Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Fresh Graduate di Era Covid-19, Paling Kreatif atau Pengangguran?

5 Juli 2020   21:13 Diperbarui: 5 Juli 2020   21:03 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dream.co.id

Ternyata, pihak pengelola  surat kabar  menyangka saya mendapat uang dari narasumber. Jadi, pihak surat kabar  membiarkan wartawan mandiri.  

Saya tidak pernah mau menerima uang dari narasumber karena menurut etika jurnalistik  hal itu dilarang.  Saya pindah-pindah koresponden surat kabar , tetap saja tidak ada yang membayar biaya perjalanan saya untuk mencari berita.  

Karena kegiatan koresponden merugikan, maka ada untungnya juga karena pejabat banyak yang saya kenal. Anak-anak pejabat itulah yang saya didik belajar matematika dan fisika kalau SMP dan belajar kimia jika anaknya SMA. 

Saya hidup dari mengajar dan menjadi koresponden hanya menambah pergaulan saja. Kartu Pers sebagi tiket gampang masuk kemana saja.

Krisis ekonomi makin parah, usaha peternakan ikan dan ayam tenggelam, anak yang  mau saya ajaripun berkurang.  Kemudian, saya putuskan untuk mendaftar  untuk melanjutkan studi  pascasarjana ke IPB Bogor. Saya diterima dan uang saya hanya cukup membayar SPP satu semester.

Tetapi, tidak lama saya langsung  mendapat siswa yang akan saya ajari di Bogor dan  pulang kuliah saya  mengajar. Hidup saya aman dan tentram karena biaya hidup  dapat teratasi. Selain biaya hidup, biaya membeli buku pun cukup dari hasil mengajar anak-anak di Bogor.

Di Kampus IPB terus belajar kemudian pulang mengajar.  Belajar dan mengajar linier.  Siswa pun lebih senang karena ketika belajar saya ceritakan apa guna  mata pelajaran itu dalam kehidupan sehari-hari.  

Belajar dan mengajar sangat menyenangkan dan cari pacar pun tidak sesulit ketika berlumpur dan kesulitan uang pula. Ketika saya kuliah dan mengajar di Bogor rasanya makin ganteng, makin energik, makin luas  pergaulan. Jika orang yang saya kenal di Pekanbaru datang ke Bogor atau ke   Jakarta saya jumpai untuk ngobrol. 

Biasanya mereka  menyalamkan amplop berisi uang. Apalagi orang tua siswa yang pernah saya ajari. Mereka kasih uang untuk biaya minum kopi atau disebut membeli buku. 

Bahkan ada yang sering telpon menanyakan kabar saya dan memberitahu sudah transfer ke nomor rekeningku. Mereka bilang, saya berhasil memotivasi anak-anak mereka untuk rajin belajar.

Jadi, awalnya saya sangat kuatir melanjutkan kuliah ke pascasarjana tetapi justru bahagia dan sejahtera.  Ketika di Pekanbaru tiap hari bergumul agar ada yang mau jadi pacar, kalau di Bogor bergumul bagaimana cara menolak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun