Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Cara Mudah Menentukan Pilihan Terbaik untuk Pilkada 2020

22 Oktober 2020   15:21 Diperbarui: 22 Oktober 2020   15:30 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pantura.tribunnews.com

Menjelang  Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 9 Desember 2020  pada umumnya hal yang pertama ditanya adalah apa Visi dan Misi Pasangan Calon (Paslon). Penanya lupa bahwa Visi dan Misi  dengan mudah dibuatkan oleh konsultan politik dengan bantuan para pakar yang memiliki gelar akademik. Mereka juga lupa, master plan kota dan kawasan pun orang kita senang dibuatkan konsultan asing.  Umumnya, kita senang dengan  penjabaran visi dan misi  tanpa sikap kritis apakah realistis atau tidak.  Dalam pemahaman visi dan misi pun acapkali  hanya enak didengar. Sesungguhnya, apa  visi dan misi yang relevan dan kontekstual dalam konteks Pilkada?.

Dalam kenyataannya pemahaman Visi dan Misi seolah milik pribadi. Padahal, semua warga negara  visi dan misinya harus sesuai dengan  UUD 1945. Tujuan negara hadir untuk melindungi dan mensejahterakan rakyat.  Dengan kata lain negara hadir memenuhi kebutuhan rakyatnya agar nyaman, aman dan sejahtera.  Tujuan negara itulah diterjemahkan oleh daerah  dengan program yang konkrit agar sesuai dengan kebutuhan dasar dan impian rakyat di setiap daerah.   Jadi, visi dan misi yang dijabarkan bukan berdasarkan visi dan misi pribadi tetapi bagimana menerjemahkan kehadiran negara dalam konteks lokal  atau daerah.

Dalam parkteknya mewujudkan  terjemahan dari  makna  kehadiran negara bagi rakyat memiliki proses politik yang tarik menarik.  Dalam realitanya, ketidakadilan terjadi karena friksi politik.  Karena friksi politik itulah membutuhkan kekuatan politik  untuk mewujudkannya. Faktanya, visi dan misi yang sangat bagus tidak terwujud karena tidak didukung kekuatan politik.  Apalagi jika politik kita tidak rasional.

Rasionalisasi politik begitu penting. Walaupun dalam kenyataan, politik yang dirasionalisasi  bisa kalah karena kekuatan politik bisa mengubahnya. Dalam kondisi inilah, dibutuhkan kekuatan politik rakyat untuk memilih pemimpin yang kapabel, akseptabel dan berpihak kepada keadilan.

Tarik menarik kekuatan politik yang pelakunya adalah  Partai Politik (Parpol) membuat konstituen ada yang kecewa. Rakyat sedikit lega dengan diperbolehkannya  calon  independen  menjadi calon dalam Pilkada.  Dalam prakteknya, calon  independen pun memperkenalkan kader Parpol  yang tidak direkomendasikan  Partainya. Lalu, bagimana dengan calon indpenden yang pintar, memiliki kapasitas tinggi, integritas tinggi dan prestasi tinggi?.  Kita membutuhkan calon yang memiliki kapasitas yang baik, integritas tinggi, prestasi tinggi tetapi jika tidak memiliki dukungan politik tidak akan berjalan dengan baik.

Calon independen yang sering menyebut  dirinya koalisi rakyat yang maknanya identik  anti partai  tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dukungan politik dari parlemen.  Mengapa tidak mendapat dukungan dari parlemen  jika program yang ditawarkan adalah sangat baik untuk rakyat?.  Dalam konteks inilah harus kita sadari strategi politik.  Semakin kita sadari bahwa politik dan kegiatan profesional itu berbeda. Ranah politik harus didukung kekuatan politik. Pemahaman inilah yang harus kita sadari bersama. Lalu, jika pemimpin seperti Gubernur, Walikota dan Bupati membutuhkan  dukungan politik, mengapa diperbolehkan Calon Indpenden?.

Calon independen diperbolehkan dalam rangak mengakomodasi  rakyat yang kecewa dengan Partai Politik (Parpol)  dan memberi kebebasan bagi rakyat untuk berpolitik.  Kalau independen menjadi pilihan rakyat, itu sangat baik. Tetapi kelemahannya adalah kebijakan politik baik tanpa dukungan politik tidak akan pernah optimal. Tetapi, ketika calon indpenden yang bukan kader Parpol  menang  hal itu menjadi pelajaran  bagi Parpol untuk belajar kepada keinginan dan kebutuhan rakyat.  Ketika calon independen  yang kader Parpol menang pelajaran bagi partainya agar objektif merekomendasikan  kadernya dimasa yang akan datang.  Demikian juga kader dari satu partai menang melalui partai lain juga menjadi pembelajaran bagi partai.

Melihat kondisi carut marut politik di daerah bagimana sesungguhnya yang ideal untuk kemajuan suatu daerah.  Dalam hal memilih,  model apakah yang paling baik?. Bagaimana dengan politik uang?.  Idealnya adalah  kandidat didukung oleh mayoritas partai politik yang komitmen dengan Pancasil dan UUD 1945.  Jika kandidat didukung oleh mayoritas Parpol dan kandidat  memiliki kemampuan menerjemahkan makna kehadiran Negara untuk menjawab kebutuhan rakyat, maka  syarat itu cukup untuk kemajuan daerah.  Politik yang sarat konflik  sangat sulit untuk maju.  Apalagi jika kandidatnya tidak memiliki pemahaman kehadiran Negara bagi rakyat.

              Politik Uang (Money  Politic)

Dalam hukum kita bahwa politik uang itu adalah kejahatan. Tetapi dalam kenyataannya politik uang berjalan?.  Bagaimana tafsir politik uang yang sesungguhnya?.  Dalam konteks Pilkada, tafsir politik uang harus fleksibel. Tafsir politik uang  menjadi perdebatan.  Sebagai contoh, apakah politik uang  jika si A yang  membutuhkan waktu berjam-jam perjalanan ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) membutuhkan ongkos?.  Apakah seseorang  yang sudah tua yang membutuhkan  kendaraan dan biaya makan ke TPS bisa dikasih biaya dikategorikan politik uang?

Tahun 2014  saya pernah menjadi Calon Legislatif.  Saya mencoba menjaga idealime saya selama kampanye. Program kampanye saya adalah  mencerahkan politik dari pintu ke pintu, komunitas ke komunitas.  Berulangkali, ketika kami kampanye ke komunitas  kaum ibu, mereka mendengar materi kampanye saya. Tetapi, setelah selesai kampanye dan acara makn dan minum, ada yang berbisik. Bisikannya adalah  memberikan daftar para ibu yang suaminya sudah setahun atau berbulan-bulan tidak pulang dan anak-anaknya sudah tidak minum susu bahkan tidak ada lagi beras dirumahnya.

Menjaga idealisme, saya telpon kawan saya yang profesional atau penggiat sosial  agar membantu nama-nama yang kesulitan itu. Saya menceritakan kepada teman akan kondisi saya yang menghindari makna politik uang. Kawan-kawan saya membantu mereka.  Tetapi, sepanjang kampanye berbulan-bulan menemukan banyak persoalan.  Masyarakat banyak persoalan karena sistem jaminan sosial tidak baik.  Andaikan sistem jaminan sosial kita baik, maka saya tidak banyak menjumpai kasus tidak adanya kebutuhan rakyat yang mendesak.

Semangat saya  untuk melakukan pencerahan politik terus berjalan setiap hari. Tetapi, saya menemukan berulangkali  kasus rakyat tidak ada makanan. Apakah saya menunggu transferan  dari teman-temanku?. Mereka juga tidak punya nomor rekening.   Dalam kondisi ini saya kasih uang untuk kebutuhan mereka yang sangat menderita. Apakah saya melakukan politik uang?. Dalam hati saya mengatakan bertanggungjawab kepada siapapun atas tindakan saya. 

Dalam kondisi rakyat yang tidak nyaman dan aman  dalam hal kebutuhan pokok merupakan dampak dari kinerja pemerintah. Dalam kondisi ini hanya dapat diatasi dengan kebijakan politik. Karena itu hadirlah Kementerian sosial yang kalau di daerah dinas sosial. Apakah dinas sosial membantu rakyat yang tidak memiliki kebutuhan pokok?.  Dalam konteks inilah tafsir politik uang harus fleksibel. Kita harus realistis melihat kondisi rakyat yang sebenarnya.

Pilkada yang semakin dekat, sejatinya rakyat sudah memberikan penilaian terhadap hitung-hitungan politik. Rakyat sejatinya melihat secara objektif dari berbagai sisi untuk  kemajuan bersama.  Pertimbangan kualitas kandidat, peluang untuk menang dan dukunga politik menjadi dasar untuk memilih.  Siapa yang memiliki kapasitas, integritas, energik dan memiliki dukungan politik dan jejaring politik yang kuat untuk membangun daerah kita, itulah yang terbaik untuk daerah kita. Sudut pandang untuk kebersamaan  menjadi titik awal dalam penilaian.  Tentu saja, mengeliminasi mantan terpidana.  Jika mau daerah kita mau maju, singkirkan mantan narapidana.  Apalagi narapidana korupsi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun