Sepanjang kami menangkap lembu  liar di pegunungan, tidak perna ada luka yang berarti,  resiko tertinggi adalah  luka karena gesekan anggota badan dengan  rumput atau kayu ketika bertempur untuk menjatuhkan  lembu liar itu.
Melihat lembu jinak yang  mengamuk ketika hendak dipotong diberbagai daerah mengingatkan kita agar  para juru potong adalah orang terlatih yang memperhitungkan resiko.  Cara memotong dibagian mana,  ketajaman pisau dan  cara tim mengikat lembu yang  hendak  dipotong harus dilatih dengan baik. Â
Dibutuhkan pelatihan yang sistematis di kota, di desa hingga di tingkat RT. Â Â Semua masyarakat yang terlibat dalam pemotongan hewan haruslah yang terlatih. Â Semua resiko harus terukur.
Selain  cara memotong, ketajaman pisau  harus  distandardisasi .  Perlu juga distribusi hewan-hewan yang hendak dijual dan  untuk kebutuhan qurban juga sejatinya distandardisasi.  Mulai dari  pemilik hewan,  distribusi hingga konsumen harus  memiliki komitmen yang sama agar sapi atau lembu itu tidak beresiko.  Â
Cukup banyak kejadian  yang saya lihat sapi lepas  di kompleks hingga masuk ke jalan raya dan sapi melabrak sepeda motor. Cukup berbahaya, bukan?.  Dari kejadian-kejadian yang kita lihat dimedsos tidak akan terjadi jika semua komitmen akan pentingnya keselamatan. Â
Dimulai dari  pengangkutan dari pemilik hewan hingga ke distributor hingga ke konsumen.  Semua proses dari pemilik hewan hingga ke konsumen harus memiliki komitmen nol kesalahan. Â
Alat yang dipakai  seperti tali dan orang yang menangani  harus nol kesalahan.  Pemerintah harus menginventarisasi  data seluruh penerima qurban atau konsumen dan dipastikan mereka adalah orang-orang yang terlatih.  Dengan demikian, tidak ada resiko yang menakutkan lagi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI