Nantulang itu mengatakan bahwa dia takut Tuhan.  Kalau aku  tidak takut Tuhan maka sudah dari awal pernikahan kuracun dia.  Boruni raja  (putri raja) nantulangmu ini  bere, katanya kepadaku.  Cobalah bere bayangkan,  jukkat (jahat) kali aku sama nantulang dan anak-anakku  tetapi  anak-anak kami semua berhasil.  Aku seorang penghianat dan jahat tetapi karena nantulangmu  rajin berdoa, anak-anak semua suskes.   Kelakuanku seperti itu, tapi nantulangmu bisa merawat keluarga kami, katanya dengan nada datar.
Anak-anak tahu aku jahat dan penghianat, tetapi semua baik sekali  samaku.  Semua baik-baik samaku, hanya nantulangmu yang senang menghukumku seperti membiarkanku seperti pergi tapi tak diajari aku memasak. Karena tak diajari aku masak maka rugi dia, rice cookernya pecah kubuat. Bagaimanalah agar aku senang, hanya itu pikiran anak-anakku bere, katanya dengan semangat.
Cerita itu tidak pernah kulupakan hingga saat ini.  Semua anak-anak mereka berkelimpahan harta dan kehidupan yang mapan karena  anugrah Tuhan semata. Betapa dahsyatnya dampak hati seorang ibu (boruni raja) yang setia kepada Tuhan dengan memiliki suami yang  hatinya jahat dan penghianat.  Pria separuh baya itu sudah meninggal dan ibu itu masih menikmati masa tuanya degan anak dan cucu-cucunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H