Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perbedaan Menjadi Sumber Ilmu dan Wawasan

4 Juni 2020   07:38 Diperbarui: 4 Juni 2020   07:38 1044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayam pinadar itu ada jika dipesan beberapa jam sebelumnya. Pagi hari kami di Tomok, saya perkirakan 4 jam kemudian enak makan siang hari. Masalahnya adalah pemilik restoran pinadar itu adalah kristen. Apakah kalau makan ayam kita harus anda yang memotong?. Dua kawan saya itu berbeda pendapat. Ada yang menagatakan harus dan ada yang mengatakan tidak harus.

Jika harus, maka perjalanan kita 4 jam dan kita menunggu dimasak padahal kita sudah lapar nantinya. Mereka berdua berdialog dan mengutip ayat-ayat yang relevan. Seru juga dialog mereka. Setelah mereka dialog, mereka simpulkan agar saya telpon saja untuk memasak dan 4 jam lagi kami akan tiba dan langsung menikmati makanan khas Samosir itu.

Mereka berdialog dan menemukan solusi, saya yang mendengar bertambah pengetahuan. Minimal pengetahuan saya adalah ada tafsir yang berbeda soal memotong ayam haruskah muslim?.  Hati kami yang dekat, asyik berdialog dan sangat menikmati perjalanan wisata  keliling Samosir.

Indonesia akan kaya raya dalam pengetahuan, aman dan tentram, menemukan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan rakyat jika kehidupan kita sehari-hari tidak sekedar toleransi, tetapi rasa ingin tau, berempati dan mendukung budaya kita untuk tumbuh dan berkembang. Budaya dan ras kita yang berbeda bukan dipertentangkan tetapi sumber ilmu pengetahuan bagi kita semua. Pengetahuan dan wawasan kita luas jika kita saling menggali budaya orang lain sebagai sumber ilmu pengetahuan.

Tokoh pemuda  Islam Banser Mojokerto  tanggal 24 Desember 200 bernama Riyanto meninggal karena bom ketika mengawal Natal. Riyanto bukan dalam rangka toleransi saja. Tetapi menjaga gereja dari bom hingga dia meninggal karena bom. Meninggalnya Riyanto menjadi teladan bagi kita untuk terus empati kepada suku, agama, ras yang berbeda. Jadi, hidup kita bukan sekedar toleransi. Tetapi jauh dari toleransi adalah saling menambah wawasan dan pengetahuan untuk kesejahteraan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun