakat yang dimiliki siswa.

Dalam realita yang saya alami di  SSB  yang kami kelola berbeda.  Anak-anak kami yang  hendak bertanding di  Tangerang Junioe League (TJL) kesulitan mendapat izin dari sekolah.   Jika kita memahami  makna kurikulum merdeka sejatinya guru mendorong anak-anak untuk  bertanding dalam rangka menggapai mimpi anak-anak SSB  untuk menjadi pemain bola profesional. 

Kegiatan TJL sejatinya didukung sekolah atau  dibutuhkan tindakan  Bupati Tangerang selaku  Pembina  kegiatan menginstruksikan ke Kepala Sekolah (Kepsek) agar sekolah mengizinkan anak-anak  dari sekolah untuk  dipastikan ikut  bertanding.  Dengan demikian anak-anak  merasa  nyaman bertanding.  Dalam realita anak-anak SSB harap-harap cemas setiap minggu  apakah dikasih izin sekolah untuk bertanding?  Dalam kondisi ini, anak-anak kita tidak bahagia ketika  menghadapi antara kegiatan sekolah dan pertandingan TJL.

Morgan Pasaribu SSB Tunas Cipta (Foto pribadi) 
Morgan Pasaribu SSB Tunas Cipta (Foto pribadi) 

Kurikulum merdeka dinyatakan berhasil ketika  anak-anak bahagia  dengan kemampuan kolaborasi  siswa dan seluruh kegiatan yang mendukung bakat dan keunikannya.  Dalam rangka menggapai kebahagiaan siswa maka lembaga pendidikan dan  para stakeholder  harus berkolaborasi agar tidak menyulitkan siswa dalam rangka menggapai cita-cita siswa.  Paradigma lama bahwa siswa harut menuruti  keinginan  guru  perlu ditinjau ulang. Sebab paradigma kurikulum merdeka adalah guru   harus mendukung potensi siswa.   Mempersulit anak-anak SSB mengikuti pertandingan resmi yang diadakan pemerintah  tidaklah sesuai dengan makna kurikulum merdeka. Sejatinya sekolah berterima kasih kepada Pemerintah dan SSB karena menyediakan  ruang untuk mengasah bakat sepak bola peserta didik.

Tim Wasit TJL (Foto Pribadi) 
Tim Wasit TJL (Foto Pribadi) 

Memahami kesulitan guru dalam menyediakan  fasilitas untuk mengasah bakat siswa maka  berbagai lembaga diberbagai bidang harus terlibat untuk memberi ruang bagi siswa yang berbakat  untuk menggapai mimpinya. Jadi, jika masih ada guru menghalangi siswa untuk berkegiatan  untuk  meningkatkan potensi diri setiap individu tidaklah sesuai dengan kurikulum pemerintah yang sedang digalakkan.   Potensi anak-anak Indonesia luar biasa, karena itu semua kita mendukung mereka untuk menggapai mimpinya. Dan, kita tanamkan kepada anak-anak kita bahwa  apapun mimpi mereka demi membangun Indonesia raya.

             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun