Kita memahami bahwa krisis apapun sejatinya petani kita bertahan karena aneka ragam makanan ada di desa. Desa memiliki lahan  pertanian, perikanan, peternakan untuk kebutuhan mereka. Modal itu tidak hanya cukup untuk kebutuhannya jika dikelola dengan baik. Bahkan, mereka diharapkan memberikan kontribusi untuk kebutuhan kota. Selama ini hubunga kota dan desa terputus.
Hubungan Desa dan Kota diharapkan bahwa hingar bingar kota tergantung  Desa. Tetapi realitanya adalah  Desa tergantung dengan kota. Produk pabrikan masuk desan karena  infrastruktur yang dibangun dengan baik. Gaya hidup desa berubah.  Pulsa  telepon dan paket internet digunakan rakyat Desa bukan mengetahui  harga hasil pertaniannya  di kota. Tetapi untuk kebutuhan yang tidak begitu urgen.  Bukti lain bahwa kita tidak membangun secara berkelanjutan adalah  lahan lahan  Desa berubah fungsi dari pertanian. Â
Pemerintah mengembangkan konsep eko- wisata tetapi lahan petani berubah pemilik.  Contoh konkrit yang keliru  dalam konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) adalah  ketika Danau Toba menjadi destinasi wisata  super prioritas pemerintah pusat.  Dampaknya adalah tanah-tanah dipinggiran  Danau  Toba terjual oleh penduduk lokal.
Covid 19 telah  kalibrasi atau menguji  konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Covid  19 membuktikan kegagalan itu, maka inilah momentum kita untuk komitmen  membangun dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang telah kita ratifikasi.  Dengan demikian, kita  memberikan kontribusi besar untuk menyelamatkan bangsa kita dan bumi. Konsep pembangunan berkelanjutan mutlak kita kerjakan jika bangsa kita  hendak memiliki peradaban tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H