Mohon tunggu...
Guntur Suyasa
Guntur Suyasa Mohon Tunggu... -

Saya pencinta tanaman, sejarah, filsafat,olahraga dan komik. Profesi saya pemandu wisata untuk wisatawan Prancis. Lahir di Bali, dan pernah tinggal lama di Yogyakarta. Suka menulis terutama saat musim "low season" pariwisata. Berlatih Yoga dan Chi Kung untuk kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemabuk dan Bodhisattva (Cerita Spiritual)

31 Desember 2010   16:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:07 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

catatan; Bodhisatva: dalam konteks cerita yang diambil dari Jataka ini adalah salah satu inkarnasi sebelumnya dari Sang Buddha.. ==== Pemabuk dan Bodhisattva Jaman dahulu kala, ketika Brahmadatta menjadi raja, Mahkluk Tercerahkan lahir di sebuah keluarga berada. Ia menjadi orang terkaya di Benares. Di masa yang sama, terdapat pula sekelompok pemabuk yang kerjanya luntang-lantung di jalanan. Yang ada di pikiran mereka hanyalah bagaimana mendapatkan alkohol, zat yang telah membuat mereka kecanduan. Suatu kali, seperti biasanya, mereka kehabisan uang. Muncullah kemudian sebuah rencana untuk merampok orang terkaya di Benares. Namun mereka tidak tahu bahwa orang itu adalah seorang titisan Bodhisatva, yang tentunya tidak bisa diperdaya dengan begitu mudahnya. Mereka meracik "obat", yakni minuman keras yang diam-diam ditambahi pil tidur yang kuat. Rencana mereka adalah mengajak si kaya untuk minum obat itu. Ketika ia tertidur mereka akan merampok semua uang, perhiasan, bahkan pakaian bagus yang dikenakannya. Demikianlah rencana berjalan, sebotol minuman keras khusus telah dipisahkan dari botol lainnya , pil-pil tidur telah ditambahkan, sebuah pinggiran jalan telah dipakai untuk menggelar minuman, dan mereka tinggal menunggu calon korbannya lewat. Beberapa lama kemudian si kaya melewati tempat itu dalam perjalanannya menuju istana. Salah seorang pemabuk berseru memanggilnya, " Tuan, mampirlah dulu, kenapa anda tidak memulai hari ini dengan minum bersama kami? Gelas yang pertama gratis! " Lalu ia menuang minuman tipu-tipu itu ke dalam sebuah gelas. Namun Mahkluk Tercerahkan tidak minum alkohol jenis apapun. Lagipula ia bertanya-tanya kenapa para pemabuk ini begitu murah hati menawarkan minuman kesayangan mereka. Ia sadar pastilah ini semacam muslihat dan ia memutuskan untuk memberi mereka sebuah pelajaran. Ia berkata, "Maaf, sungguh merupakan sebuah penghinaan jika saya menghadap baginda raja dalam keadaan mabuk, atau bahkan jika nafasku sedikit saja berbau minuman. Tapi tunggulah di sini. Akan saya temui kalian lagi sepulang dari istana." Para pemabuk kecewa karena tidak bisa langsung minum lagi. Tapi mereka sabar dan menunggu. Sore harinya orang terkaya di Benares kembali menyambangi bar kecil lesehan itu. Para pemabuk sudah tak tahan ingin minum. Mereka memanggilnya lagi. "Tuan, kenapa tidak anda rayakan kunjungan anda ke istana raja? Minumlah minuman bermutu ini. Ingat, gelas yang pertama itu gratis!" Tapi orang terkaya di Benares hanya menatap botol dan gelas minuman itu. Ia berkata," Aku tidak percaya kalian. Minuman dan gelas minuman itu sama persis dengan yang tadi pagi. Jika ia seenak yang kalian katakan, tentu kalian telah mencicipinya sendiri sekarang. Dan seharusnya kalian pasti tidak tahan untuk tidak menghabiskannya semua. Aku tidak bodoh! Pasti kalian tambahkan sejenis zat lain pada alkohol itu." Orang terkaya di Benares melanjutkan perjalanan pulang ke rumah, sedang para pemabuk kembali merancang tipu muslihat dan rencana baru. translated by G. Suyasa on Thu Mar 10, 2005 ````` web www.geocities.com/balialma dimana artikel ini dulu dimuat sudah non aktif, karena geocities menghentikan free service nya. sebagian artikel-artikel dari web tersebut yang masih dapat saya selamatkan, akan saya pindahkan ke blog kompasiana saya untuk dokumentasi dan sharing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun