Tahun 2014  pernah anak-anak kreatif  di  Banten  yang tidak lulus SMA  saya tawarkan  ke Prof. Yohanes Surya, Ph.D  untuk kuliah di kampus yang didirikannya.  Yohanes Surya mengatakan kita cobadengan matrikulasi dan ijazah paket  C menyusul. Â
Terpenting keahlian anak itu  terus dikembangkan  dengan pengajar yang berdedikasi dan profesional.   Tiga semester bisa mengikuti kuliah tetapi biaya hidup kesulitan. Kami mencoba mencari sponsor untuk menutupi biaya hidup.Â
Tidak ada yang tertarik karena  pemberi beasiswa pada umumnya memberi kepada yang berprestasi akademik. Tidak ada  yang bersedia memberi beasiswa kepada  anak yang unik dan keahlian khusus.
Dari kejadian itu saya bertanya dalam hati, dimana kehadiran Negara bagi anak yang orang tuanya gagal?.  Yohanes Surya itu selalu mengingatkan agar kita  prioritaskan anak yang  rangking 1 dari belakang. Tidak ada tantangannya jika kita hanya  menambah kepintaran anak yang sudah pintar. Â
Saya selalu diajak mencari anak yang dianggap bodoh. Â Jangan sampai anak dianggap bodoh menghasilkan anak bodoh lagi, katanya. Â Jika banyak orang bodoh melahirkan anak bodoh maka beban Negara kita luar biasa dikemudian hari.Â
Orang miskin itu biasanya melahirkan orang miskin baru secara turun temurun. Karena itu mereka kita buat juara olimpiade agar kebodohan terputus. Â Mengapa mereka bodoh terus menerus?. Â
Tidak ada usaha  untuk memutus mata rantai, kata pak Yo demikian beliau kami panggil.  Pernah kami melatih anak-anak yang dianggap bodoh dilatih selama sebulan dari Humbanghas.  Â
Mereka dilatih dengan metode Gampang Asyik dan Menyenangkan (Gasing).  Mereka ceria dan kelihatan seru selama belajar bersama pak Yo.  Saya terheran-heran melihat antusiasme anak-anak desa yang sebelumnya murung dan dianggap nakal  di desanya. Ternyata metode mengajar  bisa mengubah suasana.
Kemampuan pak Yo mengubah suasana mengajar dengan metode Gampang, Asyik dan Menyenangkan  (Gasing) sejatinya diadopsi banyak guru untuk mengajar. Selama ini terkesan guru berpihak kepada yang pintar saja. Â
Tidak banyak guru yang kreatif dan inovatif  untuk mengubah keadaan. Bahkan beberapa kali kami temukan anak  jenius dianggap nakal oleh gurunya. Â