Hubungan suami dengan istri  merupakan hubungan paling unik di dunia.  Hubungan suami dengan istri itu bermodalkan cinta.  Konon, cinta membuat yang  haus  menjadi lega, rasa lapar menjadi kenyang, lelah menjadi  rileks dan tenang, pusing menjadi gembira, kuatir menjadi berharap, sakit menjadi sembuh, lemah menjadi kuat, malas menjadi rajin, bodoh menjadi cerdas dan berbagai keajaiban karena cinta. Tetapi cinta juga berakibat  membunuh dan merana.
Lalu, bagaimana ketika  suami yang mempertahankan kebenaran umum masuk penjara? Bagaimana menyikapi suami yang "konyol"  seperti masuk penjara karena mengurusi urusan  publik tanpa menghasilkan apa-apa untuk dirinya?
Sebastian Hutabarat masuk penjara selam 1 bulan  dan dua hari yang lalu telah keluar. Sebastian Hutabarat masuk penjara  karena "kebodohan". Bodoh karena bukan mempertahankan kepentingan dirinya, membela dirinya, atau membela keluarganya.  Perjuangannya untuk lingkungan  hidup sama sekali tidak pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi keluarga atau menyangkut kepentingan bisnis keluarganya.  Dia menyampaikan suara-suara kenabiannya selama ini dan berakhir di penjara.
Bagaimana seorang istri melihat seorang suami yang menghabiskan waktunya untuk kepentingan umum? Bagaimana seorang istri menghadapi pikiran-pikiran dan tindakan suami  yang bergulat demi  kepentingan umum seperti lingkungan hidup?. Apa istri melihat itu sebuah kekonyolan atau kebodohan?Â
Dalam kehidupan sehari-hari ada dua sikap istri  terhadap  suaminya  yang dalam sehari-hari aktivis. Laki-laki aktivis  lingkungan, demokrasi, sosial dan lain sebagainya. Sikap pertama adalah  istri menyebut sikap itu adalah kebodohan. Mengapa? Karena mengurus diri saja sudah susah, untuk apa mengurusi orang lain? Bukankah hal itu urusan pemerintah? Sejatinya suami mencari nafkah untuk keluarga. Suami tidak usah mengurusi urusan orang lain.
Kedua, seorang istri sangat bangga melihat  suami berani dan gagah menyuarakan kepentingan publik.  Seorang istri dan makin cinta melihat suami  berani dan gagah  bersuara dan berjuang untuk kepentingan publik.  Istri Sebastian Hutbarat yaitu Imelda  Napitupulu  mengatakan suaminya istimewa. Istimewa walaupun masuk penjara  mengurusi bukan urusan keluarga.  Sebastian Hutabarat mengurusi kelestarian Danau Toba yang sejatinya diurus oleh pemerintah. Pemerintah yang bertanggungjawab  atas keberlanjutan Danau Toba.
Realitanya, apakah Danau Toba diurus  pemerintah? Apakah pemerintah  berpikir jernih dan kerja keras untuk melestarikan Danau Toba?. Ketidakhadiran pemerintah atau kegagalan pemerintah itulah yang harus  diisi secara partisipatif oleh rakyat. Partisipasi itulah yang dilakukan Sebastian Hutbarat yang berakibat masuk penjara.  Sebastian Hutbarat bisa disebut mengurusi yang bukan urusannya jika kita berpikir picik dan kerdil.
Apa yang dilakukan Sebastian Hutabarat dengan mencintai Danau Toba adalah pikiran, tindakan  dan jiwa besarnya. Hanya orang tulus dan berpikiran yang jauh kedepan bisa melakukan itu.  Dalam konteks inilah kita dapat melihat peta potret masyarakat kita.  Potret yang menggambarkan pemikiran kerdil, picik dan kepentingan semata.  Mereka yang melihat perjuangan Sebastian Hutabarat adalah manusia yang tulus dan melihat masa depan Danau Toba jauh kedepan.
       Kita menyadari bahwa  paradigma  masyarakat kita terpecah dua yaitu eksploitatif yang menuhankan pertumbuhan ekonomi secara angka dan menjaga kelestarian dalam berbagai kegiatan yang disebut konservasionist.Â
Sebastian Hutabarat masuk kategori  konservasionist yang pro kehidupan hari ini dan di masa yang akan datang. Tembok pemisah antara eksploitatif dan konservasionist  sejatinya ada kompromi yaitu  pertumbuhan ekonomi terus kita harapkan dengan cara menjaga kelestarian Danau Toba jauh kedepan. Karena itu Daya Dukung (Carrying Capacity) lingkungan harus dilihat secara mutlak.