Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Data Sebagai Pondasi Berbicara dan Mengambil Keputusan

4 April 2022   07:18 Diperbarui: 4 April 2022   07:24 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu cara  kita bekerja untuk menghindari  subjektivitas dalam berbicara dan mengambil keputusan adalah harus berdasarkan data dan fakta. Penggunaan basis data sangat diperlukan untuk dapat mengelola, menyimpan, memanajemen segala informasi yang berbentuk data secara terstruktur dan tersistem.   

Jika kita mengkritisi kebijakan pemerintah atau kebijakan apapun harus   berdasarkan data ditambah dengan fakta di lapangan. Bahkan, k akhir-akhir ini  dikenal dengan big data.  Berdasarkan big data inilah kita menganalisis berbagai hal tentang jawaban atas berbagai persoalan kehidupan.

Darimana, siapa, bagaimana cara memperoleh data?  Dalam  hal memperoleh data banyak orang yang kaku. Padahal sumber data itu banyak. Semakin banyak data yang kita peroleh  semakin  akuratlah data kita.  

Menyoal data yang valid dan sahih  terjadi  perdebatan yang amat panjang. Sahabat saya seorang Sosiolog dan aktivis kemanusiaan alumnus Cornel  University  George Junus Aditjonro  (GJA)   sering kritik data dari pemerintah karena keterbatasan dan metode yang berbeda.  

Metode memperoleh data pun sering dikritiknya.  GJA pernah  menjahit dari berbagai  sumber  yang dikenal dengan buku  Gurita Cikeas dan Cikeas makin menggurita pernah menggemparkan publik.

Profesor Tjipta Lesmana, Ramadhan  Pohon dan banyak   orang ketika itu kritik metode GJA mengumpulkan data.   Ketika itu, saya diminta GJA  membantu mencari data dari berbagai sumber dan dijahit dengan apik.  Dan, data yang  dikumpulkan dalam  berbagai sumber dan dijadikan buku yang amat sederhana  itupun   menarik perhatian publik. Bahkan,  berakhir dengan laporan ke polisi karena   GJA  emosi ke Ramadhan Pohan ketika bedah buku  Gurita Cikeas di Jakarta. Saya menjadi saksi hidup ketika itu. 

Hal itu terjadi karena Ramadhan Pohan menyebut data GJA adalah halusinasi. GJA disulut emosinya dan menampar buku ke wajah Ramadhan Pohan.   Faktanya, mereka yang ditulis dalam data GJA ada berakhir dipenjara.  Dengan kata lain, waktu menjawab  kebenaran data GJA. Waktu memang jujur bercerita.

Di  Indonesia keterbukaan data atau informasi diatur  dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).  

Lalu, bagaimana jika  sumber informasi tidak memberikan data?  Dalam konteks inilah  dibutuhkan inovasi  dan kreativitas kita untuk  memperolehnya dengan obeservasi dan  penelitian.  Misalnya,  berapa jumlah SMP kelas tiga  di Kabupaten  Toba  tahun 2022 yang akan masuk sekolah atas? 

Sebetulnya sangat mudah jika dinas pendidikan Toba  memberikannya, tetapi ada kalanya  dinas pendidikan mengatakan tidak ada.  Maka, jika  betul betul ingin tau ada cara lain yaitu mencarinya ke setiap SMP di Toba. Sulit tapi bisa dilakukan, bukan?

Contoh lain dalam mencari data adalah apa dampak  sertifikasi guru terhadap prestasi siswa di sekolah? Apakah benar kompetensi guru meningkat setelah  memiliki sertifikat?  Dalam konteks seperti ini perlu data primer dan sekunder.  Data bisa melalui wawancara yang mendalam dan observasi ke berbagai daerah untuk memperolehnya.   

Di beberapa daerah misalnya,  ada anak-anak yang memperoleh medali dalam  kompetisi sains  dihasilkan guru yang tidak memiliki sertifikat profesi guru.  Jadi, jawaban atas pertanyaan  dampak sertifikasi profesi terhadap prestasi siswa adalah perjalanan panjang. Kita melihatnya secara kasuistik.

Bagaimana  melihat data yang akurat dan sahih?  Menjawab pertanyaan ini acapkali  data pemerintah dianggap paling akurat. Bisa saja, tetapi data pemerintah bisa saja salah.  Karena itulah dibutuhkan  kritik dari berbagai pihak agar data kita makin akurat.  Dan harus dipahami data itu harus diperbarui terus menerus.   Semua  pihak harus memberi kontribusi dalam  membangun data yang paling akurat tanpa klaim datanya paling akurat. 

Memahami data itu sangat penting maka  pemerintah harus menyajikan data  untuk publik. Tujuannya adalah agar percakapan di ruang publik akurat dan terukur.  Pemerintah harus banyak menyosialisasikan data   ke publik agar publik cerdas. Bukan sebaliknya yaitu  menyerang warga negara karena menyajikan datanya.  Apalagi dengan mengatakan darimana datamu dan  mencari  siapa pemberi data. Sikap ini adalah kumuh. Pertanyaan yang benar adalah apakah data itu benar?

Pemerintah dan semua kita adu argumentasi  tentang keakuratan data kita.  Betul bahwa  sumber data  perlu diberikan tetapi banyak data yang tercecer yang dikumpulkan. 

Apakah itu akurat dan sahih? Dalam konteks inilah dibutuhkan  validasi data.   Sebagai contoh baru-baru ini tentang  pembahasan pengangkatan  Kepala Sekolah  (Kepsek)  di Samosir.  Kita memahami  bahwa regulasi terkait   Pengangkatan  Guru Sebagai Kepala Sekolah adalah Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021 tentang penugasan guru sebagai Kepala Sekolah.

Sebelum dilantik para  Kepsek,  pertanyaannya adalah regulasi apa yang dipakai?  Apa isi regulasi?  Regulasi yang digunakan adalah  Permendikbudristek nomor 40 tahun 2021 tentang penugasan guru sebagai Kepsek? Apa isinya? Isinya adalah syarat menjadi  Kepsek yaitu   minimal  golongan  III B, usia maksimal 56 tahun,  memiliki sertifikat profesi dan lulus pelatihan Kepsek.   Siapa saja yang   memenuhi syarat?  Berapa jumlah yang memenuhi syarat?  

Kalau jumlah Kepsek  yang tidak memenuhi syarat  tidak  tidak cukup  langkah selanjutnya?. Pertanyaan-pertanyaan itu lah membutuhkan data.  Pemerintah membutuhkan data dan  masyarakat sipil juga membutuhkan data untuk control apakah pemerintah sudah benar melantik sesuai konstitusi?.

Kita harus berdiskusi dengan data bukan  menyerang  rakyat yang menyajikan data  dan mencurigai yang memberi data.  Sumber data itu sangat banyak. Metode memperoleh data itu sangat banyak.  Sikap menuding memberi data kemudian menghukum yang dicurigai  memberikan data sangatlah tidak terpuji.  Sejatinya, fokus kepada kesahihan data.  

Dibutuhkan sikap rasional, objektif dan melihat fakta yang ada.   Diskusi dengan data dan sikap tulus untuk membangun negeri tercinta adalah kuncinya. Jika ada keputusan yang keliru segera direvisi. Melakukan revisi adalah sikap terpuji atas kekeliruan.  Melakukan revisi untuk perbaikan adalah langkah awal membangun negeri dengan pondasi yang kuat.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun