Setelah hari raya Idul Adha hari minggu lalu banyak video-video yang memprihatinkan dari  pemotongan hewan terutama sapi.  Ada video yang setengah  lehernya dipotong  kemudian sapi  mengamuk dan  sapi itu terjatuh  ke kolam  bersama  tim pemotong. Â
Pemotong itu ditimpa sapi yang setengah lehernya sudah dipotong.  Ada pula hewan  yang lepas di kompleks  mengejar  masyarakat hingga ketakutan.  Media sosial  setelah hari raya Idul Adha  dibanjiri video-video  tentang  berbagai hewan  hewan  yang  juru potongnya tidak  memperhitungkan resiko.
Melihat peristiwa di  media sosial itu saya teringat  dimasa kecilku hingga remaja yang kami diajari cara menangkap sapi atau di kampung kami disebut lembu liar.Â
Lembu liar yang  saya maksud adalah lembu yang lepas diladang yang pemiliknya jelas tetapi tidak pernah dikandang. Kandang lembu itu adalah di  ladang yang pemiliknya jelas.  Jika pemiliknya  hendak menjual maka  harus diarahkan tim penangkap lembu yang  handal.
Ketika remaja saya  sering diajak menjadi tim penangkap lembu liar itu.  Sebelum anggota tim kami dilatih cara memisahkan lembu dari kelompoknya dan diarahkan kepada tempat tertentu dan kemudian  ditangkap dengan bantuan anjing  pemburu. Hal yang menakutkan adalah jika lembu yang akan kita tangkap adalah lembu jantan yang sangat besar.Â
Melihat tanduknya saja, nyali kita  sudah ciut. Tapi jangan gentar, jika lembu itu mengamuk dan mengejar kita, gampang diatasi.  Jika dikejar, maka lari jangan lurus  harus lari menyamping  karena  lembu itu tutup mata  ketika  mengamuk mengejar kita, kata pelatih kami.
Para senior penangkap lembu itu biasanya diawali dengan  sebagian menangkap ekor lembu dan sebagian lagi memeluk leher lembu dengan menghindari tanduk lembu itu.  Dengan cara itu, lembu itu terjatuh dan  langsung diikat kakinya.  Hal yang  sangat penting dalam menangkap lembu liar adalah tali pengikat harus yang baru dibeli.Â
Sebab, jika talinya tidak kuat kemungkinan  akan putus atau resiko lain.  Cara menangkap leher dan ekor  lembu itu pun harus dengan perhitungan yang sangat matang.
Saya masih ingat para  penangkap lembu liar yang tidak pernah melakukan kesalahan itu adalah  Kobun Sirait, Benget Manurung, Sorialam Manurung dan yang lain.  Para penangkap sapi liar itu selalu menekankan kepada kami yang pemula tidak boleh melakukan kesalahan dan tidak boleh ada keraguan. Â
Harus percaya diri. Jika tidak, kita yang dihajar dan ditendang dengan kekuatan kakinya.  Kaki lembu itu bisa mematikan jika kita lengah.  Karena itu tidak boleh lengah sedikitpun, itulah syarat kita bisa masuk tim penangkap lembu  liar. Â
Sepanjang kami menangkap lembu  liar di pegunungan, tidak perna ada luka yang berarti,  resiko tertinggi adalah  luka karena gesekan anggota badan dengan  rumput atau kayu ketika bertempur untuk menjatuhkan  lembu liar itu.
Melihat lembu jinak yang  mengamuk ketika hendak dipotong diberbagai daerah mengingatkan kita agar  para juru potong adalah orang terlatih yang memperhitungkan resiko.  Cara memotong dibagian mana,  ketajaman pisau dan  cara tim mengikat lembu yang  hendak  dipotong harus dilatih dengan baik. Â
Dibutuhkan pelatihan yang sistematis di kota, di desa hingga di tingkat RT. Â Â Semua masyarakat yang terlibat dalam pemotongan hewan haruslah yang terlatih. Â Semua resiko harus terukur.
Selain  cara memotong, ketajaman pisau  harus  distandardisasi .  Perlu juga distribusi hewan-hewan yang hendak dijual dan  untuk kebutuhan qurban juga sejatinya distandardisasi.  Mulai dari  pemilik hewan,  distribusi hingga konsumen harus  memiliki komitmen yang sama agar sapi atau lembu itu tidak beresiko.  Â
Cukup banyak kejadian  yang saya lihat sapi lepas  di kompleks hingga masuk ke jalan raya dan sapi melabrak sepeda motor. Cukup berbahaya, bukan?.  Dari kejadian-kejadian yang kita lihat dimedsos tidak akan terjadi jika semua komitmen akan pentingnya keselamatan. Â
Dimulai dari  pengangkutan dari pemilik hewan hingga ke distributor hingga ke konsumen.  Semua proses dari pemilik hewan hingga ke konsumen harus memiliki komitmen nol kesalahan. Â
Alat yang dipakai  seperti tali dan orang yang menangani  harus nol kesalahan.  Pemerintah harus menginventarisasi  data seluruh penerima qurban atau konsumen dan dipastikan mereka adalah orang-orang yang terlatih.  Dengan demikian, tidak ada resiko yang menakutkan lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H