Kemudian, saya  tanya agamanya apa?  Pertanyaan saya agak diskriminatif tetapi saya pikir  pertanyaan itu lebih gampang meyakinkan agar  saya bicara  dengan tokoh agama mereka untuk rasionalisasi  keadaan. Anak itu kita sebutlah  namanya  si Dome.  Dome mengatakan agamanya Kristen.  Dimana kamu gereja?  Dome mengatakan gereja di HKBP.
Ketika Dome menyebut  HKBP maka saya meminta dia  untuk mengatur jadwal  saya bertelepon dengan pendetanya.  Dome mengatakan bahwa rumah pendetanya  cukup dekat dengan  rumahnya.  Kemudian saya minta Dome untuk mengantar telpon itu agar saya berbicara langsung.Â
Sekira 5 menit saya bertelepon dengan pendeta perempuan yang marganya sama dengan istri saya.  Saya ajak pendeta itu berbincang tentang  darimana pendeta itu kuliah teologia. Pendeta itu menyatakan  lulus dari Sekolah Tinggi Teologia  STT di Siantar.
Ketika pendeta perempuan itu menyebut STT Siantara maka dalam rangka meyakinkan bahwa saya bukan penipu maka saya sebutlah nama-nama dosennya yang saya kenal di Siantar.  Pendetapun masih  ragu. Saya melanjutkan  sederet nama-nama pendeta HKBP yang terkenal mislanya Pdt. Einar Sitompul,  Pdt. Daniel Taruliasi Harahap,  dan cukup banyak pendeta HKBP yang saya kenal cukup dekat. Â
Karena pendetapun masih tetap ragu maka saya  minta  agar minta tolong agar  gereja kami ditelpon.  Tidak mungkin saya penipu jika  ibu pendeta menelpon gereja kami.  Mendengar  tawaran saya agar menelpon gereja kami maka pendeta itupun yakin.
Pasca pendeta mereka memberikan sinyal bahwa saya bukan penipu,  beberapa hari kemudian,  Dome tak juga ada informasi. Saya menelpon Dome agar segera datang tetapi alasanya tidak ada ongkos.  Kalau alasanya ongkos maka saya anjurkan naik bus ALS saja dari Sibolga dan saya akan kirim  ongkosnya. Â
Persoalan  Dome tidak hanya ongkos, tetapi  dia masih ingin membantu ibunya panen padi. Tidak ada kawan mamaku  panen padi.  Loh, katanya  mau serius  kuliah . Serius ngak sih?  Kalau tidak niat, kasih keputusan dong.  Oke, saya tunggu keputusanmu, susah bangat? Kalau serius telpon saya ya kataku sambil menutup telpon.  Saya agak emosi ketika itu.
Tidak lama kemudian dia menelpon saya bahwa  dia serius tapi tidak punya ongkos.  Kemudian  minta nomor rekeningnya.  Besoknya Dome menghubungi saya bahwa dia akan berangkat naik ALS.  Dia menuju  rumah saudaranya  tetapi saudaranya di Tangerang  yang  bekerja  di koperasi tidak setuju Dome kuliah karena tidak punya uang. Â
Dalam kondisi lesu, Dome dengan saudaranya datang ke  rumah bersama seorang pendeta. Tiba di rumah langsung saya ajak ke kampus yang kami tuju.  Pendeta itu menanyakan akreditasi kampus  dan hal-hal yang terkait  akademik. Â
Setelah melihat kampus dan penjelasan pihak kampus  maka  saudaranya Dome dan pendeta itu mendekati saya.  Lae,  adik kandungpun baru datang dari Sibolga.  Dia saja  tak saya buat kuliah.  Menurut saya Dome bekerja saja dulu.  Bagi saya lae,  kalau mau sukses kita kasih pancing bukan ikan.  Loh, beasiswa itu bukan pancing, bukan ikan tetapi kapal penangkap ikan, jawabku.  Apa masalahnya?  Dia beasiswa dan lae hanya menampung dia makan di rumah lae dan ongkos ke kampus. Dekat rumah lae  kampus.  Sederhana kan?
Melihat  saudaranya tidak setuju Dome kuliah maka saya ajak  Dome ke rumah kami.  Kami daftarakan dulu Dome ke kampus yang cukup dekat dengan rumah kami.  Ternyata setelah di rumah kami Dome tidak punya baju ganti.  Dome mengatakan bahwa di Lampung ada penumpang  yang salah bawa tas.Â