Ketika  Juliari  Batubara diangkat  menjadi Menteri  Sosial (Mensos) oleh Presiden Jokowi saya agak kaget.  Saya kaget karena Juliari  Batubara yang saya kenal adalah pebisnis limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Â
Juliari Batubara adalah anak AP Batubara  yang sangat lama di bisnis limbah B3.  AP Batubara menyerahkan bisnis perusahaan  pemanfaatan limbah  B3 ke Juliari  Batubara.Â
Kaget karena bisnis  limbah B3 itu  keras dan jauh dari  logika sehat berpikir sementara  Mensos  sejatinya berjiwa sosial dari relung hati yang dalam.  Mensos sejatinya  berjiwa sosial secara lahir dan batin.  Bagi saya  cukup aneh jika pebisnis limbah B3 yang keras mengurusi kehidupan  sosial.Â
Memang agak mirip  pengelola limbah B3 dengan sosial karena sama-sama dampak dari  sebuah proses.  Limbah B3  sisa proses produk sementara sosial adalah dampak dari  pembangunan muncul masalah sosial.
Salah satu persoalan  besar di negeri kita adalah  bayaknya  limbah B3 yang sebenarnya tidak berbahaya tetapi dimasukkan B3.  Banyak bahan baku disebut jenis limbah B3  padahal bisa dikelola dengan baik. Kontradiksi antara defenisi dengan kenyataan.  Contohnya oli  bekas. Â
Apa bahayanya  oli bekas sehingga dimasukkan Bahan Berbahaya dan  Beracun? Apa bahayanya? Bukankah oli bekas  diolah  dan digunakan kembali?. Mengolah kembali oli bekas itulah bisnis AP Batubara yang  dilanjtkan anaknya Juliari  Batubara.  Oli bekas itu mahal maka pasti dijaga setiap orang agar tidak terbuang.Â
Di berbagai daerah  di Indonesia  cukup banyak pengumpul oli bekas  yang tidak memiliki izin  mengumpulkan  oli bekas dan digunakan untuk fungsi lain seperti bahan bakar broiler pabrik.  Kegiatan inilah yang sering bermasalah dengan hukum.  Dalam kondisi ini acapkali  "berdamai" dengan penegak hukum. Â
Di dalam daftar  limbah B3 Oli bekas  masuk dalam limbah B3. Dalam parkteknya oli bekas banyak dimanfaatkan  pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah  (UMKM) tetapi secara hukum penggunaan itu telah melanggar karena  penggunaan limbah B3 tanpa izin.  Perusahaan yang berhak mengelola oli bekas adalah  perusahaan milik AP Batubara yang dilanjutkan Juliari Batubara.  Â
Selama AP Batubara  mengelola bisnis Bahan  Berbahaya dan Beracun dan licin ini aman. Juliari Batubara pun aman tetapi ketika  Juliari Batubara meninggalkan bisnis yang mengelola  Bahan Berbahaya dan Beracun yang  licin itu justru tergelincir karena Bansos.
Bisnis oli bekas dapat  dikatakan  monopoli perusahaan AP  Batubara  hingga ada pertanyaan apakah regulasi pengelolaan limbah  B3 diintervensi AP Batubara mengingat beliau petinggi  salah satu partai sejak  dahulu?
Monopoli pengelolaan oli bekas seluruh nusantara memperkuat dugaan itu.  Sebab, jika oli bekas tidak diberikan kepada perusahaan  yang berizin maka semua melanggar hukum. Pengguna oli bekas tanpa izin bersembuyi di seluruh nusantara.
Undang-Undang  Nomor 32 tahun 2009  Perlindungan Pengelolaan  Lingkungan Hidup (PPLH) memiliki prinsip pencemar membayar.  Artinya setipa usaha atau perusahaan yang menghasilkan  limbah B3 membayar biaya  pengelolaanya. Â
Dengan kata lain semua perusahaan yang menghasilkan oli bekas di seluruh nusantara membayar biaya pengelolaanya terhadap pengelola dalam hal ini perusahaan bisnis milik Juliari Batubara. Â Â
Penghasil oli bekas membayar dan hasilnya mahal dijual ke masyarakat.  Keuntungan yang luar biasa  dihasilkan perusahaan pemanfaatan limbah B3. Perusahaan pemanfaatan limbah B3 memiliki sumber uang dari pemberi bahan dan keuntungan dari penjualan.
Pesan dalam tulisan ini  adalah menyadarkan kita agar  pelaku pengelola atau pemanfaat limbah B3 sejatinya pecinta lingkungan. Orientasi pemanfaatakn  karena cita linkungan yang berdampak keuntungan ekonomi.Â
Fokus pengelolaan/pemanfaatan adalah  melestarikan llingkungan bukan fokus kepada jumlah keuntungan.  Regulasi dintervensi  dalam rangka menyelamatkan lingkungan bukan dalam rangka keuntungan pihak tertentu. Â
Aroma limbah B3 fokus kepada keuntungan ekonomi  maka perlu ditinjau kembali  jenis jenis  yang dikategorikan berbahaya dan beracun.  Jika masyarakat UMKM mampu mengendalikan oli bekas digunakan kembali dengan mengendalikan dampak lingkungan maka hal itu dapat diakomodasi  dalam bentuk regulasi. Tujuannya agar semua daerah bertanggungjawab  atas lingkungan masing-masing.
Jika kita  menuruti UU Nomor 32 tahun 2009 maka semua oli bekas  dari seluruh nusantara  harus mengirim ke perusahaan seperti milik Juliari  Batubara. Tetapi dalam prakteknya banyak yang sembunyi-sembunyi menggunakanya. Hal itu disebabkan regulasi kita tidak mengakomodasi realita yang ada dan  multitafsir makna regulasi.
Dari kasus Juliari Batubara dapat kita belajar agar  orang yang diberi izin pengelola  limbah B3  adalah orang yang mencintai lingkungan agar dikelola dengan paradigm menyelamatkan lingkungan.  Paradigma mengelola lingkungan berdampak menguntungkan tetapi tidak boleh orientasi untung mengorbankan lingkungan. Â
Demikian juga Mensos sejatinya orang yang jiwa dan raganya teruji  untuk sosial. Atau mengikuti  semangat Gusdur membubarkan Kementerian  Sosial agar menjadi tanggungjawab  seluruh komponen bangsa.
Logika Gusdur  adalah jika Negara mengurus rakyat dengan benar maka dampak sosialnya kecil. Jika dampak sosial pembangunan kecil maka semua komponen bangsa mudah menanggulanginya.  Â
Betapa luar biasa prihatin kita ketika dana  Bansos dampak pandemic Covid19 dikorupsi.  Perilaku korupsi Bansos Covid19 itu merupakan akumulasi  sikap yang berkepanjangan karena tidak masuk akal sehat. Bagaimana mungkin tega korupsi dana Covid19 yang menakutkan dunia itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H