Kemarin sore anak saya yang kelas V SD menunjukkan pengumuman dari sekolah bahwa anak di rumah libur dan tidak boleh belajar materi pelajaran dari sekolah. Saya mengatakan anak saya dengan bercanda bahwa di rumah adalah otoritas orang tua. Sebab, selama ini ketika anak di sekolah merupakan otoritas guru. Jadi, bapak yang memutuskan, bukan guru. Karena, ketika anak di rumah merupakan otoritas orang tua.Â
Anak saya kelihatan kalah argumentasi, kemudian anak saya laki-laki yang kelas VII SMP mengatakan, bahwa walaupun di rumah konteksnya jam belajar. Karena itu, guru memiliki  kewenangan untuk mengatur. Spontan, jawaban saya kemudian adalah  bahwa anak laki-laki saya cocok menjadi pengacara. Argumentasi anak saya yang kelas VI bagi saya nalarnya sangat baik.
Selama Stay at home saya fokus mengajari mereka untuk bernalar, logika dan rasionalitas. Mereka saya ajak untuk menulis, membaca dan memahami peristiwa. Saya memahami dalam dunia pendidikan ada tiga hal yang harus dibangun yaitu kognitif, afektif dan motorik. Ketiga hal itu harus kita didik secara simultan.Â
Mereka mengerjakan tugas-tugas sekolahnya tetapi tidak hanya itu, mereka juga saya didik untuk menuliskan persepsi mereka, perasaan mereka dalam kondisi kekinian. Mereka juga saya ajak menyelesaikan soal-soal matematika dengan berbagai problemnya, sehingga suasana belajar menjadi seru. Mereka dikondisikan belajar dengan suasana yang seru.
Menyelesaikan tugas-tugas sekolah, melatih menuliskan perasaan dan mimpi, juga soal-soal matematika, mereka tentu saja mengalami kebosanan. Lalu, bagimana mengatasi kebosanan?. Salah satu cara yang baik untuk mengatasi kebosanan adalah memilih permainan. Jenis-jenis permainan yang kami gunakan adalah :
A. BASKET
- Bermain basket di teras rumah cukup seru. Mereka dapat menghabiskan waktu di teras rumah selama 1 atau 1,5 jam. Kedua anak saya, saya dan istri terlibat dalam permainan ini.
C. FOOSBAL