Mohon tunggu...
muhammad yunus
muhammad yunus Mohon Tunggu... -

pemimpin yg baik adalah yang mendidik rakyatnya menjadi cerdas bukan cerdas otak melainkan hidupnya artinya tau harkat dan martabatnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tuhan Tolong

4 Januari 2015   04:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:52 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jauh dari lubuk hati kupendam luka tak berisyarat. Mungkinkah ku gapai bintang-bintang diantara beribu cahaya ataukah terpuruk dibawah cahaya dengan segudang cinta dan harapan, hanya Allahlah yang tau.

Itulah yang dirasakan samja seorang mahasiswa dengan aktivitas yang hanya menyelipkan waktu untuk sesuap nasi dan bersujud tak kala 5 waktu memanggilnya bahkan tak jarang ketika ujian tengah semester datang samja hanya menuliskan lembar jawaban dengan kebingungan dan seadaanya karna ia tau Nilai bukanlah segalnya, Nilai bukanlah standar keberhasilan seseorang lagian jurusan ekonomi yang diembangkannya saat ini bukanlah jurusan Ilmu politik yang semestinya telah dijalani saat ini dan harus diakui inilah salah satu kesalahan pemerintah dibidang pendidikan. Banyak mahasiswa yang kuliah bukan dengan minat, bakat dan keinginannya melainkan mahasiswa kuliah hasil dari dua jurusan cadangan yang didaftarkan pada saat pememilihan program studi. Sangat berbeda dengan negeri tirai bambu. Siswa yang lulus dari SLTA sederajat langsung dapat memilih jurusan dan perguruan tinggi yang diinginkannya setelah itu mengikuti tes yang sesuai dengan jurusannya bukan tes umum seperti yang telah berakar karat diindonesia.

Akhir-akhir ini frustasi menghampiri samja sehingga membuatnya terbaring sakit dikontrakan. Tugas kuliah menumpuk, usaha blak-blakan, tanggung jawab sosial menanti, Fikiran tak henti menggrogotinya, tubuh semakin lemah dirasakannya walaupun sebutir obat telah masuk melalui tenggorokan keringnya tetap saja tidak  mampu memahaminya sakitnya.

Ia mengebur-gebur buana.

Untuk apa lagi aku aktif berorganisaasi, mengurusi bukan urusanku, menyelasikan yang bukan masalahku.

Untuk apalagi aku mencoba berwiraswasta, mencari uang yang dengannya orang tuaku masih mampu. Masih mampu membiayai kuliahku, kontrakanku, tugas-tugasku, makanku serta keperluanku yang lainnya. sampai samja merintik-rintik mengaliri air mata kedinding-dinding runtuhnya harapan.

Samja adalah seorang mahasiswa yang mempunyai sederet impian dan kesibukan yang mengagungkan sebut saja menjadi seorang aktivis, penulis, enterprenuer, pembaca puisi handal, melanjutkan studi kejerman walaupun belum ada waktu untuk belajar berbahasa ditambah lagi kesibukan-kesibukan klasik setiap harinya. Inilah yang membuat samja istimewa diantara mahasiswa-mahasiswa lainnya sekaligus penambah beban fikiran.

Dua hari berlanjut samja masih terbaring lemah dan mengebuh-gebuh akan segala penyebab ia sakit. Lebih baik menjadi mahasiswa kupu-kupu kuliah pulang-kuliah pulang tidak ada beban psilogis, waktu luang mempehuni, tidak perlu berteriak-teriak digedung rakyat maupun membuat seminar untuk membudayakan sesama mahasiswa, tidak ada lagi lantunan puisi dan tidak ada lagi keringat mencari pundi-pundi rupiah. aku bisa membaca dan menulis semauku, sesuka hatiku. aku bisa berdakwa dengan tulisanku, aku juga dapat berbagi ilmu dengan tulisanku, tidak perlu lagi terjun langsung mendengarkan jeritan rakyat, menanggapi kebijakan kampus maupun pemerintah, hanya buang-buang waktu bahkan terkadang rakyat sendiri tak peduli dengan nasibnya, pemerintah tak peka lagi. Kerjaannya mengganggarkan, merealisasikan tetapi rakyat tak pernah merasakannya.

Lebih baik aku berleha-leha dengan buku-buku, menulis sesuka hatiku, siapa yang marah, siapa yang lebih beruntung, siapa yang lebih baik akupun tak tau harusnya aku seperti apa. Aku hanya memanfaatkan masa mudaku, memetik-meitk nilai tambah, memperjuangkan hak rakyat, tidak apatis, serta membantu Negara dengan menjadi seorang wiraswasta ujar samja dengan niat tulusnya-kembali memukul-mukul dinding disampingnya.

Sedih, Tak tau arah, tak tau harus apa itulah yang menghiasi benak-benak mimpi yang akan segera dikuburkan Samja. Membuang semua impian, Melewati segala harapan, membuka lembaran baru, memulai hidup baru. Tangisan samja semakin deras mengaliri luka-luka yang semakin perih. Ya Allah hamba kenapa, hamba tak sanggup lagi, hamba mulai putus asa, dan hampa tak mampu lagi. Dimana keadilanmu YaAllah. Hamba sakit, Hamba dilanda fikiran Inikah Balasanmu terhadap Terhadap mimpi-mimpiku, Perrjuanganganku, Niat Baikku. Ya Allah ampunkan aku.

Samja-samja ujar setiahadi sambil mengeleng-gelengkan kepalanya. Setiahadi sahabat samja dikontrakkan tersebut kecewa Melihat samja yang selalu menyemangatinya, membantunya, mensuportnya tak kala setiahadi diselimuti masalah. Samjalah yang selalu memberikan Solusi dan bantuan kepadanya pertama kali. Setiahadi mendekati samja yang tersedut, termenung menangis didinding kamar. Sahabat, engkaulah segalanya bagiku, semangatmu semangatku, bahagiamu bahagiaku, lukamu lukaku, kesedihanmu kesedihanku. Bersabarlah sahabat, syukuri Nikmatnya dan beristifarlah. Teruskan Mimpi-Mimpimu, Berjuanglah Atas nama Agama, Rakyat dan keadilan sebab engkau Akan menemukan kenikmatan yang jauh lebih besar dibalik kesusahanmu. Serakan kembali Urusanmu Kelangit Lupakankan sejenak carut marut yang ada dibumi dan Mulai Kembali menjadi samja yang Kubanggakan. Samja langsung tersentak mengucapkan Astofirullah kemudian memeluk sahabatnya dengan penyesalan yang amat memilukan lagi-lagi Matanya mengaliri sungai-sungai kesedihan. Sambil menenangkan samja setiahadi hadi membisikan surat ali-imran ayat 139 “Janganlah engkau bersikap lemah dan bersedih hati padahal engkau adalah orang-orang beruntung jika kamu benar-benar orang beriman”.

Singkat cerita setelah sembuh dari penyakitnyapun samja tak tau harus seperti apa. Apakah menjadi mahasiswa kupu-kupu ataukah menjadi mahasiswa dengan segudang ilmu dan tanggung jawab sosial. Samja hanya mampu bersujud lalu memohon “Tuhan Tolong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun