Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Covid-19 Membuat Kehidupan Menjadi Lucu

6 Oktober 2020   11:11 Diperbarui: 6 Oktober 2020   11:25 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak awal Maret tahun 2020 kehidupan ini terasa mencekam karena pandemic Covid19. Kehidupan yang biasa bebas berubah menjadi banyak di rumah. Janjian berjumpa pun berpikir berulangkali walaupun dengan protokol kesehatan. Jaga jarak, pakai masker, pakai hand sanitizer, rajin cuci tangan adalah kata demi kata yang berulang tiap hari.

Lain halnya dengan tadi malam ketika saudara kami hadir ke rumah.  Saudara yang  datangpun meminta di teras saja. Saudara saya itu menceritakan pengalamannya soal Covid19 yang membuat saya puas tertawa. Suasana tertawa yang sudah lama tidak  saya dapatkan selama pandemic Covid19.

Kemarin pagi, saudara saya itu menghubungi saya lewat WhatsApp (WA)  menanyakan jam berapa aku  ada di rumah. Sejujurnya, saya mau menolak karena jika ada yang penting bisa komunikasi lewat WA atau telepon saja. Tetapi, saya jawab bahwa  malamnya aku  ada di rumah.   

Tadi malam, saya telponan dengan sahabat di Kalimantan  cerita-cerita tentang Pilkada di daerahnya dan kampung halaman. Dalam telpon kami dialog tentang Analisa pemenang dalam Pilkada ini. Dalam kondisi asyiuk telponan, istri saya mendekati saya memberitahukan bahwa saudara kami  sudah di teras rumah.

Mendengar informasi dari istriku, saya mempercepat pembicaraan dengan sahabat yang di Kalimantan. Saya menjumpai saudara kami itu  di depan rumah dan  menyambut dengan kata "horas"  dengan saya melipat kedua tangan di dadaku. Biasanya, kalau Orang Batak berjumpa dengan kata "horas" dengan salaman yang sangat erat.  Ternyata, istriku sudah menyediakan kopi hangat dan roti di teras rumah menyambut saudara kami itu.

Kami duduk dengan jarak yang cukup  jauh. Saya duduk di kursi pojok dan saudara saya  itu pun di pojok.  Saya menanyakan kegiatanya selama Covid19. Dia menceritakan mengurus izin pengelolaan limbah dan menceritakan  bahwa pegawai pemerintah di tempat pengurusan itu terpapar Covid19. Jadi, agak ditunda untuk  mengevaluasi perkembangan perizinan yang diurusnya.  Saudara saya itu  menceritakan bahwa Covid19 ini membuat suasan mengerikan dan sekaligus membuat suasana lucu-lucu.

Beberapa waktu lalu, tetangga anaknya yang pertama ada yang meninggal dunia. Puluhan orang melayat  dan mengucapkan belasungkawa. Masyarakat yang  mengucapkan belasungkawa  hampir semua memeluk  saudara yang ditinggalkan, termasuk istrinya. Semua para  ibu memeluk dan mengatakan, kuat iya mengahadapi cobaan ini.  

Beberapa hari kemudian,  diinformasikan bahwa yang meninggal itu positif  Covid19.  Semua yang hadir ketika melayat akan dirapid test. Mendengar informasi itu banyak yang kucar kacir.  Istrinya ketakutan luar biasa. Hal yang ditakutkan istrinya adalah jika hasil rapid test positif maka akan dijemput ke rumah sakit secara paksa.  Mungkin istrinya terpengaruh tontonan televisi. 

Saya lelah bangat meyakinkan  agar jangan takut berlebihan.  Menantu saya yang bersebelahan dengan yang meninggal itu  lagi hamil dan meminta pulang ke Pemalang ke tempat orang tuanya. Anak saya lagi tidak ada pekerjaan karena pelatih renang.  Tidak ada latihan renang di masa pandemi Covid19, jadi anak saya  tidak memiliki pekerjaan.  Melihat menantu saya yang minta pulang kampung dan istrinya yang ketakutan maka dia menyimpulkan agar istrinya ikut mengantarkan menantunya dan anaknya ke Pemalang.

Di Pemalang didengar berita bahwa 40 orang yang rapid test yang hadir ketika melayat semuanya negatif. Walaupun  semua negatif, istrinya tetap saja masih takut.  Selama di Pemalang istrinya dibawa jalan-jalan ke temapat yang indah-indah agar bisa melupakannya. Melihat keindahan lupa, sebentar lagi ketakutan.  Pada hari ke 10  di  Pemalang istrinya masih ketakutan.  Baru setelah hari ke 14 mulai percaya diri dan tidak takut lagi kami pulang ke Tangerang. Lega rasanya ketika tidak takut lagi.

Tiba di rumah, saya mendengar beberapa tetangga kami terpapar Covid19, katanya. Mereka yang terpapar Covid19  adalah  mereka yang bekerja di rumah sakit pada umumnya.  Tetangga saya ada yang kurang enak badan. Kemudian tetangganya ke tukang urut dan dibekam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun