Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menulis sebagai Pengejawantahan Sila Kedua Pancasila

1 Juni 2020   09:39 Diperbarui: 1 Juni 2020   10:01 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepanjang pengalaman saya menulis bahwa tulisan  yang paling banyak dibaca dan berdampak baik  bagi kemanusiaan adalah  ketika yang saya tulis adalah tentang kemanusiaan dan saya kerjakan sendiri. 

Apa yang saya kerjakan saya tulis tanpa berniat mengerjakan sebagai bahan tulisan. Mengerjakan kegiatan kemanusiaan dan dibantu tulisan. Tulisan semacam itu banyak dibaca dan berdampak luar biasa. Jadi, jelaslah bahwa menulis bagi saya adalah salah satu alat perjuangan untuk kemanusiaan  sebagai pengejawantahan sila kedua Pancasila.

Sila ke 2 Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memiliki butir-butir pengamalan sebagai berikut :

  1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
  2. Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
  3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
  4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
  5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
  6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
  7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
  10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Saya ingat tulisan saya yang pertama di media konvensional tahun 2000-an di Sinar Harapan  dengan judul, "Ketika Nenek Gila Itu Meneteskan Air Mata". Cerita artikel itu adalah pengalaman saya ketika menjaga ibu saya di rumah sakit dan ditengah malam datang seorang nenek tua miskin untuk berobat. Satu kamar ibu saya di rumah sakit tidak setuju nenek tua satu kamar dengan mereka. Mereka menganggap nenek tua itu akan mengganggu mereka. 

Sikap saya adalah meyakinkan bahwa nenek tua itu tidak akan mengganggu jika kita terima dengan baik. Nenek itu memang sudah terganggu kejiwaanya. Selama di rumah sakit hingga pembayaran yang bermasalah saya bantu dengan berdialog dengan pihak rumah sakit. Tulisan itu sangat banyak dibaca orang dan banyak yang menghubungi saya dan merasa diberkati dengan tulisan itu.

dokpri
dokpri
Kegiatan saya ketika mendampingi Ompung Saulina dengan usia 92 tahun dipidana 1 bulan dan anaknya   6 orang dipidana 4 bulan hanya karena membangun kuburan dari beton, dan sebuah tanaman kecil diameter sekira 30 cm dan ranting pohon yang menghalangi  beton bangunan dipangkas. Berulangkali saya ke tempat kejadian itu. 

Padahal, tempat kuburan itu adalah pemakaman umum yang resmi secara adat.  Hanya, karena ada yang mengaku menanam durian yang amat kecil itu dimasukkan pasal pengrusakan oleh polisi dan jaksa. Tidak lazim kasus seperti itu diadili di pengadilan kita dengan menggunakan hukum positif.  Kegiatan saya itu saya tulis dan diberitakan oleh media nasional dan TV nasional, bahkan siaran langsung oleh Metro TV secara nasional. 

Dampak dari kegiatan yang saya tulis itu adalah pengadilan ditempat ompung Saulina diadili kini lebih hati-hati. Kegiatan yang saya tulis itu juga berdampak kepada kekompakan generasi muda agar mengawal hukum dengan baik. 

Dampak lain adalah saya dan keluarga Ompung Saulina menjadi sangat dekat. Kedekatan saya dengan keluarga Ompung Saulina dan orang yang solider ke Ompung Saulina menjadi dekat. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan sebagai pengamalan sila Kemanusiaan yang adil dan beradab telah terlaksana dengan bantuan menulis sebagai alat perjuangan.

dokpri
dokpri
Tulisan saya dan video saya yang sangat banyak dibaca  dan ditonton adalah kegiatan ketika mendampingi rakyat Sigapiton di Toba. Kaum ibu Sigapiton melawan Badan Otorita Danau Toba (BODT) yang mengklaim tanah ulayat mereka sebagai miliknya karena telah diserahkan Kementerian Lingkungan dan Kehutanan. 

Rakyat Sigapiton telah tinggal sekitar 350 tahun di daerah itu. Oleh pemimpin adat  (bius) mereka, tanah itu  diberikan ke pemerintah untuk ditanami pohon sebagai konservasi untuk sumber air mereka. Konservasi itu berhasil karena dijadikan hutan lindung oleh negara.

Status tanah ulayat mereka dijadikan Hutan Lindung, karena itu jika ada masyarakat yang ambil kayu dari hutan mereka ditangkap polisi. Ketika itu, tiba-tiba saja masyarakat Sigapiton, Kabupaten Toba, Sumatera Utara melihat bahwa tanah ulayat mereka yang dijadikan hutan lindung dieksploitasi BODT untuk kebutuhan investor. 

Rakyat Sigapiton melawan dan saya salah satu yang hadir untuk mendampingi mereka. Saya hidup disana selama satu bulan. Semua kejadian perlawanan itu saya tulis dan rekam. Luar biasa jumlah yang membaca dan menonton video itu. Tulisan dan video kasus Sigapiton sangat berdampak baik.

Kini kita diperhadapkan dengan pandemi virus Covid 19, bagaimana penulis mengambil peran dengan kegiatan kemanusiaan yang dituliskan sebagai pengamalan Pancasila, khusunya sila kedua?.

Sekitar 2 bulan lalu, saya  ditelpon teman yang adik temannya dinyatakan positif hasil rapid test. Teman itu menanyakan kegiatan kemanusiaan apa yang dapat kita lakukan untuk membantu 48 orang positip rapid test di Tarutung, Sumatera Utara.  Mereka itu semua para medis. Bisa dibayangkan sebanyak itu para medis dinyatakan positif. Temanku itu memberikan nomor adiknya temannya itu, kemudian saya hubungi.

Ketika saya hubungi, saya ajak membuat satu group Whatsapp (WA) dengan pembagian tugas. Dia mengundang teman-temannya yang postif dan saya ajak teman-teman yang dapat membantu dan 2 orang yang sembuh dari Covid 19.  Tujuan mengajak yang sembuh adalah  untuk menguatkan hati mereka bahwa positif Covid 19 akan sembuh. Di group WA itulah kami komunikasi dengan baik.

Kami anggota WA yang bukan positif Covid 19 mencari apa saja yang akan kami lakukan. Saya konsultasi dengan anggota DPR RI Martin Manurung yang duduk di DPR dari Daerah pemilihan  Sumut 2 yang diantaranya adalah Tarutung. Martin Manurung memberikan solusi untuk mengirimkan jamu untuk memperkuat daya tahan tubuh mereka. Selang beberapa jam Jamu dari  Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia dikirimkan ke Tarutung secara bertahap. 

Selama 15 hari mereka diisolasi itu kami berkomunikasi dengan ceria. Kegiatan olah raga mereka dikirim lewat video ke group dan kita kuatkan mereka secara mental. Kita ajak mereka bersikap secara benar penuh optimis. Syukur 15 hari kemudian dan hingga kini mereka sehat.  Mereka kini telah menjalankan tugas sebagai medis di Tarutung.

Banyak cara mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara kita. Salah satunya adalah mengoptimalkan menulis sebagai pengejawantahan pengamalan sila kedua dari Pancasila. Dengan demikian Pancasila sebagai pedoman dan pegangan hidup telah kita jalankan. Menulis kegiatan kemanusiaan itu pembacanya banyak, bermakna dan bermanfaat. Dampaknya jangka pendek, menegah dan panjang.

Selamat mengamalkan nilai nilai Pancasila.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun