Di akhir-akhir kuliah mereka, Risma duluan lulus. Jahorman pintar tetapi dalam hal eksekusi skripsi Risma lebih cepat. Komunikasi Risma lebih baik dari Jahorman ke dosen pembimbing skripsi. Jahorman ada kalanya malas mengerjakan skripsi jika tak setuju pendapat dosen pembimbing. Lain dengan Risma. Risma mengikuti apa maunya dosen yang penting cepat selesai. Risma lebih fleksibel. Selain fleksibel, Risma unggul dalam menerjemahkan literature bahasa Inggris. Kemampuan bahasa Inggris Risma membantu sehingga lebih cepat lulus.
Risma lulus sekitar 4 bulan dari Jahorman, tetapi Jahorman dan Risma sama sama mendapatkan pekerjaan. Jahorman diajak seniornya menjadi konsultan lingkungan dan Risma lulus di perusahaan perbankan. Dua tahun kemudian mereka merencanakan pernikahan. Jahorman mengahdap calon mertua dan membicarakan rencana pernikahan mereka. Calon mertua Jahorman senang melihat gaya bicara Jahorman, sikap dan bobot pembicaraan yang bermutu. Bangga bangat gua punya menantu seperti Jahorman, pikir sang calon mertua. Keren deh pikir calon mertua yang seorang pengusaha yang juga berlatar belakang aktivis.
Orang tua Risma mengusulkan agar pemberkatan nikah di Sumatra saja. Sekaligus pulang kampung ke kampung leluhur. Nanti orang kampung kita saja kita ajak ramai-ramai katanya. Jahorman dan Risma senang sekali mendengar saran ayah Risma. Mereka gembira sekali walaupun sebetulnya, ibu Risma lebih senang mereka nikah di Jakarta saja. Alasanya, di Jakarta lebih untuk dibanding di kampung. Di kampung itu serba susah. Kalau di Jakarta serba mudah, katanya. Ayah Risma mengatakan, "berikan kebebasan kepada anak". Dimana mereka senang, iya kita ikut saja. Akhirnya, mereka memutuskan menikah di kampung Jahorman.
Jahorman sebetulnya kurang percaya diri karena di kampungnya belum ada toilet. Kondisi itu disampaikan Jahorman ke Risma. Tetapi Risma mengatakan, "jika tidak ada toilet, kita bangun bang, susah amat?". Air juga jauh bangat. Risma mengatakan, kita bor air, susah amat bang?. Apa yang tidak bisa kita kerjakan jika cinta kita membara?, canda Risma. Hal-hal seperti itu tidak penting bang, kata Risma. Iyalah dek, pikir Jahorman dengan ragu.
Jahorman dan Risma pulang kampung diberangkatkan ayah dan ibu Risma ke bandara. Mereka tiba di Sumatra sekitar pukul 12 .00 siang. Jahorman dan Risma menempuh jalan sekitar 5 jam perjalanan darat menuju rumah Jahorman. Kira-kira 5 KM lagi tiba di rumah Jahorman, mobil kempes ban. Jahorman pusing. Risma keluar mobil yang mereka rental. Risma melihat kampung Jahorman begitu indah. Sementara Jahorman mengatakan, inilah kampung kita dek, masih kolot. Jahorman memang takut Risma kecewa.
Risma tidak kecewa, tetapi kagum akan kehebatan Jahorman. Bagaimana mungkin orang desa tertinggal seperti ini Jahorman bisa kuliah di PTN terbaik di Indonesia?. Luar biasa Tuhan baik samamu iya bang. Bagaimana sih kamu belajar bisa pintar dengan fasilitas yang sangat kurang?. Jadi waktu kecil abang toiletnya kemana bang?. canda Risma dengan sedikit genit. Jahorman menjawabnya dengan senyum. Besok paginya mereka mencari tukang bangun toilet dan ahli pengeboran air. Kita buat sumber air di kampung ini besarb bang, supaya semua satu kampung mendapat air dengan baik. Jahorman makin kagum dengan perkataan Risma.
Pada pesta adat batak itu, semua persiapan dikerjakan Jahorman dan Risma bersama ibu Jahorman. Ayah Jahorman masih seperti dulu bermain catur. Ayah Jahorman hidupnya memang catur. Tetapi tidak masalah karena ibunya fokus ke pekerjaan saja. Ibu Jahorman tidak mau lelah memikirkan perilaku ayah Jahorman yang tidak bertanggung jawab. Fokus menyekolahkan anak bagi ibu Jahorman sangat menyenangkan.
Semua persiapan bisa dikerjakan ibu Jahorman dengan Jahorman dan Risma. Ketika pesta, ayah Jahorman dinobatkan menyampaikan terima kasih kepada tamu. Jahorman sudah kuatir akan tugas itu. Ayah Jahorman memang tidak terbiasa biacara di depan umum. Selama ini tugas keluarga dikerjakan ibu Jahorman. Dalam hal tugas hari itu, seorang anggota keluarga berpikir agar ayah Jahorman dikasih tuak agar percaya diri dalam berbicara.
Ketika bicara ayah Jahorman setengah mabuk dan mengtakan, " jadi dihamu rajanami, berhenti sejenak karena sudah mabuk, kemudian anggota keluarga lain mendorong agar melanjutkannya". Ayah Jahorman memang melanjutkan tetapi berbicara dengan menyebut nama-nama catur seperti raja, mesa, peluncur, kastel, kuda dan bidak. Ide anggota keluarga yang yakin bahwa ayah Jahorman bisa bicara ternyata keliru. Benar berani, tetapi apa yang disampaikan adalah nama-nama catur karena sudah mabuk. Melihat keadaan itu para tamu menahan tawa dan malu. Risma tetap tenang dan menenangkan Jahorman dan Ibu Jahorman agar kuat. Padahal, Jahorman dan ibunya kuatir Risma kecewa. Ibu Jahorman terharu melihat sikap Risma yang dewasa dan rendah hati.
Selesai pesta, ayah Risma yang didampingi ibunya Risma memeluk Jahorman. Ayah Risma berbisik ke Jahorman, “sabar, tidak perlu malu. Tugasmu untuk membantu ibumu untuk menyekolahkan adik-adikmu. Nanti, kalau adikmu pesta, kamu sudah bisa gantikan ayahmu untuk mewakilinya”. Jahorman bangga dengan mertuanya dan makin kagum dengan Risma. Selama aktif di organisasi, Risma memang dikenal memiliki kecerdasan, sikap bijak dan kepekaan sosial yang tinggi. Ibunya Risma sukses menyekolahkan Jahorman. Aku suskes menyekolah Jahorman dan aku lebih beruntung memiliki Risma menantuku. Terima kasih Tuhan katanya berlinang air mata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H