Pagi-pagi benar Rolung mencuci mobil  istri saya dan langsung  berkata dengan semangat, "lae, ada orang kampung kami  dari  Tapanuli  Tengah (Tapteng)  ingin sekali kuliah tapi  orang tuanya tidak punya uang. Â
Apakah  bisa  lae  membantu  mendapatkan beasiswa?  Rolung menanyakan itu karena dia mengetahui  kedekatan saya dengan Profesor Yohanes Surya  yang senang membantu anak-anak Indonesia yang ingin kuliah tetapi kesulitan ekonomi. Â
Rolung  yang seorang duda itu sedang kasmaran dengan seorang gadis  dari  Tapteng.  Saya menduga Rolung semangat karena anak yang butuh beasiswa itu adalah  saudara gadis yang sedang didekatinya.
Rolung adalah  sopir yang  mengantar istri saya kemana dia perlu.  Rolung menjadi duda karena  ditinggalkan istrinya karena alasan ekonomi. Â
Di masa  lajangnya  Rolung  adalah  pemain gitar dan berbagai alat  music untuk mengiringi lagu-lagui rohani di gerejanya.  Rolung pemain musik yang hebat.  Rolung pernah bergabung  dengan sebuah group  band  tetapi  mereka tidak sanggup menaikkan popularitasnya ke publik.
Ketika  bermain musik di gereja,  seorang gadis   bernama Lingling (nama samaran)  yang menjadi song leader dalam  acara kebaktian jatuh hati padanya yang kemudian menjadi  pacarnya.   Sang gadis  yang putri  orang kaya itu meyakinkan  Rolung untuk membentuk keluarga. Kita adalah keluarga bahagia nantinya  karena kita melayani Tuhan dengan  cara abang bermain musik dan saya menjadi song leader. Â
Kita akan melayani Tuhan secara optimal.  Mereka pun menikah.  Tetapi dalam perjalanan pernikahannya, mereka  mengalami kesulitan karena si Rolung  gagal menjadi pemain musik terkenal dan menjadi buruh pabrik yang gajinya kurang untuk kebutuhan mereka dan dua anaknya.  Mereka pun berpisah.
Saya meminta Rolung agar anak yang bersangkutan menghubungi saya. Tetapi beberapa hari kemudian saya tidak dihubungi.  Karena tidak dihubungi  maka  saya  minta nomor telepon  anak yang dimaksud.Â
Setelah saya telepon ternyata  mereka anggap  saya seorang penipu.  Prof. Yohanes Surya memang sedang mencari anak-anak negeri yang ingin kuliah  tapi  orang tuanya tidak mampu ekonominya.  Kaget juga  ketika disebut  saya penipu.
Saya berpikir agar saya  memutuskan komunikasi saja, tetapi saya mencari akal agar dia percaya bahwa saya bukan penipu.  Sebuah tantangan bagi saya.  Â