Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak Unggul Tanpa Sekolah Unggulan

24 Juni 2020   07:20 Diperbarui: 24 Juni 2020   07:33 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

              Orang Tua Yang Utama

              Dalam pengamatan saya menyekolahkan anak di sekoalh unggulan dengan asrama seolah kebanggaan. Apa sesungguhnya yang dibanggakan ketika anak sekolah unggulan yang berasrama?. Mengapa kita orang tua lebih percaya didik model asrama dibandingkan kita yang mendidik dengan batin kita?. Apakah orang tua ingin hanya cari uang dan anaknya jadi?. Bagimana dengan ank asrama yang berjumpa hanya sekali sebulan atau sekali 6 bulan atau sekali setahun saja?.  Bagaimana kualitas komunikasi orang tua dengan anak dengan pola semacam itu?.

              Coba kita Tanya diri kita sendiri?. Mengapa orang tua bangga anaknya sekolah berjauhan?.  Apakah orang tua sadar bahwa masa-masa pertumbuhan seperti SMP dan SMA kita kehilangan momentum untuk bercanda, memeluk dan  menghabiskan malam atau sore dengan anak?. Apakah kelak jika  mereka sudah dewasa dan sarjana mereka yang satu asrama lebih suka kumpul dengan  teman-temanya ketika masa-masa sekolah  dibandingkan kumpul dengan orang tua?.

              Orang tua bisa berargumentasi bahwa pertemuan dengan anak tidak  dilihat dari kuantitas tetapi kualitas. Kualitas apa yang kita bangun jika jumpa dengan anak SMA hanya sekali sebulan atau 2 kali setahun?.  Bagaimana jika bandingkan dengan perjumpaan tiap hari dihabiskan dengan  orang tua dengan canda, belajar bersama, berargumentasi,  berkonflik, berlibur tanpa harus tergopoh-gopoh pulang karena aturan asrama dan lain sebagainya?. Pola yang paling kreatif mana yang kita pilih?. Jika anak memiliki masalah, siapakah yang bisa menyelesaikan permasalahan anak itu?.  Mungkinkah bisa berbisik dari hati ke hati jika anak itu sudah jarang berjumpa?.

              Debat  selama ini siapakah yang lebih bertanggungjawab atas kualitas dan karakter anak?. Jawabnya adalah orang tua. Guru, lembanga pendidikan dan kurikulum hanyalah tambahan. Secara personal orang tua yang memahami anak secara utuh.  Orang tua wajib terus belajar untuk bertanggungjawab untuk anak.

              Jadi, orang tua yang anaknya tidak lulus ke sekolah unggulan santai saja. Kesempatan bagi orang tua untuk kreatif. Dalam rangka memperbaiki kognitif banyak cara yang bisa kita lakukan. Pelajaran tambahan dengan mengantar anak ke ahli paling hebat. Kita hanya memilih saja sesuai kesenangan anak. Anak kita sekolah untuk memiliki teman dan nanti ada temannya satu alumni.   Jika anak kita tidak memiliki teman sekolah, anak kita kurang cerdas bersosialisasi.  Masa depan anak tidak ditentukan sekolah unggul tetapi orang tua yang unggul. Sekolah unggula itu penting, tetapi orang tua unggul lebih penting. 

             

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun