Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Naik Kelas dalam Urusan Politik di Pilkada 2020

17 Juni 2020   08:12 Diperbarui: 17 Juni 2020   08:08 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di satu sisi kita menginginkan pemimpin yang berintegritas, kapasitas. Di sisi lain, dalam pertarungan politik membutuhkan biaya politik. Darimana sumber biaya politik bagi  seorang warga Negara yang memiliki kapasitas dan integritas tinggi?.  Sementara, jika kita ingin memiliki uang banyak maka kita  diperlukan kompromi tingkat tinggi.   Politisi memang harus kompromi, tetapi kompromi yang tanpa kehilangan makna. Kompromi inilah yang disebut fleksibilitas.  Kita tidak banyak memiliki kandidat yang berkapasitas, berintegritas dan fleksibilitasnya baik.

Jika kita telusuri umumnya kandidat yang bertarung di Pilkada adalah mereka yang pragmatis.  Masyarakat disuguhkan partai politik  calon-calon yang kapasitasnya terbatas tetapi popularitasnya dinaikkan dengan spanduk dan acara-acara yang sebetulnya jauh dari pendidikan politik rakyat yang baik.  Pendidikan politik rakyat baik adalah pendidikan yang berkelanjutan. Pendidikan politik yang berbasis di rakyat secara kontinu.    Fakta dilapangan adalah peserta pendatang yang hadir ke tengah rakyat untuk menaikkan elektabilitas.

Dalam kondisi ini siapakah yang memenangkan pertarungan Pilkada 2020?.  Dalam pertarungan Pilkada 2020 akan memberikan potret masyarakat kita. Masyarakat cerdas akan menolak petahana yang memanfaatkan  Bansos Covid 19.  Masyarakat cerdas akan menolak uang pemberian calon.  Berapa banyak yang melakaukan itu?. Itulah pertanyaan mendalam bagi kita.

Masyarakat dan pengamat politik yang menyalahkan partai politik perlu juga merenung akan dilema ini.  Jika argumentasi kita  menyalahkan  partai politik karena menyodorkan kandidat yang tidak bermutu, pertanyaanya adalah  siapa yang bermutu?.  Kemudian, mengapa partai politik tidak memiliki kader?. 

Dalam kondisi sekarang partai politik banyak kader yang baik dan berkapasitas, pertanyaanya adalah siapakah kader yang berkualitas mau jadi kandidat dalam realita politik kekinian?. Kader partai politik yang berintegritas sulit memiliki uang karena menghabiskan waktu untuk kegiatan sosial.  Kita belum banyak mendapatkan kader yang  kapasitasnya bagus, popularitas dan elektablitasnya tinggi dan memiliki uang.

Kader yang memiliki kapasitas, elektabilitas dan memiliki uang memang sangat sulit.  Mereka yang memiliki tiga kriteri itu adalah produk turun temurun yang nenek, kakek atau orang tuanya dulu Bupati, Gubernur, menteri, Presiden atau pengusaha.  Di era Jokowi misalnya, du kabinetnya anak menteri era Suharto.  

Dan anggota DPR kita  yang kini ketua DPR adalah cucu Presiden Soekarno yang juga putri Presiden Megawati Soekarno Putri.  Anggota DPR lain adalah  anak SBY, anak Gubernur, Bupati, adik Bupati dan lain sebagainya.  Jika kita melihat realita sekarang, investasi politik kakek, nenek dan orang tua sangat berperan untuk keturunannya.

Jika investasi politik kakek/nenek, orang tua dan saudara berperan penting untuk keturunan, apakah kita bertahan sebagai penerima politik uang?.  Kita tidak relevan lagi menyalahkan partai politik, karena partai politik sebetulnya ingin memenangkan pertarungan politik Pilkada 2020. 

Porsi kita adalah bersikap dengan politik cerdas dimulai dari diri sendiri untuk bangkit dalam memberi kontribusi terbaik bagi bangsa.  Sikap menerima uang untuk memilih calon adalah sikap paling buruk dalam politik. Sikap itu adalah sikap tinggal kelas dalam kehidupan. Apakah kita terus tinggal kelas?. Tinggal kelas yang miskin pengetahuan dan ekonomi?.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun